Intermission 002: Sepenggal Malam di Sektor 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Illya Rosengarten senang ketika jalanan sektor mulai sepi setelah jam delapan malam. Tidak ada jam malam di Kaldera lagi setelah segalanya menjadi lebih aman, tapi penduduk tampaknya sudah terbiasa untuk mengakhiri kegiatan mereka di luar sebelum jam delapan tiba. Ia pun baru saja selesai mengurus kerjaan di Sektor 2 dan entah kenapa ia kembali ke Sektor 3, bukan ke apartemen yang disewanya di Sektor 4. Dari pinggir matanya, bisa ia lihat markas yang tidak jauh dari tempatnya berdiri, di sebuah pemberhentian bus yang tengah mengumandangkan jadwal pemberangkatan bus malam.

Illya menarik sebuah kotak dari dalam tas pinggangnya, mengambil sebatang rokok dan mengulumnya di antara bibir.

"Jangan ngerokok dekat sini, nanti si Lian lihat."

Rosen tahu suara dan nada mengejek itu, dan ia hanya terkekeh.

Di antara mereka bertiga, Lianna-lah yang paling cerewet soal rokok. Di markas dilarang keras untuk merokok, dan kalau sedang bertugas, Lianna tidak akan tinggal diam bila ada yang merokok. Rosen tidak keberatan menuruti kemauan Lianna, sih, karena rokok pun hanya menggerogoti gajinya. Perlahan juga kebiasaan merokok Rosen berkurang, paling iseng sebatang-dua batang kalau lagi benar-benar lagi kepingin, contohnya seperti sekarang.

"Kamu ngapain balik lagi ke sini juga, Nat?" Rosen menyalakan batang rokok itu dan menghembus asap ke arah belakang, ke arah Natalia yang datang dari arah barat menenteng tas tangan berisi makanan take away.

Dari simbol ayam jago berjengger merah di tas tangan itu, Rosen bisa menebak kalau Natalia membeli mie ayam yang terkenal di Sektor 3 lagi. Wangi harum bawang dan manis ayam kecap mulai menguar di udara menggantikan bau hambar asap rokok murahan.

"Khawatir si Lian kenapa-kenapa dan si gadis buatan itu tiba-tiba meledak?"

Natalia sekedar mengedikkan bahu dan memilih untuk tidak menjawab.

Wanita berkacamata itu duduk di samping Rosen, membuka tas makanan dan mengambil sumpit. "Oh, sori. Gak nyangka bakal ketemu kamu jadi aku nggak beliin buat kamu."

Rosen mengibas tangannya, ia terkekeh, "Santai, santai! Kayak apaan aja deh. Makan mah makan aja."

Rosen menikmati rokoknya, mengembus pelan menjauh dari arah mereka, sementara Natalia makan. Langkah kaki orang yang berlalu-lalang semakin jarang terdengar di trotoar. Beberapa lampu penanda jalan sengaja dimatikan untuk menghemat. Kaldera perlahan menjadi sunyi—sunyi yang tidak menyiksa namun tidak kelewat nyaman.

"Gimana, Sektor 2?"

Rosen menghempas rokoknya yang masih setengah batang ke tempat sampah. "Belum ada laporan dari tim analisis, terus kudengar kabar kalau bos besar mau kembali."

"Bos besar? Bukannya beliau sibuk ngajar di Angia?"

"Yah, dia lebih senang ekonomi sih ketimbang ngurus Warden," pungkas Rosen. "Bisa saja cuma gosip, walau si bos sudah lama tidak bisa balik ke Kaldera karena di Angia perang."

"Ahh, dua tahun lalu, ya?" Natalia mengingat-ingat. "Wajar saja sih beliau nggak bisa balik atau dideportasi."

"Menurutmu si gadis buatan itu asalnya dari mana, Nat? Di sisi Hitam apa ada yang tahu?"

Natalia memutar bola matanya, "Tidak. Semua masih ribut soal perebutan saham terakhir dengan Putih. Kalah banyak, atau entahlah. Aku malas ikut-ikutan kalau sudah ngomongin hal-hal begitu."

Rosen menyipitkan mata. Ia tidak berkomentar lebih lanjut dan menelengkan kepalanya ke arah belakang, lalu menghela napas panjang seraya ia bersandar lebih dalam. "Memang nggak jauh-jauh dari duit."

"Kalau permukaan ya, mainnya begitu. Biasa lah." Natalia membuka kotak berikutnya saat mie ayamnya sudah separuh habis. Rosen mengenali aroma itu. Ayam cabe garam yang selalu habis dipesan padahal belum selesai dapur memasak.

"Hei, kok kamu bisa dapat!?"

"Kebetulan yang masak hari ini kenalanku," Natalia memamerkan kotak itu pada Rosen. "Nih, ambil aja."

"Pinjam sumpitnya, masa' aku ambil pakai tangan, gak sopan."

Natalia nyengir, "Heh, sempat dimarahin Lian, ya?"

"Diam deh kamu."

Sebagai balasannya, Rosen mengambil satu ayam lebih banyak. Natalia pun tertawa saja. Rosen kemudian melipir ke arah mesin minuman terdekat dan membeli dua kaleng jus, satu apel dan satu jeruk. Pemilik rambut pirang kecoklatan itu menaruh dua kaleng jus dingin di antara mereka dan membuka satu untuknya. Natalia melirik kaleng itu namun tidak berkata apa-apa, sekedar menerimanya dan segera minum.

"Udah makan, Ros?"

"Udah tadi, ditraktir anak-anak lab," tukasnya. "Mereka pesan dua loyang besar pizza soalnya mereka nggak bisa keluar lab karena lembur."

"Hmm," Natalia melanjutkan kembali sisa mie-nya. Sedikit bagian kacamatanya berembun karena uap dari dalam dus. "Repot yah. Paling soal servis bot itu bakal molor beberapa hari."

"Bagus sih biar kita bisa hilang dari radar Scavenger," imbuh Rosen. "Aku nggak tahu seberapa aktif mereka sekarang, tapi kalau kata mantri tadi kayaknya parah ya, Sektor 6?"

Natalia menurunkan sumpit. Ia melepas kacamatanya dan menyeka kaca berembun dengan sisi dasinya. Bukan perilaku yang patut dicontoh mereka yang suka merawat kacamata.

"Sektor 6 tuh kalau sudah ada sumber emas, mereka akan mulai berlaku kayak bounty hunter," pungkas Natalia. "Gak berubah dari dulu, walau sekarang pemerintah sudah ngasih lebih banyak opsi pekerjaan."

"Lebih enak sekali freelance dapat uang banyak sih ..." Rosen tidak menyalahkan mereka. Begitulah Scavenger biasa bekerja—mereka berdua pun dulu tidak jauh-jauh dari serabutan hingga berhasil menjadi teknisi untuk Lysander. "Kamu juga kenapa nggak minta uang makan sama Hitam? Makannya mie mulu."

Natalia menyikut pinggang Rosen. Dia pun tergelak geli.

"Mie ayam Sektor 3 enak tauk. Gausah sok suci deh yang tadi ngiler ayam cabe garam."

Terlepas dari Natalia yang merupakan bagian dari Schwarz Schah, beginilah kurang lebih hubungan mereka sekarang. Profesional dalam pekerjaan, selalu menjaga satu sama lain sebagai bagian L.A.S.T 0027, dan tetap berterus terang, dibarengi bercandaan yang sedikit nyelekit tapi tidak ada maksud untuk menghina.

Rosen melirik lagi ke arah markas, rasanya cuma ingin sekedar berucap halo pada Lianna yang mungkin sedang sibuk mengurusi laporan kerja. Tapi Lianna mungkin akan segera menyuruh Rosen pergi, dia tidak mau terus-terusan diperhatikan layaknya anak kemarin sore yang baru dilepas dari sangkar. Rosen pun memeriksa terminal, mengirim sebuah pesan ke Lianna yang segera dibalas dengan tanda senyum dan menanyakan kalau Rosen sudah makan atau belum.

Gadis itu sudah bangun. Kuberi dia nama Mei.

Rosen mengernyit, ia lalu mencolek Natalia untuk melihat pesan itu. Natalia turut tertegun.

Gadis ini sangat aneh, tapi sebaiknya kita tetap menjalankan rencana kita seperti yang sudah ditentukan. Jangan kemari dulu, kalian kumpulkan saja informasi.

"Kok rasanya dia seperti punya hewan peliharaan baru?" sergah Natalia yang membaca ulang pesan itu.

"Mei? Sesuai nomor pod-nya, M-31? Nggak kreatif banget anak ini." komentar Rosen.

"Situnya yang kamu komentarin? Memangnya kalau kamu yang mau namain, mau kamu kasih nama apa, Pochi?"

"Nat, dia bukan anjing."

Rosen hendak membalas pesan itu dengan terus bertanya soal si 'gadis' ini, tapi akhirnya Rosen mengurungkan niatnya. Lianna pastinya juga lelah dengan hari yang padat ini, belum lagi mengurusi gadis itu—Mei.

Ia masih tidak habis pikir mereka akan menemukan gelimpangan manusia di lorong sempit Level 4, melawan servis bot malignan, lalu menemukan ruangan aneh yang memuat peti dingin berisi manusia buatan. Apa ini kerjaan orang-orang iseng atau peretas yang suka membuat virus untuk mengendalikan servis bot? Ataukah mereka sudah menggali sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan?

Matanya bertemu dengan Natalia lagi, yang kini sudah selesai makan, mereka berdua masih tertegun mengenai gadis yang kini bernama Mei itu.

"Omong-omong kalau dipikir-pikir, kita ini mantan yang paling akur di dunia ya." imbuh Rosen tiba-tiba. Natalia memandangnya dengan senyum hambar.

"Mantan," Natalia mendecih. "Kamu sering banget ngomong gitu, apa ada rencana mau balikan?"

Hening. Rosen menyela dengan tawa kering.

"Nggak kok, nggak. Kita kayaknya udah lebih cocok begini aja."

Natalia menatap Rosen lama, sebelum ia meneguk habis jus apelnya. "Tuh tahu."

"Sori, sori. Aku nggak bakal ngungkit lagi, Nat."

Rosen membuang dua kaleng minuman itu, sembari Natalia membereskan sisa makanannya dan memilah sampah sebelum membuangnya ke tempat yang seharusnya. Mereka berdua terkekeh pelan dan menggelengkan kepala sebelum saling berjabat tangan dan berpisah jalan.

Sungguh hari yang aneh, 20 Februari itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro