LUKA CITA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Handphone Jennar berbunyi gadis itu mendelik tersenyum jahil mematikan panggilan telpon lalu merebahkan dirinya ditempat tidur, lagi telponnya berbunyi dan di deringan ketiga baru lah gadis itu mengangkatnya dengan senyum mengembang.

"Kenapa dimatiin?" tanya suara berat diseberang sana.

"Halo sayang lagi apa udah makan? masih nafas kamu nya?

Raga tertawa puas mendengar ocehan Jennar, memang sudah dua hari ini Raga pulang ke Bogor ada arisan keluarga katanya, kumpul kumpul keluarga besar dan selama dua hari itu juga tak memberi kabar apa pun kepada Jennar bahkan chatingan Jennar tak dibaca sampai hari ini.

"Lihat hp," perintah Raga.

Jennar mengangkat layar handphone nya, pemuda itu meminta vidio call Jennar mengangkatnya dengan enggan gadis cantik itu baru saja pulang kuliah wajah dan bentukannya sudah tak karuan.

"Sayang."

"Masih inget punya pacar?"

"Heheh maaf, kamu tahu kan kalau udah dirumah mama paling gak mau anak anaknya asik sama gadget," kata Raga dengan senyum menawan.

Jennar tersenyum melihatnya, "cakep banget dah pacar gue," oceh Jennar yang sibuk sendiri dengan pikirannya.

"Kangen," rengek Jennar. Sengaja menyerang Raga dengan wajah imutnya Raga terbahak mendengarnya bahkan pemuda itu sudah menutup mata geli sendiri. "Dih, iya deh yang gak kangen aku. Tau kok tetangga lebih menarik, eh iya kan cinta pertama lupa aku tuh," ejek Jennar kembali.

"Hmm, mulai nih jangan macem macem deh yang!!"

"Kenapa?!"

"Enggak sayang, aku juga kangen sabar ya besok pagi pagi aku pulang kok."

"Gak usah pulang sekalian, pindah dari kosan aku," olok Jennar dengan suara tawa tertahan.

"Drama sekali pacar siapa sih?"

"Kagak punya pacar sorry saya jomblo."

"Hmm," balas Raga dingin Jennar sudah ngakak tak karuan.

"Yang tau gak?"

"Enggak."

"Aku belum selesai ngomong."

"Ooh."

"Dih, gitu aja bete apa kabar aku yang dicuekin dua hari?!"

"Enggak kok yang cuma kalau udah ada omongan tau nggak? pasti ngajak gosip," ujar Raga dengan gerakan kedua tangannya memberi tanda petik.

Jennar ngakak dia lupa kalau Raga adalah mahluk yang tak mau repot ngurusin hidup orang. "Dengerin dulu kasep," rayu Jennar lagi.

Raga sudah tersenyum dengan hidung kembang kempis ke-GRan sendiri, "iya-iya aku denger."

"Masak abang sama mbak Al udah gituan yang?"

Raga mengerutkan dahinya bingung sendiri, pemuda itu sebenarnya tau arah pembicaraan Jennar hanya bingung mau mengalihkannya.

"Maksudnya?"

"Iya, udah main bobok bobok bareng!! gila gak sih dikosan lagi!! bisa bisa nya kan kesel."

Raga berdehem menanggapi ocehan Jennar, "ya terus kenapa? jangan ngurusin hidup orang yang gak ada sangkutan nya sama kita."

"Kamu lupa ini kosan aku loh dan mereka mesum, kesel tau gak pengen maki maki abang aja aku tuh!!"

"Ya terus habis dimaki maki mau diapain? diusir dari rumah?"

"Ya nggak gitu juga mamat."

"Hahahah udah aah bahas yang lain, ngacok nih ditinggal dua hari jadi gini."

"Yang."

"Hmm? apa?" ujar Raga kali ini menjawab Jennar sambil meraih gelas minum dinakasnya.

"Kamu jangan ngajak aku gituan ya yang, aku pasti gak bisa nolak," ungkap Jennar polos.

Raga terbatuk hebat bahkan air minum yang baru sampai ditenggorokannya keluar lagi kali ini lewat hidung.

"Ngomong apa si yang, aduh hidung aku perih."

"Hahaha kamu kenapa iih? makanya minum tuh pelan pelan."

"Ya kamu ngomongnya gak jelas gitu, kaget aku."

"Halah sok kaget, kemarin belum jadian udah berani nyosor duluan."

"Yang," selah Raga dengan suara tegas agar Jennar berhenti membicarakan hal tersebut.

"Gitu aja marah, heran!! bukan nya ngebujuk pacarnya lagi kangen ini!!"

"Ck."

Jennar melotot mendapat jawaban seperti itu dengan gerakan cepat jennar meletakkan hp nya diantara bantal dan gadis itu berguling kembali, marah sendiri.

"Kenapa jadi emosi gini sih, mau dapet kali ya?" ucapnya asik sendiri.

"Yang? kamu dimana? ini aku ngomong sama atap kamar apa gimana sih?"

"Hmm," jawab Jennar singkat.

"Marah?"

"Enggak."

"Yaudah aku minta maaf dibenerin dulu hp nya, aku kangen banget loh ini."

"Udah ngomong aja aku dengerin juga kok."

"Yang jangan ngerusak moment lah, katanya kangen."

Jennar melotot lagi setelah mendengar ucapan Raga ngerusak moment katanya.

"Udah ah aku mau main badminton sama Anin di wisma."

"HEII," panggil Raga dengan suara baritonnya. Jennar sudah cekikikan sendiri.

"Kenapa?" jawab gadis itu polos.

"Kenapa lagi?? jangan berani-berani kamu awas aja!!"

"Udah aah bye bye es serut," ejek Jennar lagi.

"SAYANG, AKU MARAH KALAU KAMU GINI LIHAT AJA!!"

"Heh ngegas si bapak, lebay."

"Lebay-lebay, benerin dulu hp nya."

Jennar mengangkat kembali hp nya wajah Raga sudah memenuhi layar hp gadis cantik itu.

"Dibelakang udah ada net jangan macem macem kamu."

"Ngancem?"

"Yang!!"

"Hmm," balas Jennar singkat.

Raga menghela nafas meraup wajahnya kesal sendiri.

"Aku balik sekarang," ucap pemuda itu Jennar panik.

"Eh, eh mau ngapain balik jam segini besok aja!"

"Enggak!"

"Sayang jangan ngacok deh ini udah mau magrib."

"Habis magrib aku jalan," jawab Raga sambil membereskan tas ransel hitam pemuda itu.

"Yang jangan macem macem aah, aku bohong kok."

"Aku siap siap dulu, nanti kalau udah jalan aku telpon lagi, aku sayang banget sama kamu inget itu, i love you bye sayang ditahan dulu ya kangennya," tutup Raga sambil mengedipkan matanya.

Jennar bengong sendiri setelah Raga memutuskan panggilannya.

"Gini amat punya pacar bucin," teriak gadis itu histeris lalu ngakak sendiri.


"Jadi?"

Ibas memandang lurus Alana wajahnya sudah kusut sedari tadi, Alana hanya mendesah putus asa sendiri.

"Maaf," ujar Alana lirih.

"Abang cuma mau denger langsung dari kamu Al."

"Bang."

Ibas menaikan sebelah alisnya menunggu penjelasan Alana.

"I-iya habis wisuda aku harus ngelanjut ke Belanda," ujar Alana ragu.

Ibas mengangguk pelan, "mau ngomongin ini kamu butuh persiapan banget atau sengaja mau ninggalin abang gitu aja? iya?"

Alana mendelik dengan ekspresi bingung semua yang diucapkan Ibas adalah hal yang selalu dipikirkannya.

Ibas menghela nafas pelan. "Kamu pikir abang main main ngejalanin semua nya Al?"

"Bukan gitu, tapi__"

"Tapi??" lanjut Ibas menunggu.

"Aku gak mau abang nungguin hal yang gak pasti, aku sayang sama Abang dan aku percaya kalau abang gak bakal main main tapi semuanya gak semudah itu."

"Pikiran kamu yang ribet, emang kita gak bisa Ldran?atau kamu takut berkomitmen lebih jauh sama abang?"

"Bukan gitu," jawab Alana datar.

"Terus?"

"Abang, please bisa gak kita gak ngomongin ini dulu?"

Ibas menggeleng cepat. "Kita udah sama sama dewasa Al kita pacaran bukan buat main main. Ini serius loh Al bukan masalah kecil, iya pendidikan penting membanggakan orang tua juga sangat sangat penting tapi jangan sampai mengorbankan orang lain. Kenapa gak kasih tau dari awal?"

"Aku takut, aku kira Abang cuma cari pelampiasan karena gak berhasil dapetin Jennar, makanya aku gak ambil pusing," jawab Alana dengan suara sekecil mungkin.

Ibas mematung ditempatnya hatinya sakit, kemarin saat Joy mengatakan hal yang sama Ibas masih bisa membiarkannya karena tahu gadis itu sedang kalut tapi kali ini berbeda cerita ketika ucapan yang sama keluar dari bibir Alana. "Hebat, hebat banget pikiran kamu!!!" teriak Ibas tertahan.

Alana menunduk tak berani menatap Ibas, keduanya sedang dikamar Ibas sekarang. Ibas berdiri menuju pintu kamarnya yang memang sengaja dikunci tadi.

"Keluar kamu!!" perintah Ibas dingin. Wajah nya tak lagi rama seperti biasanya.

"Abang__"

"Keluar, renungin pikiran kamu sampai saat itu kita jangan ketemu dulu."

"Abang jangan gini, aku minta maaf__"

Ibas mendelik, berbalik menuju kursi belajarnya. "Kamu masih bisa denger kan, keluar dari kamar Abang sekarang!!"

"Abang," ucap Alana terisak. "Jangan gini kenapa sih."

"Apanya!!!" teriak Ibas akhirnya.

"Abang," rengek Alana maju menghampiri Ibas yang berdiri dengan tangan tergenggam menahan emosi.

"Sekarang maunya gimana?"

Pertanyaan yang paling dihindari Ibas sedari tadi akhirnya lolos juga, keluar begitu saja tanpa kendali.

"Abang_" ucap gadis itu tak berujung.

"Apa?"

"Maaf."

"Udah berapa kali kamu minta maaf? kamu gak tau rasanya gimana Al gak dipercayai orang yang kita sayang!! Abang tanya, pernah abang gak percaya sama kamu? sekalipun abang tau kamu bohong? apa yang gak Abang lakuin buat nyenengin kamu? dan dengan jahatnya otak kamu masih mikir seperti itu??!!"

Alana masih diam ditempat bahkan sudah menunduk takut menatap Ibas, pemuda itu maju menghadap Alana bahkan kedua ujung kaki mereka sudah saling berhadapan. Ibas memeluk Alana sesaat kemudian melepaskan nya begitu saja tak lagi hangat seperti kemarin kemarin.

"Mari kita selesaikan sampai disini Al, Abang gak bisa berjuang sendirian," ujar Ibas dengan mata sendu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro