Intermission 014: Idealisme Kosong

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebagai anak keturunan insinyur, Illya Rosengarten telah mengenal apa itu idealisme para pencipta.

Kaldera yang terus berkembang dan selalu mendambakan inovasi dan gebrakan baru setiap harinya membuat para insinyur berusaha keras untuk berpikir lebih kreatif. Tentu, situasi dan tren yang terus berkembang pun akhirnya mendorong mereka yang tidak dapat bertahan di kerasnya arus perubahan zaman untuk melakukan hal-hal yang tidak diindahkan: sabotase, pencurian hak intelektual, dan berbagai macam kejahatan lainnya.

Di saat yang sama, ada dari mereka yang terus berpikir keras untuk membuat penemuan baru, atau mencoba melihat dari segi berbeda.

Pria itu bernama Sieg Rosengarten, Illya mengenal sosok itu sebagai seorang 'ayah' baginya. Berawal dari karya ilmiah beliau yang memperkenalkan kemungkinan mengatasi masalah kependudukan Pulau Melayang, beliau lama-kelamaan mengumpulkan massa dan bersama mereka memikirkan untuk menciptakan kenyataan baru yang akan mengatasi segala problema Pulau Melayang yang mengalami berbagai krisis karena masalah energi dan ledakan penduduk.

"Kembali ke tanah Kaldera lama? Idemu sangat gila, Sieg!" Illya—Rosen mendengar hal itu suatu hari saat ia yang lebih senang bermain dengan kreasi-kreasi kecil ayahnya, seperti mekanika ketimbang ide-ide besar beliau, beberapa rekan sang ayah berkumpul untuk mendengar rencana Sieg.

Beberapa dari mereka segera mundur, memikirkan bahwa rencana ini sudah terlalu di luar nalar mereka, namun ada juga yang dengan antusias terus mengikuti idealisme seorang Sieg Rosengarten.

Dengan kelompok kecil yang kemudian dikenal sebagai 'Para Pembebas', mereka akhirnya bisa menciptakan reaktor dengan energi keluaran yang lebih fantastis yang mampu menampung segala kebutuhan energi Pulau Melayang. Karena Sieg berhasil membuktikan teorinya tersebut dan berhasil, langkah berikutnya adalah memperoleh izin untuk menggunakan reaktor tersebut untuk penelitian lebih lanjut di tanah Kaldera lama.

Sejauh yang Rosen tahu, reaktor ini akan memicu tumbukan energi dari tanah Kaldera yang hilang kesuburannya. Stimulus energi ini nantinya akan menciptakan aksi dan reaksi sehingga energi tanah Kaldera diharapkan hidup kembali, asal tegangan dan keluaran energi yang dihasilkan berada dalam level konstan.

Sieg menggunakan sebuah sumber energi yang menjadi rahasia untuk proyek ini, yang kemudian mengundang minat beberapa pihak untuk mengakuisisi reaktor dan segala rahasianya untuk kepentingan mereka sendiri.

Pada akhirnya, Sieg Rosengarten harus tewas karena melindungi ciptaannya. Sieg Rosengarten memilih untuk membawa rahasianya hingga akhir hayatnya.

Rosen menatap dua pistol kembar yang baru saja ia bersihkan. Sisi Sektor 3 yang minim pengunjung seperti tempat perhentian bus selalu menjadi tempat tongkrongannya ketika ia malas kembali ke rumahnya di Sektor 4.

Setelah tahu Infantry berusaha mencarinya, Natalia menyarankan Rosen untuk tinggal di asrama teknisi di Sektor 2, setelah Rosen memastikan bahwa barang-barang peninggalan ayahnya tidak dicari oleh Infantry. Saat kondisi mulai mereda, Rosen kembali ke Sektor 4, namun biasanya ia akan pulang larut malam ketika ia sudah akan hanya memikirkan menggunakan rumahnya itu untuk sekedar tidur.

Di antara banyak ide-ide hebat Sieg, hanya ada satu karya yang menurut Rosen penting, dan itulah pistol kembar yang dinamai beliau sebagai 'Dosa dan Pembalasan'. Ayahnya itu bukanlah ahli mekanik, namun mengetahui dinamika mekanik adalah hobi yang dia dapat dari mengamati mendiang istrinya yang merupakan seorang ahli mekanik.

Rosen tidak terlalu mengenali ibunya karena dia meninggal setelah Rosen lahir, tapi 'Dosa dan Pembalasan' menurutnya adalah penemuan terhebat sang ayah. Bukan reaktor. Bukan idealisme beliau untuk 'membebaskan Kaldera'.

"Ngapain kamu di sini lagi?" cibir sebuah suara familier.

Rosen mendongak untuk melihat wanita berkacamata yang menghela napas panjang saat mereka bertemu mata. Lagi-lagi ia melihat kantong mie ayam bersama Natalia, dan juga tas besar yang pastinya berisi senapan jitu kesayangannya. Rosen mengerucutkan bibirnya tidak puas.

"Mie ayam teroooos." cecar Rosen.

"Ini cuma ayam cabe garam buat ngemil!" kilah Natalia. Ia kembali duduk di samping Rosen yang masih asyik mengelap pistolnya.

Rosen menunjuk tas Natalia, "Dan ngapain kamu udah ambil senapanmu? Bukannya kamu masih belum boleh pegang bedil?"

Natalia sekedar mengangkat bahunya, "Kangen boleh, 'kan. Toh ini anak juga baru dirakit, jadi aku mau lihat jadinya."

Tas yang ditaruh Natalia dekat kaki Rosen menuai rasa penasarannya. Di saat Natalia mulai makan, Rosen membuka tas berisi senapan itu dan mengamati senjata baru tersebut. Natalia masih memakai model yang sama dengan apa yang terakhir tidak sengaja mereka harus jatuhkan untuk bertahan hidup, M2010 ESR. Rosen bersiul rendah melihat kelengkapan senapan itu, mulai dari teropong model terkini, peredam suara, perangkat night vision, dan beragam perintilan serupa yang rasanya ingin Rosen obrak-abrik. Tentu saja, Natalia tidak akan senang, dan mereka ada di tempat terbuka tanpa privasi, orang yang lewat mungkin tidak akan beranggapan positif saat Rosen sibuk melihat-lihat senapan itu.

Natalia sudah bisa menggunakan tangan kanannya lebih normal, namun makannya jadi lebih lambat. Ia menolak untuk disuapi jadi Rosen tidak menawarkannya lagi.

"Jadi, ngapain kamu di sini?"

"Males balik," jawabnya terus terang, ia duduk bersila di atas bangku dan menaruh kembali tas senapan Natalia dengan rapi. "Daripada aku buang-buang duit nongkrong di kafe, nongkrong di sini lebih hemat biaya."

"Hmm."

"Kamu juga ngapain?"

Natalia melirik ke arah belakang mereka, ke arah dekat markas. "Aku kepikiran soal Lian."

Rosen mengernyit, entah kenapa ia segera terpikir tentang Mei, kemajuannya untuk melakukan maintenis, dan juga pengakuan Mei soal Lianna. "Kenapa sama Lian?"

"Akhir-akhir ini aku merasa Lian aneh kalau sama Mei."

Mungkin kalau Rosen sedang minum, dia akan ikutan menyembur. Natalia melirik arah Rosen yang berusaha menahan ekspresi gelinya.

"... Apa?"

"Bentar, jadi kamu ... nggak sadar sama sekali?"

Natalia menusuk daging ayam dengan garpu sendoknya lebih dalam. "Soal?"

Rosen terkekeh, ia lalu membisikkan soal apa yang ia dengar dari Mei, dan Natalia segera terbatuk, keras sekali sampai Rosen sedikit menyesal memberitahukan itu ketika dia sedang makan.

"Hah!? Serius?"

"Seratus persen, Nat." jelasnya. Mungkin ia harus membelikan Natalia minum sebelum wanita itu tidak berhenti batuk-batuk karena tersedak cabe garam.

Rosen membelikan Natalia jus apel, sementara dia mencari kopi karamel di mesin minuman terdekat. Ia pun menjelaskan soal apa yang ia ketahui dari Mei dan keraguan Mei seputar hal ini. Barulah Natalia menghela napas penuh kelegaan dan satu kaleng jus apel tandas. Rosen masih juga tertawa geli melihat kelakuan Natalia.

"Setelah dipikir-pikir, mereka lucu banget sih," Natalia menggeleng-geleng. "Pantas si Lian agak-agak."

Giliran Rosen mendelik, "Eh? Jadi ini beneran bukan cinta bertepuk sebelah tangan?"

"Sejak kapan mereka berdua 'bertepuk sebelah tangan', bodoh?" imbuh Natalia. Kalau diingat lagi, mereka berdua memang sering bersama, walau Rosen sendiri tidak tahu kapan dan bagaimana mereka jadi saling tertarik.

Ya, mereka berdua ini lucu sekali. Bahkan lebih lucu ketika Rosen dan Natalia memutuskan berpacaran di suatu sore yang mendadak. Tapi itu sudah jadi masa lalu yang mereka berdua masing-masing bisa kenang.

"Tapi yah, soal Mei," Natalia berdehem. "Wajar kalau memang dia masih sangat kepikiran soal asal-usulnya sebelum memastikan. Dia pastinya tidak ingin ada apa-apa yang membuatnya mempertanyakan dirinya sendiri."

Rosen bersandar lebih dalam ke kursinya, ia menengadah ke langit malam yang cerah saat itu. Sejenak ia gamang. "Belum lagi kita harus fokus untuk mencari Infantry, ya. Bukan saatnya mereka berdua ... bisa duduk tenang membicarakan itu."

Natalia mengangguk setuju, "Apa kubilang."

Mereka berdua duduk dalam hening. Rosen menutup matanya dan membayangkan rumah yang dulu ramai oleh kawan sejawat ayahnya yang tengah berkonsentrasi menciptakan hal baru. Teknologi. Penemuan. Inovasi. Segala yang membuat Kaldera semakin maju juga terasa seperti sumber bencana.

"Nggak ada perkembangan dari panel kontrol, 'kan, Nat?" ia mengerling.

Natalia menggeleng, "Tadi Lian udah cek, nggak ada masalah berarti," ia lalu membuang sisa kotak ayam itu ke tempat sampah terdekat, dan membeli dua kaleng jus apel. "Atau Weiss bukan mengincar panel kontrol?"

Rosen tertegun, sebelah tangannya masih sedikit meremas kaleng kopi. "Kalau tujuan mereka bukan panel kontrol, masak Infantry mau dengan gegabahnya langsung ke-"

Sirene memecah khidmat di antara mereka berdua. Terminal mereka segera menyala untuk memberitahukan kasus luar biasa dan notifikasi mengenai reaktor Sektor 3 yang aktif. Sejurus kemudian, pemberitahuan tentang barikade antar sektor sudah berhasil dibangun dan mengungkung Sektor 3 dari dalam, para penduduk diharapkan tetap di dalam rumah masing-masing hingga status ini dicabut.

"Brengsek, Infantry." desis Rosen yang menghempas kaleng kopinya ke tanah. "Nat, ayo kita ke markas. Kita harus tahu detail sempurna Sektor 3 dan menangkap bajingan itu."

Kelompok kecil yang kemudian dikenal sebagai 'Para Pembebas' sudah mati. Secercah harap dan rahasia kelam akan teknologi itu sudah terkubur bersama otak sang maestro.

Untuk apa seseorang terus berpegang pada idealisme yang sudah terbukti sia-sia?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro