Aku datang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rival sedang mengerjakan tugas kuliah. Jari-jari Rival menari-nari di atas keyboard. Karena lelah, Rival mengaitkan kedua tangan, lalu menariknya ke depan dan ke belakang.

Hawa dingin mulai terasa pada tubuh laki-laki berambut cepak itu. Dia mulai merasa ada yang memperhatikan dirinya. Rival mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tak ada apa-apa, pikirnya.

Rival kembali meneruskan tugas kuliah yang sempat tertunda tadi. Alangkah terkejutnya Rival saat layar laptopnya pada halaman word bertuliskan "Aku datang", dengan tulisan berwarna merah seperti darah.

Rival mengernyit dan mulai ketakutan dengan tulisan itu. Tetapi, Rival berusaha tetap tenang.

"Aneh," gumam Rival.

Tiba-tiba gorden yang berada di kamar Rival mendadak terbuka sendiri. Rival yang sadar gorden terbuka langsung berjalan ke arah gorden dan menutup gorden itu. Lagi, dan lagi, gorden itu terbuka kembali. Rival menghela napas kasar dan menutup gorden itu. Setelah itu, Rival kembali ke meja belajar.

Jantung Rival rasanya seperti akan berhenti saat melihat arwah Vega sudah berada di hadapannya.

"Mau lo apa?" tanya Rival.

Vega tidak menjawab. Dia malah tertawa cekikikkan.

"Mau lo apa?" Rival mengulangi perkataannya.

"Gue mau lo mati!"

"Maksud lo apa bilang gitu, hah?" Rival menaikkan nada bicara. Cowok itu mulai kesal dengan arwah Vega yang selalu menganggu dirinya dan teman lain.

"Karena lo udah ikut campur urusan gue, Rival."

"Gue cuma nggak mau lo gangguin Imron. Udah itu aja!"

Vega tidak terima dengan jawaban Rival. Dia sudah mulai marah dan mengeluarkan seluruh kekuatan untuk menghabisi nyawa Rival.

"Lo harus mati!"

Arwah Vega terbang ke atas langit kamar Rival dan dia menyerang Rival secara brutal. Dari atas langit-langit kamar, Vega mengayunkan tangan menuju ke arah Rival dan mengangkat tubuh Rival ke atas dengan kekuatan yang dia miliki, lalu melemparkan tubuh Rival ke arah lemari. Kepala Rival terbenur lemari. Dia tak sadarkan diri.

Tak sampai disitu saja, Vega turun dari langit kamar dan mencekik leher Rival sampai hampir kehabisan napas.

"Lo harus mati!"

Rival berusaha melepaskan diri dari cekikan arwah Vega yang semakin erat. Sayang, kekuatan yang Vega miliki lebih kuat.

Rival sudah tidak bisa berbuat banyak lagi. Kalung pemberian dukun itu sudah dia buang, karena dia tahu itu perbuatan musyrik. Saat nyawanya di ambang batas, Rival memejamkan mata dan melantunkan ayat kursi.

Dengan kekuatan doa, arwah Vega kepanasan.

"Panas!" serunya, sambil mulai perlahan menghilang.

Rival terbatuk karena cekikan tadi. Cowok itu bersyukur karena dia bisa terbebas dari jeratan Vega.

Urusan kita belum selesai!

Terdengar suara yang entah itu darimana. Tetapi Rival yakin itu suara arwah Vega.

"Gue harus bisa balikin dia ke alamamnya, supaya dia nggak nganggu semuanya!"

Rival langsung merogoh ponsel dari saku dan menelepon Imron. Tak berselang lama, Imron mengangkat telepon.

Halo ada apa?"

"Barusan Vega datang, dan dia mau bunuh gue, Ron!"

Lo lagi nggak bercanda, kan?"

"Ngapain gue bercanda? Gue serius, Ron."

Gue minta maaf, ini semua salah gue!

Terdengar ada nada bersalah dari perkataan Imron.

"Udah nggak apa-apa, Ron, yang penting gimana caranya kita bisa balikin dia ke alamnya."

Gue tahu caranya, Val.

"Cara apa, Ron?"

Gue harus mati juga, biar semuanya selesai.

"Lo udah gila? Kalau gitu sama aja kita kalah sama iblis!"

Ini demi semuanya, Val.

"Lo nggak boleh macam-macam. Yakin, pasti ada cara lain!"

Tak ada jawaban. Imron memutuskan sambungan telepon.

"Jangan-jangan Imron nekat melakukan sesuatu?" Rival mulai berpikir demikian, karena perkataan Imron tadi. Tapi apa daya, ini sudah malam, tak sopan jika ke rumah orang selarut ini. Apalagi jam sudah menunjukkan pukul satu malam.

"Semoga Imron nggak kenapa-kenapa."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro