RS | Part 23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Ketakutan orang tua ialah kala harus dipaksa berpisah dengan sang anak karena keadaan mendesak."

Rintik Sendu
by Idrianiiin

LINGGA membuka pintu kamar dan disuguhi pemandangan sang putra dan menantunya yang tengah saling berpelukan. Dia spontan menutup kedua mata Haleeza yang berada dalam gendongannya.

"Za nggak boleh lihat ya," bisik Lingga yang dibalas anggukan patuh.

Lingga mendekat ke arah ranjang lalu berdehem cukup kencang, membuat keduanya melenguh dan membuka mata secara perlahan.

Hamna berteriak histeris dan refleks mendorong Hamzah saat menyadari posisi mereka yang sangat dekat. Mana dia malu sekali, saat diciduk langsung oleh ayah mertuanya.

"Ya Allah, Na, kalau bangun tidur bisa nggak jangan menyiksa saya? Badan saya sakit-sakit ini," omel Hamzah belum menyadari kehadiran ayahnya.

"Ayah jangan salah paham ya, Ayah nggak usah senyum-senyum gitu. Kita nggak ngapa-ngapain kok. Iya, kan, A?" ujar Hamna meminta pembelaan.

Hamzah bangkit dari posisi jatuhnya yang mengenaskan. "Ayah dari kapan di sini?"

"Dari tadi ya, Za?" sahut Lingga seraya membuka tangannya yang menutupi kedua mata Haleeza.

Perbincangan mereka terhenti, saat mendengar suara dentuman cukup keras. Hamna jatuh tersungkur di lantai karena keteledorannya sendiri. Dia tersandung kakinya yang masih terlilit selimut.

Hamzah terbahak dengan sangat puas. "Karma itu nyata, ya Na!"

Hamna memberengut sebal. "Dzolim banget sih Aa sama saya. Bukannya bantuin, ini malah ngetawain!"

Lingga hanya geleng-geleng seraya menahan senyum. Kelakuan anak dan menantunya ini memang ada-ada saja.

"Ya lagian salah sendiri, sudah tahu jarak ranjang ke lantai itu cukup tinggi, ini malah loncat, jatuh, kan. Lagian rusuh banget, emang mau ke mana, hm?" tanya Hamzah setelah menghampiri istrinya.

"Mau ke kamar mandi," jawab Hamna kesal.

"Ayah tunggu di luar ya, Ham. Salat jamaah di masjid, bentar lagi azan subuh," ujar Lingga lalu keluar dan kembali menutup pintu kamar.

Hamzah mengangguk patuh. Dia membuka selimut yang melilit kaki Hamna lalu melemparnya ke atas ranjang. "Ada yang sakit nggak?"

Hamna menunjuk kaki kanannya yang sedikit ngilu. "Kaki saya keseleo kayaknya," cicit Hamna.

Hamzah menghela napas singkat, "Bukan kayaknya lagi, tapi emang iya. Kamu sih, Na, rusuh banget."

"Kok Bapak malah ngomelin saya sih!"

"Iya, iya, maaf. Jadi, ke kamar mandinya? Bisa sendiri?"

Hamna berusaha untuk berdiri, tapi tubuhnya sedikit limbung, beruntung Hamzah berada di dekatnya dan dengan sigap menahan tubuh oleng Hamna.

Hamzah memapah Hamna menuju kamar mandi. "Ada yang perlu saya bantu lagi?"

"Nggak, nggak ada."

Setelah itu Hamzah menutup pintu kamar mandi. Tapi baru satu langkah, dia sudah dikagetkan dengan teriakan histeris Hamna, dengan dibarengi pintu kamar mandi yang kembali terbuka lebar.

"Bapak semalam ngapain saya?! Kerudung saya ke mana?! Kancing atas piyama saya terbuka satu!"

Dengan tanpa dosa Hamzah menggeleng. "Ya mana saya tahu."

"Bapak jangan coba-coba ngibulin saya ya!"

Hamzah menunjukkan dua jarinya. "Saya beneran nggak tahu apa-apa, Na. Serius!"

Hamna menggeram kesal lalu menutup pintu kamar mandi dengan sangat keras. Hamzah hanya mampu meringis lantas berlari tunggang langgang menuju kamar mandi yang ada di dekat dapur untuk membersihkan diri.

•°•||•°•

"Kaki kamu masih sakit, Na?" tanya Hamzah sepulangnya dari masjid.

Hamna hanya melirik sinis lalu kembali membuang wajahnya.

"Iya, iya, saya ngaku deh. Saya yang buka kerudung kamu, habisnya saya kasihan lihat kamu keringet---"

"Tuh, kan! Bapak itu emang tukang modus!"

"Tapi serius, Na kalau untuk masalah kancing baju, saya nggak tahu apa-apa. Beneran, saya nggak bohong!"

"Berkilah terus!"

"Saya beneran, Na. Mana mungkin sih saya berani ngapa-ngapain kamu."

"Nggak ada yang nggak mungkin, apalagi kalau ada kesempatan!"

"Kamu kali yang lupa, jangan selalu suudzan sama saya. Bisa saja, kan kamu yang teledor," bela Hamzah tak mau kalah.

"Kenapa Bapak jadi nyalahin saya."

"Ya, kan kemungkinan itu pasti ada. Kamu orangnya teledor kok."

"Tuh, kan sekarang malah ngatain saya lagi!"

Perdebatan mereka terhenti kala mendapati kedatangan Haleeza.

"Papa! Buna!"

"Apa, Sayang?" sahut Hamzah lembut.

Haleeza menyerahkan pakaian yang dibawanya. "Dari Oma, katanya buat Buna."

Hamna melirik Hamzah penuh curiga. "Ada apaan ni? Semalam kasih saya piyama, sekarang gamis lengkap dengan kerudungnya. Bukan termasuk dalam serangan fajar, kan? Menyuap saya supaya berubah pikiran dan mau tetap tinggal di sini."

"Sudah, Na, jangan banyak ngoceh mending kamu mandi dan ganti baju sana."

"Iya, iya, iya ...," sahutnya kesal.

Hamzah menggendong Haleeza lalu keluar kamar, mendapati sang ayah yang tengah duduk santai seraya menonton televisi.

"Ayah semalam pulang jam berapa? Hamzah tungguin sampai ketiduran malah datangnya pas subuh," selorohnya.

"Jam sembilan malam, Ham. Ayah lupa sampai rumah malah langsung tidur karena saking capeknya. Ingat-ingat pas bangun tidur," jelas Lingga.

Hamzah hanya geleng-geleng dibuatnya.

"Kamu serius mau pindah rumah?"

"Iya, Yah."

"Mama nangis semaleman, Ham, tadi subuh baru mau cerita sama Ayah soal keputusan kamu."

"Hamzah rasa ini keputusan yang paling baik, Yah."

Lingga mengangguk paham. "Iya, Ayah tahu posisi kamu juga serba salah. Tapi, memang kamu harus bisa mengambil sikap, untuk kelangsungan rumah tangga kamu juga."

"Nanti Hamzah coba pelan-pelan ngomong sama Mama," sahutnya.

"Za sama Opa dulu ya," imbuh Hamzah.

Haleeza menggeleng pelan. "Za mau sama Buna, Papa."

"Manjanya yang sekarang sudah punya Buna, sampai lupa sama Opa, hm?" goda Lingga seraya mencubit gemas kedua pipi Haleeza.

Haleeza malah terkekeh lalu berlari seraya bersenandung menuju kamar Hamzah.

Seperginya sang putri, Hamzah bergegas menghampiri Anggi yang tengah sibuk di dapur.

"Ma," panggilnya.

Anggi mematikan kompor sejenak lalu memutar tubuh untuk menghadap putranya. "Apa?"

"Makasih buat soto tangkarnya, makasih juga karena Mama sudah membelikan Hamna pakaian ganti."

Sang ibu hanya menanggapi dengan deheman.

"Izinin Hamzah untuk pindah ya, Ma."

"Memangnya kamu masih memerlukan izin dari Mama, Ham?"

Hamzah berkawan geming.

"Kalau Mama nggak izinin, memangnya kamu mau menuruti Mama? Nggak, kan!"

Lagi-lagi Hamzah memilih untuk diam.

"Bukankah kamu lebih mempedulikan Hamna dibanding, Mama? Kamu lebih memprioritaskan dia, kan, Ham!"

"Hamzah hanya pindah rumah, Mama masih bisa mengunjungi Hamzah sesuka hati Mama. Pintu rumah Hamzah akan terbuka lebar untuk Mama."

Hamzah memeluk tubuh bergetar Anggi, wanita yang tidak lagi muda itu menangis dalam pelukan putra satu-satunya. "Mama takut kehilangan kamu, Ham. Hanin sudah meninggalkan Mama untuk selama-lamanya. Terus sekarang kamu juga mau menjauh dari Mama."

"Hamzah akan rutin mengunjungi Mama. Hamzah nggak akan ke mana-mana," sahut Hamzah seraya mengelus punggung ibunya.

"Kamu lebih memilih istri kamu dibanding Mama."

"Mama dan Hamna memiliki tempat tersendiri di hati Hamzah. Mama akan tetap jadi prioritas Hamzah, tempat Hamzah berbakti. Sedangkan Hamna, sudah menjadi bagian dalam hidup Hamzah. Dia merupakan amanah yang harus Hamzah jaga. Orang tuanya sudah mempercayakan Hamna pada Hamzah, Ma. Hamzah nggak mungkin mengecewakan kepercayaan mertua Hamzah, kan?"

"Sebagaimana Mama dulu melepas Hanin pada Haikal, orang tua Hamna pun sama beratnya. Tapi, buktinya Mama sanggup, kan pisah sama Hanin, karena Mama tahu Hanin akan bahagia bersama Haikal. Orang tua Hamna pun sama. Maka dari itu Hamzah merasa kecewa sama Mama. Kenapa Mama bisa memperlakukan Hamna dengan buruk, padahal Mama pun memiliki anak perempuan. Mama pasti tidak akan terima, kan kalau Hanin mendapat perlakuan tidak baik dari mertuanya?"

"Restui pernikahan Hamzah dan Hamna. Izinkan kami untuk membina rumah tangga secara mandiri ya, Ma," tukas Hamzah panjang lebar.

BERSAMBUNG

Padalarang, 23 November 2023

Mari rileks sedikit, jangan terlalu tegang 🤭 ... Kira-kira apa jawaban yang akan Mama Anggi berikan? 🤔

15 Vote + 15 Komen = Triple Update 🤣✌️

Yang minta Triple Update monggo diramaikan dulu lapaknya ☺️

Gassss terus nih???

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro