08. Miss or Missed?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

(suara bajak laut) Are you ready, Kids?

Mengambil topi fedora milik Ursa, Rindang meletakkan di atas kepala. Ia pun meraih kacamata hitam untuk disematkan miring, hanya menutup sebelah matanya. Mengacungkan bagian melengkung dari gantungan baju ke arah Aru, bocah itu mendongak untuk menatapnya dengan mata berbinar penasaran.

"Are you ready, kids?"

"Aye! Aye! Captain!"

Rindang meletakkan kedua tangan di pinggang, lalu membusungkan dada. Ia menarik napas dalam demi mengeluarkan kalimat lagu berikutnya, panjang dan memakai suara yang dibass-basskan. "I can't hear you~"

"Aye! Aye! Captain!" sahut anak itu lebih keras, dengan teriakan dan tepuk tangan.

"Oh~ Who lives in a pineapple under the sea~"

"Spongebob Kwepens!"

"Absorbent and yellow and pourous is he~"

"SPONGEBOB KWEPENS!"

Aru melompat-lompat di sofa, begitu semangatnya menyanyikan opening lagu salah satu kartun kesukaannya. Berdua, mereka suka menyama-nyamakan orang-orang sekitar dengan tokoh-tokoh dalam kartu sponge kuning tersebut. Seperti, Ursa adalah Squidward Tentacles. Sosok yang hanya bisa mereka ucapkan dengan bisik-bisik saat orangnya tidak ada. Mama Sashi adalah Tuan Krab karena selalu membatasi Aru kalau ingin jajan, menurut Aru. Dan Papa Ayas adalah Squilliam Fancyson yang kaya raya.

"Nggak, Aru," Rindang bersedekap. "Spongebob Squarepants! Squarepants!"

Aru mengerjap. "Kwepens?"

Oke, sepertinya harus satu-satu. "Square," ujar Rindang secara pelan dan jelas. Pengucapan huruf R-nya lebih mengikuti British, biar hilang sama sekali.

"Skwel..." Aru mengikuti, dengan huruf R yang sama tidak sempurnanya.

"Pants!"

"Pens."

"Bagus. Squarepants!"

"Kwepen!"

Menyleding kepala anak orang kena pasal, tidak?

Rindang menarik napas keras-keras. Tidak akan ada gunanya baku hantam dengan anak PAUD. Salah-salah ia akan berakhir dicekik emaknya. "Iya deh. Kwepen. Ayo, kita nonton aja. Duduk manis, ya."

Aru mengangguk. Namun, harapan tinggal harapan. Kurang dari semenit, anak itu sudah tiarap di sofa, dengan wajah menghadap TV dan kaki yang menendang-nendang. Kalau Sashi lihat, dia pasti bakal menyemburkan ceramah yang tidak akan selesai dalam tujuh hari tujuh malam. Padahal mau ditegur bagaimanapun, Aru tidak akan bersedia duduk manis dan diam lebih dari sepuluh detik. Jadi, daripada merepotkan diri menegur, Rindang hanya mengambil bantal sofa untuk dipeluk, lalu merebahkan diri di karpet dekat sofa tanpa alas kepala.

Ada sensasi berbeda ketika rebahan di bidang datar tanpa bantal di bawah kepala. Rasanya dunia kehilangan orientasi, dan Rindang merasa ... melayang.

"Aku siap untuk ujian mengemudi, Mrs, Puff! Ahahahaha." Spongebob tertawa cempreng dan Rindang memalingkan wajah dari TV.

Episode kali ini, sudah kelewat sering ditonton, Rindang nyaris hafal di luar kepala. Setelah ini, pasti ia menabrak sesuatu, lalu Nyonya Puff menggembung. Sementara Aru, sepertinya anak itu masih betah menontonnya, jadi Rindang tidak masalah.

"Inget, ya, Lin. Aru hanya punya waktu dua puluh menit untuk screen time, oke?" titah Sashi berulang-ulang. Seolah Rindang rela saja membagi kapasitas otaknya untuk mengingat hal-hal semacam itu.

Ajaibnya, Rindang ingat, meskipun ia memilih tidak ingat, dan sedang pura-pura tidak ingat. Jika tidak diajak menonton TV, maka Aru akan berlarian ke sana kemari. Gawatnya, ia mungkin akan masuk ruang kerja Ursa dan bergulingan di atas batu-batu permata yang harganya milyaran itu. Bencana bagi semua orang.

Sambil rebahan, Rindang mengeluarkan ponselnya. Segera pemberitahuan dari sosial media-nya berderet-deret masuk. Tadi pagi, ia sempat melanjutkan potongan ceritanya yang sempat macet karena pekerjaan baru di York. Perjalanan Bian dan Calvin selanjutnya.

Ilustrasi yang telah ia gambar sebelumnya itu sekarang sudah disempurnakan. Bian masih dengan rambut pink-nya, meski puluhan musim telah berganti. Hanya tidak ada lagi seragamnya, sekarang digantikan sweater putih dan scarf rajut merah. Bersama Calvin yang masih memakai setelan jas lengkap, mereka bersandar pada SUV hitam milik Calvin. Di bawah langit gelap dan bintang-bintang. Saling menatap. Perbedaan tinggi keduanya masih bertahan.

Padanya, tersemat seutas kisah.

***

Pinwheel - Chapter 22.

Bian berlari keluar segera, setelah Calvin menepikan mobilnya di punggung bukit. Angin dingin yang berhembus tidak lantas membuatnya gentar. Ia merentangkan kedua tangan dengan wajah yang menatap ke atas, menyapa bintang-bintang.

"Kami kembali!" teriaknya lantang.

Diam-diam, Calvin mengekor di belakang. Senyum mengembang di bibir.

"Kami benar-benar kembali." Ia ikut bergumam seraya menyimpan tangan dalam saku jas.

Sudah dua belas tahun berlalu sejak kejadian itu. Dan tidak ada yang berubah. Bintang-bintang di atas kepala mereka masih sama cerahnya. Bukit itu masih sama hijaunya. Angin masih sama dingin. Namun, dahulu dan sekarang, ada satu perbedaan besar. Amat besar di antaranya.

Sekarang ia sudah tahu apa yang mereka berdua secara gila pernah impikan ... semuanya hanya kemustahilan. Setelah malam ini berakhir, mereka akan kembali. Pada kehidupan normal masing-masing.

***

Di seluruh dunia, selalu ada penggemar yang orang-orang sebut gila. Seperti kelompok minoritas HaYoon shipper. Mereka percaya Oh Ha-Joon dan Lee Yoon dari grup populer ST4R ialah sepasang kekasih. Meskipun, keduanya lelaki. Karena, selain interaksi yang manis, Ha-Joon yang memiliki perawakan tegap serta tinggi yang tidak main-main, dengan wajah aristokratnya. Jika disandingkan dengan Yoon, yang memiliki wajah kecil dan cantik, dengan senyum seperti bayi, sigh, tidak bisa disangkal lagi... mereka adalah match made from heaven.

Dan Pinwheel adalah fanfiksi ilustrasi yang didedikasikan untuk mereka.

Pinwheel adalah cerita terpanjang yang pernah dibuat. Rindang bukan penulis profesional dan belum ada niat untuk mengembangkan karier di sana. Ia lebih senang menggambar, menorehkan sketsa, mewarnainya, hingga membuatnya hidup. Kemudian, ia akan menuliskan ceritanya pelan-pelan. Dengan sepenuh hati, ia membayangkan pasangan yang paling ia sukai: HaYoon.

Hobi ini mungkin aneh bagi kebanyakan orang--menjadi seorang fujoshi. Oke, mungkin ini juga alasan kenapa ia tidak pernah dekat dengan lawan jenis manapun bahkan sampai seperempat abad hidupnya. Rindang tidak begitu suka didekati yang namanya cowok, rasanya ... canggung. Tapi, ia suka membaca dan membuat hal berkaitan dengan cowok yang suka cowok. Jeruk makan jeruk. Baiklah, mungkin ada baiknya ia memeriksakan diri segera.

Nanti.

Sekarang fangirling dulu.

Rindang hanyut dengan media sosialnya. Ia membalas sejumlah komentar yang ditinggalkan di ceritanya, kemudian menelusuri akun-akun penggemar Ha-Yoon. Ia menjerit tertahan saat mengetahui semalam Ha-Joon berlutut untuk menalikan sepatu Yoon selama konser. Ketika tengah asyik jatuh dalam pesona wajah Yoon yang luar biasa imut, tiba-tiba..

Ting! Satu pesan masuk di ponselnya. Pesan pop-up dari nomor tidak dikenal.

Is this with Miss Lilin?

Rindang mengernyit. Ia ingin mengabaikan pesan itu dan melanjutkan membaca, namun dipikir ulang, siapa tahu itu pesan penting. Siapa tahu ia menang undian satu milyar atau apa. Ia tidak boleh gagal kaya.

Yup. Who's this?

Pengirim pesan di seberang sana segera tampak 'mengetik' begitu Rindang mengirim balasannya. Ia mengetik, berhenti, mengetik, berhenti. Seolah menjawab pertanyaan Rindang adalah hal yang sulit. Atau mengetik esai.

Setelah ketikan ketiga, akhirnya balasan itu muncul.

Miss, I want to ask.

Sesingkat itu. Dia salah satu murid dari York, ya? Tapi, tahu darimana nomor Rindang?

Yeah? Sure. Ask ahead ^^

Miss artinya nona, kan? Apa bedanya sama kangen?

Rindang berdeham sebentar. Ini anak ... tidak sedang mengisenginya, kan? Kadang, murid-murid SMA asuhannya suka begitu. Iseng.

Dengan sedikit enggan, Rindang pun akhirnya mengetik balasan.

Tulisannya emang sama, bacaannya juga. Kalo kata miss-nya ditaruh di depan nama orang, artinya itu untuk menyebut seseorang, dear. Kalau yang kangen itu sebenarnya lebih sering dan tepat memakai missed, tergantung waktunya.

Misalnya?

Kalau kamu kangen seseorang, tapi sudah ketemu orangnya, jadinya pakai I missed you aja. Soalnya kan udah lewat jadinya.

Kalau belum, I miss you?

Yup!

Beberapa saat, Rindang menunggu. Namun pesannya hanya bercentang hitam dan bukannya biru. Belum dibaca. Sehingga sambil mengedikkan bahu, Rindang pun keluar dari aplikasi obrolan untuk melanjutkan bacaannya.

Sampai mana tadi?

Belum-belum ia berhasil mengumpulkan konsentrasi dan kehaluan untuk lanjut membaca, satu bantal sofa melayang tepat menuju kepalanya. Rindang duduk seketika, melotot pada Aru yang sedang berdiri di atas sofa dan melempar bantal kemana-mana. Ia melirik TV dan sedang iklan.

"Aru! Ayo, turun! Nanti kamu jatuh."

"Aunty Lin! Tangkep Aru!"

Sebelum Rindang siap, Aru telah melempar dirinya, hingga mendarat menimpa sisi Rindang. Belum cukup membuat Rindang terjatuh, anak itu juga duduk di bantal di atas perut Rindang dengan semena-mena.

"Aru! Aunty sekarat!"

Rindang sempat menatap langit-langit. Kalau besok ada headline berita berjudul 'Seorang Gadis Lajang Mati Dipenyet Anak Sahabatnya Sendiri', maka ini semua salah Sashi dan Pak Ayas yang telah berjasa membuat Aru.

"Aruuuu! Kalau Aunty mati, nanti Aru nggak ada temen! Nanti dikurung sama Aunty Ursa, mau?"

Secepat kilat, anak itu berdiri dan berpindah ke karpet di sisi Rindang. Ursa bisa berguna juga ternyata. "Aunty! Aunty! Aru haus."

"Haus? Hmm, bentar, ya."

Oke, bagaimana cara membuat susu Aru? Apa tadi Sashi meninggalkan kotak susunya di sini? Ah, sudahlah. Ribet. "Kamu kalo jus, mau?"

"Mau!"

Bagus. Jus itu praktis dan sehat. Pasti tidak apa-apa. Pasti itu!

"Bentar ya. Aunty Lilin ambil dulu."

Meninggalkan ponselnya di atas meja kopi, Rindang bangkit. Dan berhubung Aru kembali terfokuskan oleh kartun di TV, ia mengambil waktu untuk merenggangkan otot-otot sebelum berjalan ke dapur.

Dapur itu hampir selalu bersih. Mengingat tidak ada satupun dari dirinya maupun Ursa yang benar-benar menggunakannya selain untuk merebus air, baik untuk merebus kopi atau memasak mi instan. Beda ceritanya kalau Inang sedang berkunjung. Dapur akan tetap bersih, namun dipenuhi aroma makanan yang mengundang air liur.

Rindang mengambil satu kotak jus jambu kemasan dari kulkas, menuang satu gelas untuk diri sendiri dan satu gelas lainnya untuk Aru. Dan ya, mungkin sambil mencomot sepotong brownies juga. Ursa tidak suka cokelat, tapi Inang membawanya, mubazir kalau terbuang. Jadi ya ... rezeki jangan ditolak, kalau kata Rindang. Carilah kesempatan dalam setiap kesempitan, maupun kelebaran.

Ketika ia berjalan kembali ke ruang tengah sambil menjilati ujung-ujung jarinya yang lengket karena brownies, ia mendengar Aru bercakap-cakap.

"Ini Aru... anak Mama Sashi."

"...."

"Aunty Lilin? Ada ... di dapur."

"Aru, kamu ngobrol sama siapa?" Rindang mengernyit. Ia menaruh gelas jus untuk Aru di atas meja kemudian menunduk demi melihat ponselnya di tangan Aru, yang bisa didapatkan kembali dengan mudah.

Anak-anak bahaya dikasih ponsel. Rindang segera menatap ponselnya untuk memeriksa, mungkin aplikasi yang hilang atau apa. Namun, bukan itu, ternyata. Ia terbelalak ketika menemukan yang tadi dilakukan Aru bukanlah bermain ponsel biasa atau menelepon seseorang dengan tidak sengaja. Ini lebih buruk

Ia sedang tersambung dalam sebuah video call.

Dan wajah Samudera terpampang di sana.

"Hi, Miss Rkhirkhin!" lambainya di kamera, seperti biasa, memamerkan senyum dan deret gigi.

Samudera tengah mengenakan kaus putih polos dengan rambut yang berantakan. Ada sedikit keringat di dahinya. Mungkin habis olahraga, pikir Rindang, menilik alat-alat kebugaran di belakang cowok itu. Tapi, itu tidak penting. Ia menaikkan kamera ke atas, menyoroti wajah belum mandinya saja, mengingat ia hanya memakai tanktop kuningnya yang kusut dan celana training abu-abu yang ia pakai tidur semalam.

"Ngapain, sih? Tahu nomor saya dari mana?"

"Surat lamaran kamu?" Samudera menjawab pertanyaan kedua. Ia bergumam sebentar, kemudian setengah panik mengarahkan tangan ke kamera. Seolah dengan begitu, ia mampu mencegah Rindang menutup sambungan. "Jangan ditutup dulu!"

Rindang menggeser jempolnya dari ikon tombol merah dan menatap Samudera dengan skeptis. "Apalagi?"

"Mau nanya."

"Nanya apa!"

"Jadi, kalau sudah ketemu, I missed you, ya?"

***

Rindang mengabaikan ponsel yang berderit di atas meja kopi. Jarang ada orang menghubunginya. Paling-paling pemberitahuan update komik BL, yang sekarang sudah tidak mungkin. Tadi siang, semua komik sudah dibabat habis. Atau chat dari geng VUSR yang isinya tidak pernah penting-penting amat, bahkan tidak penting sama sekali. Pilihan terakhir hanya SMS dari operator dan pinjaman online.

Tapi hari ini, yang berkali-kali menghubunginya adalah Samudera. Orang itu ... tidak ada kerjaan atau bagaimana? Seolah tidak cukup mengerjainya di hari kerja, sekarang juga mengusiknya pada hari libur. Seolah, dia tidak bisa bernapas kalau tidak mengganggu Rindang sehari saja.

Setelah mengumpulkan segenap sisa energi untuk mengusir kemalasan, Rindang bangkit duduk. Kepalanya pusing karena terlalu banyak berbaring sehingga, untuk berjalan ke dekat jendela, ia harus berpegangan pada dindingnya. Ia kemudian mengambil duduk di sisi dua tanaman kaktus kesayangannya. Tepat di window seat yang terbuat dari kayu meranti warna cokelat gelap dan kemerahan tanpa cat. Punggungnya disandarkan dan kepalanya terkulai menyentuh kaca jendela yang berembun.

Sabtu sore di akhir bulan Maret dan hujan sedang turun dengan deras-derasnya. Aru telah lama dijemput ayahnya Sashi ke Depok. Ursa masih di rumah sakit. Dari chat yang Rindang terima, anak itu masih hidup. Jadi, ia bisa berkunjung besok, atau setelah hujan reda.

Terlepas hujan yang mengetuk jendela dengan tidak sabar menemaninya, Rindang sendirian. Ia sudah capek tidur, malas menonton TV dan kehabisan bahan bacaan. Ia mungkin hanya akan menghabiskan akhir pekan dengan bernapas dan menatap hujan di luar. Sampai kemudian, bayangan seseorang seolah memantul di kaca yang buram. Senyumnya yang seperti menyimpan rahasia persekongkolan seluruh dunia.

Menyebalkan.

Lalu, bersama dengan senyum minta disantet itu, satu ide kembali mendatangi Rindang. Ia ingat Samudera. Ia ingat Dana. Dan dengan satu rencana di dalam otaknya, Rindang tersenyum jahat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro