01 ~ Nardo Shidqiandra

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Datang dan pergi silih berganti.
Ada pertemuan yang berujung perpisahan.
Dari perpisahan akan ada awal pertemuan dengan lainnya.
Begitu saja seterusnya.
Tak ada yang benar-benar menetap.
Pun tak ada yang benar-benar pergi.
(Nardo Shidqiandra)

🍃🍃🍃

Drrt, drrt!

Getar ponsel dari saku membuat lelaki jangkung itu menghentikan langkahnya. Nama Ujang-sahabatnya di Pondok As-Salam-tertera di layar ponsel pintarnya.

"Asalamualaikum ...."

"Do! Kamu mah tega sekali sama Ujang. Belum seminggu Ujang pulang kampung kamu sudah minggat dari pondok. Kenapa? Kamu nggak kasian sama Ujang? Kamu nggak sayang lagi sama pondok? Kamu nggak suka lagi tinggal di pondok?" cecar suara dari seberang.

"Wa alaikum salam, jawab dulu salamnya!"

"Iya, iya, Wa alaikum salam. Terus kamu mau alasan apa sama Ujang? Masa iya Ujang sendirian di pondok?"

"Di pondok 'kan banyak orang, Jang, nggak cuma kamu sendiri!" kilah Nardo Shidqiandra sembari berjalan keluar area parkir.

"Iya, di pondok banyak orang, tapi tetap saja tidak ada kamu. Aby sudah pergi, sekarang kamu yang pergi. Ujang jadi tidak ada teman." Helaan napas Ujang menggelitik pendengaran Nardo.

"Aku nggak akan pergi begitu saja, kok! Mungkin setiap akhir pekan aku akan tetap mengabdi di Pondok As-Salam. Bagaimanapun, Nardo tidak akan melupakan dari mana dia berangkat. Boleh diakhiri sampai di sini? Aku masih harus menemui kepala sekolah dan mengikuti upacara."

"Boleh, asalkan omonganmu bisa Ujang pegang."

"Insya Allah .... Asalamualaikum."

Nardo menutup sambungan telepon setelah Ujang membalas salamnya. Lelaki dengan celana hitam dan kemeja biru langit itu melebarkan langkahnya saat melihat seorang pria tengah menyiram tanaman.

"Permisi, Pak. Ruang kepala sekolah ada di sebelah mana, ya?" tanya Nardo dengan suara pelan.

Pria dengan name tag Suparmin yang terpasang di dada kanannya lantas menunjuk ruangan yang bersebarangan dengan dirinya. "Di sebelah sana, Mas, apa perlu saya antar? Saya Parmin, bagian caraka. Mas ini guru baru atau mau menawarkan alat-alat sekolah?"

"Tidak usah diantar, Pak, nggak akan nyasar kalau sudah ditunjukkan tempatnya. Nama saya Nardo dan saya guru baru di sini."

"Woalaah guru anyar, to! Selamat datang dan semoga betah di SMK Bina Bangsa. Kalau butuh bantuan, apapun itu Pak Parmin siap membantu.

🍃🍃🍃

Puluhan pasang mata mengikuti setiap gerak Nardo yang mengekor di belakang Pak Tjahjadi--Kepala Sekolah SMK Bina Bangsa--sejak kedua lelaki itu memasuki kantor guru. Bisik-bisik mulai terdengar dari beberapa orang. Sebagian lagi bahkan menghentikan kegiatan gibah di Senin pagi setelah upacara usai.

Beberapa guru laki-laki bergerak menghampiri Pak Tjah dan Nardo untuk berjabat tangan. Setelah itu meraka kembali ke kursi masing-masing. Pak Tjah mulai membuka briefing yang memang selalu dilakukan di Senin pagi.

Sebelum memulai briefing, Pak Tjah menyuruh Nardo untuk duduk di kursi paling depan dekat pintu masuk. Beberapa evaluasi mengenai kegiatan seminggu kemarin disampaikan dengan singkat dan jelas.

"Mas Nardo, bisa berdiri dan menghadap ke teman-teman?" pinta Pak Tjah.

Nardo mengangguk, berdiri sembari menarik napas untuk menghilangkan canggung lalu berputar menghadap pada mereka yang memindainya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Perkenalkan, namanya Nardo Shidqiandra. Dia berasal dari kota sebelah. Mas Nardo ini nantinya akan mengisi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn),"

Nardo menundukkan pandangannya saat dua guru perempuan saling berbisik dan salah satu dari mereka mengacungkan tangannya.

"Interupsi, Pak! Untuk apa kita menambah guru PKn, bukannya sudah ada Bu Darmi dan Pak Jaya? Keduanya juga sertifikasi, Pak. Apa tidak khawatir beliau berdua kekurangan jam mengajar?"

"Tidak, tentu saja tidak. Mas Nardo hanya akan mengisi PKn di kelas X Teknik Sepeda Motor 1 (X TSM 1) sekaligus menjadi wali kelas pengganti sementara bagi Bu Hasnah yang sebentar lagi akan cuti melahirkan," tegas Pak Tjah.

"Alhamdulillah, terima kasih! Jangan cuma sementara, Pak, seterusnya juga saya izinkan, saya ndak sanggup di kelas X TSM 1. Mereka membutuhkan wali kelas laki-laki yang lebih memiliki wibawa daripada wali kelas seperti saya yang bisanya hanya marah dan teriak kalau mereka gaduh," timpal Bu Hasnah.

"Masukannya saya terima, Bu," balas Pak Tjah. "Selain itu, Mas Nardo ini juga akan membantu Pak Yusuf dan Pak Roni untuk urusan pendataan. Beliau sudah memiliki pengalaman yang lumayan soal data-mendata. Bukan begitu, Mas Nardo?"

Nardo hanya mengangguk tanpa bersuara sepatah kata. Gugup masih saja menguasai dirinya. Helaan napas lega baru dia embuskan saat Pak Tjah menutup kegiatan pagi itu.

🍃🍃🍃

Merasa terasing di tempat yang baru, tak dianggap dan terabaikan. Begitulah yang dirasakan oleh Nardo. Selepas briefing barusan, Nardo bagai anak ayam kehilangan induknya. Begitu Pak Tjah menuju ruangannya, Nardo bingung harus ke mana.

Lelaki itu memilih duduk di kursi depan ruang guru. Beruntung di tengah kebingungannya sebuah tangan berhenti di depan dadanya. Nardo mendongak dan mendapati wajah ramah dengan mata yang menghilang saat tersenyum.

"Raditya Rifqie Nugraha, biasa dipanggil Radit. Saya guru BK di sini."

"Nardo .... Nardo Shidqiandra, Pak."

"Kenapa duduk di luar? Sepertinya Pak Kepsek lupa memberi tahu di mana meja Pak Nardo. Sementara ini berbagi meja dulu sama saya, bagaimana?"

"Kalau Pak Radit ndak keberatan, boleh saja," ujar Nardo pelan.

Keduanya beranjak dan memasuki ruang guru. Meja Radit berada di deretan paling belakang membuat mereka harus melewati beberapa meja guru lainnya. Nardo yang mengekor beberapa kali menganggukkan kepala dan tersenyum guna menyapa meski beberapa yang lain tetap tak menanggapinya.

"Dek Nardo! Selamat datang di SMK Bina Bangsa, semoga betah, jangan sungkan-sungkan kalau butuh bantuan," ucap Pak Joko Guru Seni Budaya.

"Jangan terlalu sungkan, kita juga baru pertama kenal juga begini. Canggung, nggak enak, gugup, nanti juga akan terbiasa." Radit yang membaca kegugupan Nardo mencoba menenangkannya.

Selanjutnya, mereka terlibat dalam percakapan santai. Pertanyaan yang dilemparkan Radit ternyata mampu mencairkan suasana. Nardo terbawa hingga tawanya mulai lepas.

Kehadiran Pak Tjah kembali ke ruang guru menarik perhatian. Sang kepala sekolah itu lantas berjinjit guna mencari keberadaan seseorang.

"Mas Nardo? Mas Nardo di mana?" tanya Pak Tjah.

"Kok cari yang baru? Sudah bosan sama yang lama?" sindir salah seorang guru.

Pak Tjah mengabaikan suara sumbang itu. Dia berjalan mendekati meja Radit. "Woalah di sini, toh! Siap-siap, sebentar lagi temani saya ke Kantor Cabang Dinas. Undangan mendadak untuk Operator Sekolah (OPS) dan Kepala Sekolah."

"Sekarang, Pak?"

"Iya, undangannya setengah sembilan. Saya ke Lab. Komputer dulu, Mas Nardo tunggu di ruangan saya."

Pak Tjah bergegas menuju pintu belakang, jalan tembus untuk sampai ke Lab. Komputer lebih cepat. Sementara itu, Nardo beranjak hendak menuju ruangan Pak Tjah.

"Hebat, ya? Baru hari pertama langsung diajak jalan sama kepala sekolah. Saya sudah hampir lima tahun di sini, nggak pernah sekalipun diajak hadirin rapat," suara pertama itu terdengar sangat jelas masuk ke teling Nardo.

"Memang Ibu siapa? Kalau bukan siapa-siapa ya ndak bakal diajak ke mana-mana. Kecuali jenengan punya peran penting, baru bakal diajak," timpal yang lainnya.

"La iya, sih! Yo wes ben tak lakoni nganti sak kuate ati, mergo sadar diri kulo dudu sinten-sinten," ujar suara yang pertama.

Meski telinganya terbuka dan mendengar semuanya, hatinya tetap saja tertutup dengan istigfar. Ini hari pertamanya menjadi pengajar di tempat yang baru. Harapannya hanya satu semoga kesan pertama ini berharga karena selanjutnya terserah pada mereka.

🍃🍃🍃

Hai! Selamat malam ....
Na kembali dengan kisah baru soal Nardo.
Gimana kesan pertama kenal sama Nardo?
Semoga suka, harus suka,
wajib suka!

ONE DAY ONE CHAPTER
WITH HWARIEN BATCH 4
#DAY1
Bondowoso, 28 Spetember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro