XXXIX. | Hitung Mundur, bagian kedua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah persiapan selesai, mereka berempat segera menuju area reaktor.

Saat melangkah lebih dekat, barulah terdengar suara-suara senjata dan ledakan, jauh dari bagian sektor yang aman dan tentram, larut dalam kebohongan. Semua menyangka ini adalah 'maintenis' berkala reaktor dan semua akan baik-baik saja, sementara kenyataan yang ada jauh dari segala rayuan manis.

Kekacauan yang meluas itu masih dalam area yang sengaja dibatasi dari penduduk sipil, namun banyak sekali bangkai robot, juga anggota pasukan keamanan yang terkulai tak berdaya. Sementara mereka berlari di antara gang-gang kecil, berusaha untuk tidak terlihat oleh pasukan keamanan juga terdeteksi oleh robot humanoid dan servis bot yang berpatroli di sekitar area reaktor.

Sebanyak kurang lebih ribuan robot dikendalikan dari area reaktor sebagai keamanan, begitu Lianna menghitung. Konsentrasi robot yang berpatroli menipis di arah berlawanan dengan barikade, namun bukan berarti tidak ada robot sama sekali di sana. Sesekali Rosen akan menembak jatuh salah satu drone, dan mereka akan berlari ke arah gang lain untuk menghindari ada yang mengejar.

"Jangan terlalu melebar, Ros." Natalia mengingatkan. Dengan sebelah tangan ia sudah mengisi peluru dan mulai menembak drone yang mengejar. Ketika mereka sampai di posisi aman, Rosen kembali mengarahkan mereka ke gang pertama yang dilewati.

Mereka berempat lalu memasang alat komunikasi mereka dan memastikan tidak ada jamming berarti di area reaktor yang dapat menghalangi alur komunikasi mereka. Mereka menepi di salah satu bangunan tua yang tampak sudah lama ditinggalkan, mengamati drone yang mereka kelabui mulai memutar balik. Situasi mereka kini aman dan tidak ada patroli yang mengendus keberadaan mereka.

"Tidak ada sinyal pengganggu atau jammer," Lianna mengetik cepat beberapa kode untuk melakukan cracking firewall di dekat pintu yang nantinya digunakan Rosen untuk masuk. "Beri aku dua menit."

"Oke," Rosen mengisi kembali pelurunya untuk kedua pistol kembarnya. Natalia menggunakan teropong senapannya untuk mengamati tujuan mereka dari kejauhan. Terlalu berbahaya bila mereka mengirim benda mirip drone untuk melakukan pemanduan, mereka hanya memanfaatkan kamera-kamera yang terpasang di reaktor untuk mendapat informasi.

Belum juga terjadi perkembangan berarti dari barikade dan pasukan keamanan. Mereka mungkin terbatas untuk menggunakan senjata agar tidak terjadi ledakan jadi mereka kemungkinan harus meminta personil tambahan untuk mampu menggempur.

"Pintu terbuka," Lianna menekan tombol enter. "Kamu bisa langsung masuk nanti, Rosen."

Rosen mengacungkan jempol, "Thanks," ia lalu mengerling ke arah Natalia. "Kamu ngeker dari mana nanti, Nat?"

"Lima ratus meter, paling. Tiga ratus kalau misalkan si Infantry mulai berulah jadi biar apa-apa aku bisa langsung lari ngambil kamu." sergahnya.

Rosen mengernyitkan dahi, "Gak usah mikirin aku?"

"Mengingat yang kemarin di Sektor 4, rasanya susah deh kalau nggak kepikiran." cibirnya. Lianna pun tertawa. Rosen hanya bisa berkacak pinggang.

Mei yang dipinta Natalia untuk mengamati sekitaran gang sudah kembali bersama mereka. "Situasi aman. Tidak ada drone dalam radius hingga lima puluh meter."

Rosen menepuk tangannya sekali, "Nah! Ayo cabut!"

Mereka mulai berlari lagi, kini lebih cepat dari sebelumnya, menuju tempat di mana mereka berempat akan berpisah jalan. Lianna dan Mei akan memakai lubang masuk yang terletak lima ratus meter dari area utama reaktor dan menuju arah bawah tanah dari Level 1, bersamaan dengan Natalia mencari posisi aman untuknya menggunakan penembak jitu. Rosen yang akan menuju pintu yang sudah dibuka Lianna dan masuk, sambil Natalia yang nantinya akan membantunya terus maju menuju Infantry.

Lianna memandang tiga sosok yang berlari mendahuluinya sekarang.

Bagi Rosen, pastinya ini adalah sebuah 'penutup' yang diinginkannya mengenai apa yang terjadi pada ayahnya, Lianna rasa. Natalia seperti biasa sebagai mediator mereka akan menjadi pendukung dan tidak mempertanyakan motivasi Rosen atau mengapa Lianna dan Mei segera menyetujui rencana ini.

Natalia tampak tidak mempertanyakan kesiapan Lianna dan Mei setelah Mei bersedia untuk satu tim dengannya menuju jantung reaktor dari area level. Di Level 1 Sektor 3 sekitaran reaktor, terakhir Lianna lihat, hanya ada beberapa robot humanoid yang berjaga, tidak separah pengamanan di jalan-jalan ini. Ia dan Mei akan menuju reaktor dari dalam sementara Rosen dan Natalia dari luar.

Situasi mencekam ini memang tidak diinginkan, akan tetapi Lianna lega bisa mengalihkan pikirannya dari masalahnya dengan Mei dan apa yang sudah ia usulkan pada Mei.

Lianna sesekali menutup matanya, membayangkan Kaldera yang jelas di benaknya. Wajar mungkin para peneliti itu mengidamkan kembali ke tanah yang seharusnya milik mereka, bagaimana pun caranya, karena Kaldera begitu subur dan indah. Memang, apa yang mereka lakukan dan cara yang mereka pakai belum bisa terbukti aman dan memiliki banyak kerugian, lagi Lianna tidak bisa serta-merta menyalahkan mereka.

Namun, apa Lianna juga sebegitu inginnya kembali ke tanah Kaldera? Tidak—kehidupannya ada di sini di Pulau Melayang, hanya kebetulan memori-memori dan cerita-cerita memukau dari buku yang dibacanya membuatnya mempertanyakan segalanya.

Mengapa tragedi harus terjadi di tanah yang indah, dengan penduduk yang saling bahu-membahu dalam teknologi dan kemajuan, juga dibantu oleh Peri Merah yang sangat baik hati? Mengapa mereka yang hidup di masa depan nantinya terus menderita dengan permasalahan energi dan kependudukan yang tiada habisnya?

Belum habis pikir dirinya mempertanyakan itu, Lianna dihadapkan dengan kenyataan lain.

Ada makna di balik ia mengalami mimpi ini, dan ada juga makna di balik pertemuan mereka dengan Mei. Seperti roda yang lama sudah berhenti, segalanya seperti tampak bergerak lagi, sedikit demi sedikit.

Lianna melirik ke arah Mei yang kini sudah lebih cekatan memegang SMG miliknya. Cara tembaknya lebih rapi dan pengambilan keputusannya lebih tertata - Rosen telah mengajarkannya dengan baik.

Sejenak, Lianna kembali memikirkan apa yang sudah terjadi baru saja di antara mereka. Pengakuan Mei membuat segala rasa yang ada di benak Lianna sekilas tandas, trivial, tidak berguna. Mei tetap melihat dirinya sebagai alat yang hendak melaksanakan fungsi, juga fakta mengenai hydrargyrum dan Aether.

Lianna mengingat ketika pertama kali mimpi anehnya bermulai, sejenak setelah peristiwa pembajakan gedung. Saat itu ia tidak ingat betul apa yang telah terjadi setelah ia berhasil selamat dari ledakan yang mungkin akan menewaskannya, dan mimpi itu datang seperti mengisi kehampaan.

Mimpi itu Lianna kemudian anggap sebagai ilusi dari benaknya yang sudah lama membaca dan mengingat intisari yang kurang lebih sama: buku 'Tanah Yang Dilupakan Tuhan'. Mimpi itu tidak lagi terjadi hingga ia hampir tewas di tangan pedang Rook Putih.

Di kali kedua, Lianna berpikiran pastinya ada sesuatu yang membuat dirinya mengalami dan menginderai ingatan itu, menjadi seorang pengamat untuk melihat proyek Salamander selesai dan Kaldera mengalami masa keemasannya.

Setelah mendengar cerita Mei dan melihat Aether, sihir yang berkaitan dengan ruang dan waktu, sesuatu terpercik pada Lianna.

'Gunakan Aether padaku,' - ia merasa bodoh sudah mengusulkan hal ini.

Di balik benaknya, terasa segala mimpi itu sudah semakin menjadi nyata. Tidak lagi ia merasa bukan bagian dari cerita itu, seakan segalanya yang sudah selalu dekat benar-benar telah ada di genggamannya.

Salamander. Sang pengamat. Wanita berambut putih pualam dan bermata biru yang bersama sang pengamat. Wanita yang dia panggil sebagai 'Mei', dan wanita itu tampak tidak keberatan.

Di samping itu semua, perasaan yang ia punya pada Mei membuat segalanya terasa rumit.

Apa sekarang Lianna sudah terobsesi dengan mimpi untuk mencoba kabur dari rasa yang mungkin tak berbalas? Bisa saja apa yang terkembang di dirinya ini hanyalah delusi. Bisa saja tidak ada yang didapatkannya setelah mengetahui akhir dari segala mimpi.

Ah, ini semua membingungkan.

"Lianna, sebentar lagi kita akan turun."

Mei membuyarkan lamunannya, ia pun mengangguk pelan dan membalas Mei dengan senyum.

Ia harus bersikap biasa. Netral. Ia harus fokus agar Rosen bisa kembali dengan selamat.

Mereka berempat pun berpisah jalan sesuai yang sudah direncanakan - Lianna dan Mei turun dengan cepat menuju Level 1, Natalia mengambil vantage point, dan Rosen merangsek masuk ke arah pintu masuk area reaktor.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro