HOME

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setiap permasalahan ada jalan keluarnya...

•••••••••••

Setelah menempuh perjalanan selama dua jam lebih Anin yang memang ditemani Jennar Raga dan Amir sampai di Bandung.

"It's oke honey?" tanya Amir begitu mendapati raut wajah Anin yang tegang.

Anin mengangguk mengiyakan tapi wajah khawatir dari gadis itu tak bisa disembunyikan. Amir meraih tangan Anin menenangkan gadis cantiknya.



Anin menahan nafas begitu pintu rumah dibuka, sosok wanita tua keluar menyambut Anin yang sekarang ditemani Amir saja karena Jennar dan Raga memilih menunggu di dalam mobil.

Sosok tua dengan kebaya biru muda tersebut langsung memekik begitu tau siapa yang ada dihadapannya sekarang.

"Non adek...?"

"Eugh. Assalamualaikum mbah Mun."

Wanita tua dengan sapaan mbah Mun tersebut sontak memeluk Anin dengan tangis pecah.

"Bapak, Pak... woalah Bapak Non adek pulang loh iki pak," teriak wanita tua itu seraya memeluk Anin tak mau lepas.

"Nak."

Anin tercekat begitu melihat sosok Papinya Hendrawan muncul dengan wajah haru, pria dengan wajah tampan mirip dirinya itu sudah tak muda lagi, sedikit rasa sesal menyelimuti perasaan Anin betapa ia membuang waktunya untuk sekedar marah. Anin menyalami Papinya tapi Hendrawan dengan cepat menarik tubuh anak bungsungnya anak yang dirindukannya siang malam.

"Ya Allah nak, kemana aja kamu?"

Anin diam di dalam pelukan Papinya dengan mata berkaca-kaca gadis itu membalas pelukan Hendrawan.

Airmata yang ditahannya sedari tadi pun turun tanpa bisa Anin tahan lagi, gadis itu menangis sesegukan.

"Bodo amat mau bilang maung kok nangis yang penting gua kangen Papi."

Dan Jennar memparhatikan semuanya dengan mata yang sudah basah disertai senyum lebar gadis mungil tersebut.


Selesai sholat isya Jennar Raga dan Amir pamit pulang Anin tak ikut karena akan menginap dirumahnya selama dua hari.

"Kenapa gak pada nginep aja sih?" pinta Anin begitu sampai dihalaman rumah.

Jennar senyum merekah mendengarnya, "puas-puasin dulu kangen sama Papinya, kalau udah baru pulang ya?"

Anin mengangguk mengiyakan, memeluk Jennar sesaat lalu berpaling melihat Amir yang tersenyum kebapakan.

"Dih jangan senyum gitu lo, ngeri berasa lihat pedofil gue," ejek Anin.

"Eh yang lebih tua siapa coba?"

"Gak sampe setahun anjir, gue gibeng lu," balas Anin tak mau kalah.

Jennar dan Raga sudah tertawa ngakak melihat kelakuan keduanya.

"Jangan kangen ya sayang, aku gak bakal macem-macem kok dirumah," lanjut Amir lagi menggoda Anin.

Jennar ingin muntah empedu mendengarnya.

Anin mengangguk mengiyakan dengan senyum sumringah.

"Udah-udah stop, ayo pulang," usir Jennar setelah dilihat Amir dan Anin akan berpelukan. "Pelukan melulu lo berdua, teletubis?"

"Sialan," umpat Anin lantas ngakak sendiri.

Jennar dan Raga masuk kedalam mobil terlebih dahulu meninggalakan Amir dan Anin yang masih cengengesan.

"Hati-hati dijalan ya."

Amir mengangguk mantap.

"Ngobrol yang banyak sama papi, jangan lupa selipin nama aku ya," kata Amir tak tau malu.

Anin sudah gemas ingin menonjok pemuda itu. "Titip salam sama mbak Al, maaf bilang gak bisa ikut nganterin ke bandara."

"Iya, tidur yang nyenyak jangan rindu biar dilan aja soalnya aku gak kuat."

"Paan sih najong hahahah."

"Aku sayang sama kamu."

"Iye tau, dimana mana buaya mah itu senjata andalannya."

"Heh?!"

"Hahahah, dah aah ntar kemaleman sampe jakartanya."

"Siap sayang!!! bye," kata Amir di akhir kalimat mengecup dahi Anin dalam.

Gadis cantik bertubuh aduhai itu melambaikan tanganya ketika mobil yang disopiri Raga beranjak meninggalkan halaman rumah Anin, ada rasa syukur yang Anin dapatkan ketika memilih pergi dari rumah karena memiliki keluarga lain di rumah bougenville.

Memiliki Jennar dan Joy disisinya adalah hal yang terindah Tuhan berikan untuk Anin, sejatinya seseorang yang membentengi dirinya dengan emosi adalah orang yang butuh banyak cinta sebenarnya dan Anin salah satunya.

Anin tersenyum lebar menatap langit malam sedikit berbisik kepada dirinya sendiri, "mami, adek pulang."

"Adek."

Anin menoleh kearah rumah, Papinya sudah berdiri dengan membawa papan catur di dekapannya menunjukannya kepada Anin dengan bangga.

Anin terbahak melihatnya, gadis itu berlari menghambur kepelukan Hendrawan yang sekarang menantang sang anak perempuannya menguji kecerdasaan si bungsu bermain catur seperti dulu saat semua keluarga masih ada disisi.

"Take care ya mbak," ucap Jennar memeluk Alana yang sudah mewek.

"Iih apaan si mbak jangan nangis makin jelek lo," ejek Joy terbahak.

"Heh!!" balas Alana hampir menimpuk Joy dengan paspornya.

"Mbak Al, hati-hati ya gue bakal kangen elu mbak heheh," kata Amir seraya menyalim Alana. "Pacar gue lagi mudik mbak titip salam katanya."

"Kangen ngutang di gua lo?" tembak Alana tepat kepada Amir yang sudah mendelik tak terima.

"Take care ya mbak," Raga maju dengan senyum sumringah.

"Mbak jangan lupain Belli ya, maaf Belli sering ngatain mbak."

Alana menarik Belli memeluk gadis keriting bermata bulat tersebut membelainya dengan sayang.

"Cepet jadian sama Uman ya, masa gak kebaca kode kerasnya," ejek Alana ngakak sendiri.

"Mbak____"

Uman yang baru saja datang selepas mampir dari minimarket bandara datang menghampiri.

"Loh bener kan?" tanya Alana.

"Sok tau, udah masuk sana kesel gue!!" usir Uman dengan wajah tengilnya.

Alana cekikikan dibuatnya, gadis itu mengerling begitu melihat Ibas yang baru saja datang bersama Amir tadi.

"Gak mau peluk?"

Ibas tersenyum lebar menarik Alana kemudian menjitak pelan kepala gadis tersebut.

"Belajar yang rajin biar cepat pulang, jangan kebanyakan main."

Alana mengangguk di dalam pelukan Ibas yang masih tersenyum lebar.

"Kalau udah banyak duit, nyusul ya?" pinta Alana dengan malu-malu.

"Mesti kerja keras ini," ejek Ibas menunjukan otot bisepnya. Alana dengan gemas menggeplak tangan pemuda itu.

Tak jauh dari rombongan rumah bougenville kedua orangtua Alana melihat pemandangan tersebut dengan sumringah.

"Gimana pak bos, anaknya udah ada yang jagain tuh," ujar Mami Alana menyenggol bahu sang suami.

"Gak apa-apa biar lebih semangat nyelesain S2 nya," jawab sang Papi berwibawa.


"Abang, Jennar boleh nambah nggak?"

Ibas menoleh disela kunyahan baksonya kemudian mengangguk mengiyakan.

"Yee, terima kasih Jennar sayang sama Abang," ujar gadis itu polos, kemudian berlari menghampiri mas Ulin si tukang bakso.

Raga menoleh horor, Ibas ngakak melihatnya.

Semua anak bougenville sudah dirumah sore ini minus Anin yang masih di Bandung dan Sega yang sudah pindah sejak awal bulan kemarin.

"Kata mbak Jennar besok ada penghuni baru ya?"

Uman yang berjongkok bersama kedua teman setannya Belli dan Amir sibuk meracik bakso mereka membuka pembicaraan.

"Cowok apa cewek nih? sruffft," tanya Amir sambil menghirup kuah baksonya yang berwarna hitam pekat.

"Gile kuah bakso lu mirip kek elu Mir, item mirip oli hahahah," ejek Joy yang beranjak menyusul Jennar.

"Kampret," maki pemuda itu kesal. Joy sudah ngakak sendiri.

"Mbak Jennar, emang bener besok ada penghuni baru?" tanya Belli penasaran.

Jennar mengangguk membenarkan.

"Kamu awas ya macem-macem!!" ancam Jennar kepada Raga. Pemuda itu bengong dengan mata mengerjap bingung sendiri.

"Apa sih yang? kamu satu aja aku repot setengah mati," jawab Raga jujur.

"Heh!!"

"Heheh, ampun yang becanda kok," ujar Raga cengengesan.

"Halah bucin gitu aja takut," sambung Amir.

"Ngaca," maki Raga tak mau kalah.

Amir cengengesan mendengar rutukan Raga.

"Cowok ya mbak?" tanya Belli lagi.

"Nanya mulu lo kek dora," Uman menjawab tanpa menoleh.

Belli menoleh dengan ujung mata bulatnya, Ibas hanya tertawa melihat kelakuan adik-adiknya.

"Mulai besok sampai entah kapan kalian harus akur kaya gini ya? ada orang baru atau enggak pokoknya yang akur."

Kesemua menoleh menghadap Ibas dengan senyum mengembang mengangguk mengiyakan.

"Abang kalau rindu sama kita main-main lah kesini," ungkap Joy dengan mata berair.

Jennar mengiyakan ucapan Joy.

"Abang, Belli sayang sama abang. Abang tetap cinta pertamanya Belli sampai kapan pun."

"Hahaha kasihan lah si Dika, Uman juga," ejek Ibas yang kemudian dibalas Belli dengan tatapan maut.

"Abang, balik jam berapa besok?"

"Abis subuh Nar, kenapa?"

"Jennar gak bisa nganterin, maaf ya."

"Santai gak dianter juga gak apa-apa Nar, Jennar sama Raga harus akur jangan berantem-berantem lagi. Pusing abang lihatnya."

Raga mengacungkan kedua jempolnya mengiyakan ucapan Ibas.

"Matahari, adek abang. Kalau mau move on jangan ragu-ragu kalau mau nunggu ya nunggu jangan plin-plan kasian Sega."

Joy menoleh dengan alis terangkat.

"Mbak," panggil Uman kepada Joy.

"Paan?"

"Orang kalau udah putus terus balikan lagi nih terus tanggal jadiannya direvisi ulang apa lanjutin aja?"

Joy mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan Uman yang aneh menurutnya. "Mana gue tau, mabok ya lu?"

Jennar dan Belli sudah ngakak tak karuan mendengar jawaban polos Joy yang tak tahu bahwa Uman sedang mengejek dirinya.

"Dia ngatain elu Mbak," Amir yang baru saja datang membawa bakso keduanya menjawab dengan cepat.

Joy menoleh siap menghajar Uman, "anak dakjal kampret, jangan mau Bel sama Uman pantatnya kudisan."

"Emang pernah lihat Joy?" tanya Ibas polos.

"Yaelah Bang," rutuk Raga geleng-geleng kepala tak habis pikir.

Ibas tertawa puas mendengarnya.

"Bukan abang gue," ejek Jennar dan Joy bersamaan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro