HE IS MINE

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bang Raga!!!"

Raga menoleh dengan dahi berkerut, fokusnya beralih dari hape kepada Amir yang rusuh di depan pintu rumah.

"Lo bukan Tarzan, jangan teriak-teriak dirumah."

"Anjir, noh Nyai Ronggeng lu dateng, mampus!!"

Raga diam mencerna ucapan Amir kemudian dengan kedua alis naik pemuda itu ikut rusuh juga. Dea yang baru saja keluar dari toilet sampai bingung melihat kedua pemuda dihadapannya yang sekarang sedang dorong-dorongan.

"Assalamualaikum," teriak Jennar cempreng.

Jennar berhenti sejenak, kedua alisnya menyatu pandangan matanya tertuju pada Amir dan Raga yang kompak nyengir kuda dihadapannya.

"Pada kenapa?"

Masih dengan pose yang sama keduanya sekali lagi kompak geleng-geleng kepala.

"Belum makan? nih gua beliin ketoprak. Ini buruan," ujar Jennar seraya memberikan plastik bawaannya.

Amir dengan cepat mengambil plastik yang diberikan Jennar kemudian kabur berlari ke dapur meninggalkan Raga dengan senyum kaku dan Dea yang bingung tak mengerti.

"Yang aku bisa jelasin," ucap Raga terbata.

Jennar sudah menaikan sebelah alisnya tinggi dan Dea mengernyitkan dahinya bingung.

"Kamu udah sampe?" tanya Jennar kepada Dea.

Raga bengong tak digubris Jennar.

Dea mengangguk mengiyakan dengan senyum lebarnya.

"Loh, yang?"

"Apa?"

Raga hanya tersenyum kikuk melihat Jennar yang sudah melotot padanya.

"Jangan ke GR-an dia mau ketemu aku bukan kamu," kata Jennar sinis. Kemudian mengapit tangan Dea mengajak gadis itu kehalaman belakang.

Keduanya melewati Amir yang sedang memindahkan ketoprak dengan brutal sampai-sampai terdengar suara ramai sendok berjatuhan dilantai.

"Bukan Amir kalau gak ceroboh," ejek Jennar geleng-geleng kepala.

Amir menoleh menghembuskan nafas kesal karena harus membereskan semuanya.

"Sayangggg tolongiiinnn," rengek pemuda bongsor itu.




"Aku kira Abang bakal selamanya ada ditempat yang sama sampai akhirnya mbak datang entah dari mana," ucap Dea dengan senyum pedih.

Jennar menoleh dengan wajah datar, keduanya duduk dipinggir lapangan basket belakang saling menatap jauh langit biru diatas mereka sore ini.

"Karena tau Abang suka banget sama aku, aku sampe seenaknya mainin perasaan dia sampai lupa bahwa segala sesuatu bisa hilang kalau tak dijaga," lanjut Dea dengan suara bergetar.

Jennar tersenyum tipis, "sesuatu yang memang bukan untuk kita gak akan pernah bisa jadi milik kita walaupun mau kita genggam seerat apapun."

Dea menoleh dengan wajah bingung menatap wajah Jennar dari samping dengan perasaan kalah.

"Tapi mau gimana mbak, aku sama Abang tumbuh bersama sedari kecil, aku cinta pertamanya Abang."

Jennar tersenyum kembali kali ini lebih lebar. "Pernah dengar ungkapan gak? kalau cinta pertama itu gak pernah sukses? gak ada yang tau kan jodoh kita siapa?" jawab Jennar menoleh dengan senyum tipis."

Dea menghela nafas pelan, kembali membuang muka menatap langit.

"Termasuk mbak kan? belum tentu jodoh sama Abang."

Jennar mengangguk mengiyakan ucapan Dea.

"Setidaknya kami sudah sejauh ini sedang berusaha bersama menuju kearah sana, dan kamu cukup pintar untuk mengerti maksud mbak apa."

Dea menoleh tak terima, Jennar masih dengan senyum tipisnya menatap tepat dimanik mata bulat Dea.

"Maksud mbak?"

"Wanita baik-baik gak bakalan ngerusak hubungan wanita lainnya, women respect women," ucap Jennar tegas.

Dea mengerjap beberapa kali kemudian mengangguk dengan senyum getir.

"Apa aku salah mbak minta perhatian Abang sedikit aja?"

"Salah, salah besar malah," tegas Jennar dengan wajah dingin. "Women respect women!! kamu harus pahami itu. Gak ada wanita yang rela berbagi perhatian De, termasuk mbak."

Dea mengangguk perasaannya menclos mendengar ultimatum Jennar, sedikit tapi nyelekit.

Jennar menghela nafas pelan, menoleh kepada Dea yang masih dengan pandangan yang sama, pilu.

"Mungkin kamu cinta pertamanya Raga, tapi kalau alam maunya Raga sama mbak, kamu bisa apa?mbak bisa apa? ini pertama dan terakhir kalinya mbak minta tolong buat jaga jarak sama Abang, mbak bukan mau ngerusak hubungan sekedar tetangga dan teman masa kecil kalian mbak hanya gak mau nyakitin perasaan Abang kaya yang kamu lakukan dulu, pergi dan mengulangi kesalahan."

Dea mengerjap terkejut menatap Jennar sekali lagi dengan nanar, "mbak tau?"

Jennar mengangguk mengiyakan, "gak ada rahasia diantara kami berdua, sekecil apapun Raga selalu cerita sama mbak."

Dea tersenyum kecil matanya mengerjap menahan bening air yang sebentar lagi akan turun, Jennar melihatnya gadis itu menepuk nepuk pelan pucuk rambut Dea menenangkan gadis berambut sebahu tersebut.

"He's mine De. Suka gak suka kamu harus terima itu," tutup Jennar dengan senyum lega.




Jennar tak heran jika tiba-tiba ada tangan kekar yang melingkar dipinggangnya dengan seenak jidat, sudah bisa dipastikan pelakunya si es serut.

"Aku bangga punya kamu," bisik Raga tepat ditelinga Jennar.

Keduanya berada di dapur saat ini, Jennar pusing sendiri karena Raga yang rusuh minta dimasakan mie goreng sedari kemarin.

"Kenapa?"

"Bangga aja, aku gak pernah dipertahankan seperti ini sebelumnya," ucap Raga masih dengan berbisik.

Jennar tersenyum terkulum hidungnya sampai mekar menahan cengiran lebar khas gadis itu. "Bilang apa coba?"

"Makasih sayang."

"Sama-sama kasep," jawab Jennar yang membuat Raga nyengir lebar.

"Marry me please?"

"NO!!"

"Why?"

"Modal ganteng doang duit gak punya buat apa?" ejek Jennar cekikikan.

Raga melotot mendengarnya, tangannya dengan cepat mematikan kompor menarik Jennar menaikan gadis mungil tersebut diatas meja makan.

"Ngomong sekali lagi," perintah Raga kedua tangannya sudah mengurung Jennar.

"Ngomong apa?" tanya Jennar cekikikan.

"Yang."

"Apa sih, serius banget mirip kanebo. Aku becanda doang kali," kata Jennar dengan kedua tangan sudah mencubit pipi Raga.

Raga menghela nafas, menempelkan dahinya pada dahi Jennar. Jennar mengerjap wajah gadis cantik tersebut sudah memerah menahan malu.

"Aku sayang sama kamu," ucap Raga. Kemudian menekan kepala belakang Jennar melumat bibir Jennar dengan pelan.

Jennar masih mengerjap menahan nafas, Raga masih menuntut tak memberi gadisnya kesempatan. Tak lama Jennar mengikuti keinginan Raga membalas lumatan Raga dengan pelan dan dalam, tangannya sudah meraba punggung Raga dan berakhir dengan meremas rambut sang Es serut.

Jennar mulai menggeliat ketika dirasa tangan Raga sudah menelusup masuk mengelus perut rata Jennar.

"Sa-sayang."

Raga melapas ciumanya, beralih mengecup leher kuping kepala hingga hidung mungil Jennar.

"Bisa gila aku kalau deket kamu gini," ucap Raga sambil menunduk.

Jennar cekikikan dibuatnya. Raga mengangkat pandangan matanya mencubit gemas pipi tembam Jennar.

"Kamu jangan lucu-lucu gini dong yang."

Jennar kembali cekikikan melihat Raga yang frustasi. Pemuda tersebut melirik kiri kanan diikuti Jennar yang kebingungan mengikuti kelakuan sang pacar.

"Kenapa?" tanya Jennar dengan mata mendelik.

Raga menurunkan Jennar dari meja makan, merapikan rambut gadisnya kemudian berbisik pelan, "don't anyone know about this."

"About what...."

"About us almost making love maybe."

"RAGA!!!" teriak Jennar memukul Raga.

Pemuda itu cengengesan, kemudian menarik Jennar menuju kamarnya.

"Mau kemana?"

Raga menoleh dengan alis dinaik turunkan, Jennar sudah membola.

"NO!!!"

"Gak ada no no no, salah siapa bikin gemes."

"RAGA!!!" teriak Jennar lagi bersamaan dengan cepatnya Raga menutup pintu kamar.

Hening.....
Yang tertinggal hanya suara hujan yang mengguyur dengan deras....

DEA:Abang Dea habis sakit, abang lagi apa? Dea kangen banget sama Abang.

Jennar melihat notifikasi yang muncul dari hape Raga yang sedari tadi ada dipangkuannya sang pemilik sedang bermain ps dihadapannya sekarang bersama Uman dan Amir.

Mengerutkan kening dengan cepat Jennar membalas pesan singkat Dea.

Raga.Bumi:Hai Dea ini Jennar, pacar Raga. Bisa kita ngobrol berdua aja besok? mau dimana yuk ngobrolnya biar asik heheh gue tunggu balasannya ya,Tq.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro