RS | Part 44

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Hampir semua manusia punya rencana, dan kebanyakan dari mereka tidak ingin apa yang sudah dipersiapkannya hancur begitu saja."

Rintik Sendu
by Idrianiiin

HAMNA sedikit ragu untuk memanggil Hamzah yang kini terlihat tengah fokus menatap layar laptop, dengan setumpuk tugas-tugas mahasiswanya. Sedangkan dia hanya duduk bersandar di ranjang, tanpa ada sedikit pun kegiatan.

"Kenapa belum tidur, hm?" tanyanya menghampiri Hamna yang tadi sempat tertangkap basah tengah memperhatikannya.

"Saya mau bicara sebentar, bisa?"

Hamzah duduk di depan Hamna dan mengangguk singkat.

"Sekarang usia kehamilan saya sudah jalan 7 minggu, kan ya?"

"Terus?"

"Saya berencana untuk nggak ambil cuti kuliah, baik saat hamil ataupun melahirkan."

Kening Hamzah mengernyit. "Kamu jangan aneh-aneh deh, Na. Kamu bisa ambil cuti satu atau dua semester kalau memang kamu mau."

"Saya mau lulus tepat waktu, sebagaimana janji saya pada Aa waktu di Lombok dulu."

Hamzah menghela napas singkat. "Telat nggak papa, yang penting kamu lulus."

"Maksimal bolos untuk setiap mata kuliah 3x, kan?"

Hamzah mulai mengerti dengan arah pembicaraan ini. "Jangan bilang kamu lebih milih bolos dibanding cuti."

Hamna mengangguk. "Saya akan bolos kuliah dua minggu."

"Saya memberikan kamu kemudahan, kenapa kamu memilih yang menyusahkan?"

"Salah Bapak, kenapa malah menghamili saya? Saya juga nggak mau kayak gini, tapi mau apa dikata sudah kejadian juga, kan. Tiga hari belakangan ini saya memikirkan solusi dan juga jalan keluar terbaik. Kenapa sekarang Bapak malah menghakimi pilihan saya?!"

Hamzah menggeleng pelan. "Saya nggak bermaksud untuk menghakimi kamu, Na. Maafkan saya, ya."

Hamna terdiam beberapa saat. "Saya sudah berkonsultasi dengan teman saya yang lebih dulu kuliah dan pernah berada di posisi sama seperti saya. Dia bolos tiga hari sebelum melahirkan, sisanya dia pakai untuk pemulihan. Semuanya berjalan lancar dan nggak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Saya bisa meniru caranya."

Hamzah memijat pelipisnya yang berdenyut. "Iya kalau kamu lahiran normal, proses pemulihannya bisa lebih cepat. Kalau operasi caesar gimana?"

"Ya saya akan berusaha sekuat tenaga supaya bisa melahirkan secara normal."

"Saya lebih menyarankan kamu untuk cuti, setidaknya satu semester. Tiga bulan bisa kamu pakai untuk mempersiapkan kelahiran, tiga bulan sisanya kamu pakai untuk pemulihan."

Hamna kembali menggeleng tegas. "Cuti akan menghambat kelulusan saya, dan planning yang sudah kita rancang pun pasti akan ikut gagal."

"Bukan gagal, hanya saja akan sedikit tertunda."

"Itu sama saja!"

"Saya benar-benar nggak habis pikir sama kamu, Na."

"Seharusnya Bapak mendukung saya, menjadi support system terbaik sebagaimana yang sudah Bapak utarakan. Saya hanya butuh izin serta sokongan semangat."

Hamzah meraup wajahnya kasar. "Oke, kalau memang itu yang kamu mau. Saya akan mendukung apa pun yang kamu pilih. Tapi---"

"Nggak usah pake tapi, bisa nggak sih, Pak?!" potongnya cepat.

"Ya sudah saya pakai 'namun' kalau gitu."

Hamna memutar bola matanya malas. "Itu sama saja bohong!"

"Iya ..., iya ..., iya terserah kamu saja."

Hamzah termenung sejenak, lalu dia mengambil kertas serta bolpoin, dan duduk lesehan di lantai. Sedangkan Hamna malah asik duduk bersila di tempat semula.

"Kita hitung HPL kamu, semoga saja pas sama libur semester kuliah. Syukur-syukur pas semester genap supaya kamu bisa lebih punya banyak waktu."

Kening Hamna mengernyit. "Emang Aa ngerti cara ngitung HPL?"

"Ngerti dikit-dikit, pernah diajarin Mama pada saat beliau ngitung HPL Hanin."

Hamna manggut-manggut paham.

Hamzah terlihat khusyuk mencoret kertas putih tersebut, sedangkan Hamna hanya menonton saja. Dia tidak mengerti.

Hamzah bukan hanya menghitung HPL Hamna saja, dia pun mengaitkannya dengan kalender akademik untuk mencocokkan, apakah waktu lahiran Hamna akan sama dengan libur semester atau tidak.

"HPL kamu bertepatan sama libur akhir tahun, Na. Itu pun kalau tidak meleset, karena kadang HPL itu bisa lebih cepat atau bahkan lebih lambat."

"Libur akhir tahun biasanya berapa lama?"

"Rata-rata dimulai dari tanggal 15 sampai 31 Desember."

"HPL saya tanggal berapa?"

"Tanggal 11 Desember."

"Kalau tanggal segitu belum libur dong, A Hamzah."

"Ya, kan seperti yang saya bilang. HPL itu bisa maju, bisa juga mundur."

"Lumayan dua mingguan, lha. Jadi saya nggak usah repot-repot bolos."

Hamzah mengangguk. "Semoga saja begitu, Na, tapi kalau memang tidak sesuai perkiraan. Tawaran saya untuk mengambil cuti masih bisa kamu pertimbangkan."

"Keputusan saya sudah bulat, nggak akan ambil cuti. Apalagi pas tahu HPL-nya akhir tahun bertepatan sama waktu libur. Lega saya, Pak."

"Ya, sudah kalau memang mau kamu seperti itu. Tapi apa kamu yakin mau tetap kuliah dengan kondisi perut yang membesar?"

"Paling kelihatan benar-benar gede kalau sudah masuk trimester ketiga, Pak. Insyaallah aman, selama anak saya bisa diajak kerjasama," katanya seraya mengelus lembut perutnya.

Hamzah bangkit lalu kembali duduk di depan Hamna. "Kalau kamu merasa nggak mampu, kamu langsung bilang ke saya ya, Na."

Hamna mengangguk paham.

"Ya sudah sekarang kamu istirahat, besok kuliah."

"Nanti deh, sebentar lagi."

"Kok gitu?"

Hamna turun dari ranjang. "Saya lupa belum mencoba pakaian yang Bapak belikan waktu itu."

"Jam segini kamu mau cobain baju?"

"Habis ingatnya juga baru sekarang," katanya seraya terkekeh pelan.

Hamna bergegas ke kamar mandi seraya menenteng banyak paper bag. Dia melihat apa saja isi di dalamnya, dan dia geleng-geleng mendapati beberapa pcs dalaman, daster, dan gaun tidur.

Dia melihat cermin dan menempelkan benda berbentuk serupa kacamata itu di atas baju piyama yang dipakainya. "Gila, ini kok bisa pas sih ukurannya. Mana warnanya hitam semua lagi."

Hamna keluar kamar mandi lalu melempar benda berbentuk mirip kacamata itu ke arah Hamzah. "Kenapa Bapak bisa tahu ukurannya, hah?"

"Sekadar menebak-nebak saja."

Hamna berdecih. "Nggak aneh-aneh, kan?!"

"Aneh-aneh gimana maksud kamu?"

"Nggak usah pura-pura polos gitu, lha, Pak!"

Hamzah menghela napas singkat. "Saya hanya mengikuti arahan dokter. Saya beli berdasarkan petunjuk dr. Sartika."

Hamna membulatkan mata tak percaya. "Emang dasar nggak punya malu. Bisa-bisanya nanya soal kayak ginian sama dr. Sartika. Mau ditaruh di mana muka saya pas nanti kontrol?"

"Saya lebih segan nanya sama kamu, apalagi soal kayak ginian. Bukannya dapat jawaban yang ada kamu ngamuk-ngamuk kayak sekarang. Lagi pula dr. Sartika itu keponakannya Mama."

"Bohong banget. Kalau emang Bapak punya ikatan saudara sama dr. Sartika kenapa waktu kita periksa formal banget, malah kayak orang yang nggak saling kenal?"

"Beliau sedang menjalankan tugasnya, hubungan kami sebatas dokter dan pasien. Lain cerita kalau sudah dalam lingkup keluarga, lagi pula saya nggak ngasih tahu kamu takutnya kamu malu kalau tahu saya dan dr. Sartika sepupuan. Kamu juga, kan anti banget sama hal-hal yang berhubungan sama Mama, meskipun hubungan kalian sudah sedikit membaik."

"Sekadar memberitahukan keluhan kamu saja, kamu ragu-ragu karena malu, padahal konteksnya kalian dua orang asing yang baru bertemu. Apa kabarnya kalau dari awal saya bilang beliau itu merupakan sepupu saya. Saya yakin kamu nggak mau diperiksa."

Hamna hanya diam, karena dia tidak bisa sedikit pun menyangkal. Semua yang dipaparkan suaminya merupakan fakta.

"Yang lainnya cukup semua, kan?" sambung Hamzah.

Hamna mendelik tajam. "Saya rasa tanpa menjawab pun Bapak sudah tahu!"

"Syukurlah kalau gitu," sahutnya santai.

Detik itu juga sebuah keset yang ada di dekat pintu kamar mandi melayang tepat ke wajah Hamzah.

BERSAMBUNG

Padalarang, 06 Desember 2023

Note :

[1]. Waktu yang ada di cerita ini nggak sesuai sama waktu kita ya. Karena, kan emang maju lima tahun dari kisahnya Zanitha, Dipta, dan Hamzah.

[2]. Terkait rencana bolos yang hendak Hamna lakukan, itu memang pernah ada yang melakukannya di dunia nyata ya. Takutnya ada pro dan kontra. ☺️

Next part reaksi Mama Anggi ya, kalau mau double bahkan triple kayak kemarin. Ya diramaikan dulu lapaknya. ☺️🤝

Gaskennn?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro