Line 16 | Luster

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Line 16 Luster

.
.
.

Sophia menjilat jarinya. Remahan manis sisa mustacei rasanya terlalu sayang untuk dibuang begitu saja. Ia menghela nafas, lalu mendongak menatap langit malam. Setelah beberapa menit, gadis itu meraih tasnya dan kembali berjalan.
Raven diam-diam melangkah mengikuti Sophia. Gadis itu terus melangkah, bahkan Raven yang sudah lama berada di tempat ini pun tak mengerti arah tujuan gadis itu.

Pria itu terkejut saat melihat Sophia mempercepat langkah kakinya. Tak perlu ikut berlari, Raven hanya perlu memperlebar langkahnya. Sophia berbelok pada salah satu gang dan diikuti oleh Raven.

Kaki Raven tiba-tiba melangkah mundur. Ia secara spontan menghindari kepalan tangan mengarah ke wajahnya.

"Raven?!" seru Sophia terkejut. Ia tak menyangka jika orang yang mengikutinya adalah orang yang ia kenal. "apa yang kau lakukan?!"

"Dari mana kau tahu jika ada yang mengikutimu?" Raven mengalihkan pembicaraan. Tak ada keinginan untuk menjawab pertanyaan Sophia.

"Aku sudah biasa diikuti, jadi aku tahu. Aku merasa ada yang mengikutiku sejak aku pergi dari jembatan," jawab Sophia. "Mengapa kau mengikutiku?"

Keras kepala, batin Raven. Ia mengalihkan pandangannya dari kedua mata hijau Sophia, "Kau menghilang begitu saja dari rumah Kniga."

Sophia terdiam. Ia menggosok lengan kirinya, "Aku ingin mencari tempat tinggal."

"Kenapa tidak mengajakku?"

Sophia menatap Raven tepat di matanya, "Karena aku tidak ingin merepotkanmu. Aku sudah banyak merepotkanmu di perjalanan. Lagi pula kemampuan memanahku tidak berkembang."

Raven menyipitkan matanya. "Apa maksudmu?"

"Apa kau melupakannya? Kau membolehkanku untuk ikut perjalanan selanjutnya jika aku berhasil menguasai senjata itu, 'kan?" jawab Sophia.

Raven menghela nafas sekaligus mengangkat helaian rambut poninya."Ayo, kita bicarakan di rumah Kniga saja."

---

Raven mendudukkan Sophia di atas kasurnya. Kniga sudah tidur dan membiarkan seluruh lampu dalam keadaan mati. Hanya ada penerangan dari lentera di kamarnya sekarang.

Dalam mata hijau milik Sophia, dan pantulan cahaya lentera dan pancaran rasa ingin tahu yang luar biasa. Raven menghela nafas sekali lagi. Sophia ingin Raven menjawab pertanyaannya. Sementara itu, tak ada satu pun suara yang dapat mereka dengar kecuali suara angin yang mengetuk pintu dengan bantuan ranting.

.
.
.

Ikut kisah mereka di sini!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro