55

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


vote dulu sebelum baca, yaa 😍 terima kasih❤️🫶🏻55

Ketika Jiro membuka mata, hanya ada keheningan yang menyambutnya. Gorden jendela itu tertutup seolah saat ini masih pagi. Namun, jarum pendek jam dinding menununjuk angka sepuluh. Pada akhirnya, dia tidak berangkat ke sekolah.

Dia segera terduduk dan melihat ke sampingnya. Tak ada Kalila. Tak ada juga suara berisik di luar sana. Apakah Kalila pergi tanpa membangunkannya dan langsung pulang ke rumah untuk berangkat ke sekolah? Harusnya Jiro bisa lebih cepat bangun. Sayangnya, dia baru tidur sebelum pukul lima. Perasaan tak nyaman atas apa yang terjadi semalam di antara dirinya dan Kalila membuat cowok itu sulit tertidur.

Jiro menyingkap selimut dan segera berdiri dari tempat tidur. Tak sengaja tatapannya terfokus pada noda darah di seprai putihnya. Segera dia alihkan perhatiannya dari sana, lalu terduduk di tepi tempat tidur dan mengusap rambutnya. Semuanya telah kacau.

Tadinya kehamilan Kalila adalah sesuatu yang dia inginkan agar Ibu dan Bapak tak bisa memisahkan mereka, tetapi sekarang situasinya berbeda. Jika Kalila hamil, maka itu bukan untuk mendapatkan restu Ibu dan Bapak. Melainkan sebuah insiden yang tak dia inginkan, tetapi dia tetap harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi nanti.

Hamil tidaknya Kalila, Jiro tetap akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan pada cewek itu.

Apa Kalila sedang baik-baik saja sekarang? Diambilnya ponsel di nakas untuk segera menghubungi Kalila. Ada banyak notifikasi yang masuk. Bahkan ada beberapa panggilan telepon dari Ibu. Kenapa dia tidak mendengarkan satu pun dering notifikasi?

Pandangan Jiro tertuju pada mode diam. Siapa yang mengatifkannya? Tak pernah sekalipun cowok itu mengaktifkan mode diam di ponselnya sejak kemarin. Bahkan di malam setelah dia melakukan hal terlarang bersama Kalila, masih terdengar getar dari ponselnya karena sebuah notifikasi pesan dari Ashana yang tak dia balas karena pesan cewek itu hanya sekadar basa-basi.

"Kalila...?" Jiro berbisik. Hanya Kalila yang bersamanya malam ini sampai cewek itu pergi.

Jiro membuka aplikasi berkirim pesan. Tak sedikitpun cowok itu fokus pada banyaknya pesan yang masuk. Dia hanya ingin segera menghubungi Kalila. Bertanya, di mana Kalila sekarang? Apa Kalila baik-baik saja?

Namun, satu pesan baru dari Trey membuat ibu jemari Jiro berhenti bergerak di atas keyboard sentuh.

Trey: lo di mana, sih? kenapa enggak bisa dihubungin?

Trey: ibu dari tadi ngehubungi lo enggak lo angkat-angkat.

Trey: lo bareng kalila, kan? lo dan kalila lagi ngeprank kan?

Trey: iya kan, kak?

Trey: please! jawab kalau lo bareng kalila sekarang

Trey: dia enggak mungkin naik di pesawat yang ada di berita itu

Trey: ngapain juga naik pesawat sendirian? kalian ngeprank kan?

Trey: tapi kak, tadi gimana kalila bisa tahu kalau pesawat itu bakalan jatuh?

Trey: ah! gue tahu, dia mungkin aja naik pesawat. selfie doang. kebetulan doang! terus sebelum pesawat berangkat, dia pasti turun dari pesawat dan enggak ikut!

Masih ada beberapa pesan dari Trey lagi yang tak henti-henti masuk. Semua pesan Trey, hanyalah kalimat-kalimat penghiburan diri. Semua orang mungkin sedang bersedih. Jadi, satu-satunya yang Trey ganggu, sekaligus karena merupakan orang yan tak muncul sejak semalam adalah Jiro. Tak ada yang berpikir bahwa Jiro mungkin saja pergi bersama Kalila di pesawat itu karena Jiro masih bisa dihubungi.

Jiro meremas rambutnya saat membaca pesan-pesan di grup keluarga. Semua terlihat masuk akal. Kalila yang katanya menaiki pesawat sendirian. Kalila yang mengirimkan potret selfie bersama sebuah boarding pass yang tercantum dengan jelas nama pesawat yang sama dengan pesawat jatuh yang ramai di portal berita maupun yang muncul di siaran berita televisi. Kalila yang mengirimkan pesan terakhir sebelum cewek itu tak bisa lagi dihubungi karena sepertinya telah menyalakan mode pesawat di ponselnya karena aturan penerbangan.

Jiro menjatuhkan ponselnya ke lantai. Dia menunduk, menahan keningnya dengan tangan yang sikunya tersangga di lutut.

Ini mimpi, kan?

Pasti ini mimpi. Mimpi terburuknya.

Dia berharap segera terbangun dari mimpi, tetapi jam dinding berdetak setiap detiknya. Semua terasa nyata. Tidak... Bukan terasa nyata lagi, tetapi ini memang kenyataan.

Akan tetapi, kenapa dia tidak percaya Kalila meninggal?

Jiro baru sadar. Kesedihan Kalila semalam bukan karena Kalila bertengkar dengan temannya, tetapi karena Kalila akan meninggalkan semua orang di masa ini.

Semua rasanya sudah direncanakan oleh Kalila. Dan mungkin, Kalila sengaja memalsukan kematiannya dengan cara seperti ini agar cewek itu bisa ke masa depan di mana keluarga kandungnya berada tanpa membuat orang-orang yang ditinggalkannya kebingungan jika dia menghilang tanpa jejak.

Pesawat yang meledak di udara, lalu jatuh ke lautan. Mustahil bisa menemukan semua mayat dan mengembalikan mereka ke masing-masing keluarga mereka. Meskipun pesawat yang ditumpangi Kalila masih dalam tahap pencarian karena masih baru, tetapi Kalila pasti tahu apa yang terjadi dengan pesawat itu sebelum dia menaikinya karena orang-orang di masa depan mempunyai akses untuk mengetahui apa yang terjadi di masa ini.

Kalila pasti belum meninggal, tetapi dia hanya pulang ke rumah keluarga kandungnya.

Jika Kalila memalsukan kematiannya, maka itu artinya Kalila tak akan kembali lagi ke masa ini.

Akan tetapi, bolehkah Jiro berharap suatu saat Kalila akan datang padanya?

***

Tidak ada yang tidak bersedih atas perginya Kalila. Nama Kalila tercantum dalam daftar penumpang pesawat yang seluruh penumpang, awak kabin, beserta pilot dan kopilot dinyatakan meninggal dunia.

Tak ada yang bisa selamat dari pesawat yang hancur di udara, lalu serpihan-serpihan pesawat beserta isinya jatuh ke lautan, terbawa ombak, hingga berada di lautan terdalam.

Trey tidak bisa menerima fakta itu. Sejak bolos sekolah di hari jatuhnya pesawat itu, Trey berusaha denial. Dia mengatakan segala kemungkinan-kemungkinan yang intinya Kalila tidak berada di pesawat itu. Namun, Kalila tak pernah pulang. Tak juga bisa dihubungi. Trey berakhir mengurung diri di kamar dan di malam hari terdengar suara tangisannya yang pilu. Trey juga tidak hadir ke sekolah sejak saat itu.

Adam bahkan kembali pulang sejak hari itu dan menemani kedua orang tuanya yang telah kehilangan anak perempuan satu-satunya di rumah ini.

Utari duduk diam di tepi tempat tidur. Sejak dulu, dia telah menyiapkan diri karena dia mengetahui akan ada saat di mana Kalila kembali ke tempat asalnya, yaitu masa depan. Masa di mana Carissa, mama kandung Kalila, menunggu kedatangan Kalila.

Ternyata, Utari masih sulit menerima kepergian Kalila. Ini terlalu mendadak. Meski dia telah mempersiapkan diri untuk mengikhlaskan kepergian Kalila selama hampir tujuh belas tahun.

Setiap waktu, Utari mempersiapkan perasaannya. Saat Kalila masih kecil, Utari selalu khawatir jika saja Kalila tiba-tiba pergi. Kehadiran Kalila di keluarga ini saja adalah sesuatu yang berharga untuknya karena merupakan satu-satunya anak perempuannya meski bukan anak kandungnya.

Carissa, mama kandung dari anak itu, adalah teman lama Utari. Utari mengetahui apa yang terjadi pada Carissa. Dia mengetahui bahwa Carissa datang dari masa depan dan ke masa ini untuk berlindung dari masa kehancuran negara.

Carissa meminta tolong padanya bahwa anaknya yang akan terlahir itu akan dia titipkan pada Utari yang juga menginginkan anak perempuan. Namun, Carissa meminta tolong padanya untuk tidak memberitahukan kepada siapa pun terkait asal-usul asli Kalila.

Entah sejak kapan Carissa dan Kalila berkomunikasi. Utari tak tahu terkait hal itu. Dia menghargai mereka berdua yang tetap merahasiakan semua tentang masa depan dan juga merahasiakan kapan Kalila pergi.

Namun, sepertinya Kalila tak ingin pergi tanpa meninggalkan pesan padanya. Sebuah surat yang Kalila berikan padanya di hari sebelum Kalila menaiki pesawat itu dan meminta Utari untuk membukanya di hari selanjutnya.

Utari sudah membaca pesan itu berkali-kali. Untuk memastikan sekali lagi bahwa Kalila benar-benar baik-baik saja. Meski Kalila memintanya untuk segera melenyapkan surat itu agar tak jatuh ke tangan orang lain, tetapi Utari masih menyimpannya dan membacanya lalu memeluknya setiap dia sendirian di kamar itu.

Ibu, saat Ibu baca sura ini, aku sudah enggak ada di sini. Aku pergi ke rumah Mama dan nggak bisa pamit dengan baik, tapi aku janji akan baik-baik saja di tempat yang baru.

Maafin aku, Ibu. Aku berbohong ke semuanya. Aku enggak meninggal. Aku sengaja naik ke pesawat itu karena Mama dan Papa tahu tentang apa yang terjadi dengan pesawat itu. Rencana Papa adalah kematian palsu. Kematian palsu adalah cara yang lebih baik daripada aku menghilang tanpa kejelasan.

Ibu, aku minta maaf karena baru ngomong sekarang tentang yang sebenarnya. Aku tahu kalau Ibu tahu tentang apa yang terjadi sama aku, tapi Mama enggak ngebolehin aku bahas apa pun tentang itu termasuk ke Ibu karena Mama enggak mau semua berakhir didengar orang lain.

Ibu, aku buat surat ini tanpa sepengetahuan Mama. Aku enggak bisa pergi tanpa ninggalin apa-apa buat Ibu. Aku janji, aku akan hidup dengan baik..

Ibu, ini surat terakhir Kalila untuk Ibu. Aku dan Ibu enggak akan ketemu lagi, tapi di sini, di tempat yang baru, aku akan tetap mengingat Ibu. Aku enggak akan mungkin lupa segala hal tentang Ibu dan yang lain.

Terima kasih karena selama hampir tujuh belas tahun ini, Ibu selalu memberikan kasih sayang yang berlimpah. Ibu menganggap aku seolah aku anak kandung Ibu. Maafin Kalila karena enggak bisa ngasih apa-apa. Maafin Kalila karena apa yang Ibu kasih enggak bisa Kalila balas dengan setara. Maafin Kalila kalau selama ini Kalila nakal. Maafin Kalila kalau Kalila pernah buat Ibu nangis. Maafin Kalila, Ibu. Maaf.

Aku sayang banget sama Ibu dan enggak rela ninggalin Ibu, tapi kepergian aku kali ini adalah pilihan yang tepat, Ibu.

Selamat tinggal, Ibu. Aku mencintai Ibu.

- Kalila

Sepertinya, Utari sudah bisa sedikit merelakan. Utari berhasil merobek surat itu menjadi dua bagian, menjadi empat bagian, delapan bagian, hingga tak lagi beraturan. Surat yang sudah tak bisa dia baca itu berakhir di tempat sampah.

Berkali-kali membaca sura yang sama, membuat Utari bisa mengafal isi dari surat tersebut. Utari keluar dari kamar dan menghapus air mata yang jatuh di pipinya. Perempuan itu berhenti di depan kamar Trey, mengetuk pintu kamar Trey sembari tersenyum sedih.

"Trey, sudah sore. Makan, ya?"

Namun, tak ada balasan apa pun. Tak lama kemudian suara isak tangis Trey terdengar kencang. Utari mencoba membuka pintu dan ternyata tak terkunci. Dia memasuki kamar anak bungsunya itu, lalu menghampiri Trey yang sedang duduk menekuk lutut di lantai dekat tempat tidurnya.

Utari berlutut, lalu dia menarik Trey ke dalam pelukannya. "Ikhlaskan Kalila, ya, Nak? Kalau kamu sedih berlarut kayak gini, Kalila juga bakalan sedih."

"K—kenapa?" Trey menangis tersendat-sendat. "Kenapa Kalila ninggalin kita lebih cepat? Kenapa dia yang pergi duluan?"

Utari tak bisa menahan tangisnya dan memeluk Trey dengan erat.

***

Akhirnya, Jiro memberanikan diri mendatangi pantai yang penuh kenangan ini.

Anggota keluarganya yang lain berpikir bahwa laut adalah tempat peristirahatan terakhir Kalila. Namun bagi Jiro, tidak seperti itu.

Jiro berdiam diri di tepi pantai. Sesekali air lautan menyapu kakinya dan angin menyentuh kulitnya. Dia terlihat seperti raga yang tak punya nyawa. Tatapannya terkadang kosong setiap kali memikirkan Kalila yang benar-benar telah pergi dari hidupnya.

Dulu dia membenci Kalila dan mengharapkan kepergian Kalila dari keluarga ini, tapi itu dulu sekali, bertahun-ahun lalu, saat mereka masih kecil. Sampai akhirnya dia melihat Kalila dengan cara berbeda, memikirkan gadis itu sepanjang hari, merupakan cinta pertamanya, dan membuatnya tak bisa berpaling ke cewek mana pun.

Bukan ini akhir yang dia inginkan. Bukan perpisahan yang dia inginkan. Bukan kepergiaan Kalila yang dia inginkan. Namun, semua berkata lain.

Di tangannya terdapat sebuah kotak beludru yang terdapat sepasang cincin platinum yang dia pesan dua bulan lalu untuk dia berikan kepada Kalila di hari ulang tahun Kalila yang ke-17 tahun.

Satu jam lagi, Kalila memasuki usia dewasa. Namun, Kalila sudah tidak ada di sini.

Jiro masih yakin bahwa Kalila masih hidup di suatu masa yang tak Jiro ketahui.

Dia bisa apa? Kalila yang menginginkan semua ini.

Sejak awal, Kalila tak pernah memberitahukan kepada siapa-siapa tentang liontin itu. Tak pernah membahas tentang mama kandungnya yang masih ada. Jiro merogoh kantongnya dan mengambil liontin milik Kalila yang cewek itu tinggalkan di tempat biasa. Kalila tak membawa liontin itu pergi bersamanya. Apakah agar sandiwara kematian itu bisa dipercayai oleh Jiro?

Liontin ini hanyalah liontin biasa. Tak ada hologram yang muncul. Mungkin sudah dirusak atau mungkin pembuatnya telah memutuskan koneksinya secara permanen.

Jika Kalila pergi dan memalsukan kematiannya, itu artinya Kalila tidak berniat untuk kembali.

Jika benar Kalila masih hidup, maka ... bagaimana jika Kalila hamil?

Jiro mengerjap. Sebuah kenangan muncul satu persatu di benaknya. Anak yang bernama Kala, yang muncul dalam waktu singkat kemudian pergi dan menghilang bak di telah bumi.

Kala yang ingin menganggapnya seorang bapak. Juga menjadikan Kalila sebagai ibunya.

Ah, kenapa dia baru sadar itu? Cowok mana yang terlihat mengejar-ngejar cewek, tetapi bukan cinta yang dia inginkan, melainkan kasih sayang seorang ibu?

Apakah ... Kala adalah anaknya yang datang dari masa depan? Apa mungkin begitu? Cerita tentang keluarga anak itu mirip dengan apa yang Jiro dan Kalila alami. Kalila meninggalkan Jiro karena keadaan. Kalila hamil di luar pernikahan.

Mustahil semua yang Kala lakukan adalah hanya kebetulan belaka. Semua yang terjadi terlalu masuk akal untuk dia katakan bahwa Kala adalah anaknya dari masa depan.

Jika benar Kala datang dari masa depan, maka di mana Kalila saat itu?

Jika Kala saja bisa menggunakan mesin waktu, maka kenapa Kalila tidak melakukan hal yang sama dan mendatanginya?

Jiro mendongak dan tersenyum. Meski matanya berkaca-kaca saat menatap bulan yang hampir sepenuhnya tertutupi oleh awan, tetapi dia masih punya harapan untuk menunggu Kalila datang menemuinya, kan?

***




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro