1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

OST Goblin di media. Anyhoe ... enjoy!

Athena menikahi orang asing.

Tidak banyak yang mengetahui kalau dia telah menikah di usianya yang baru 21 tahun. Baik Arthur---sang suami---maupun Athena tidak benar-benar menyembunyikan fakta ini, tetapi menurut mereka, tidaklah perlu untuk mengumumkannya kepada dunia.

"Aku berangkat," pamit Athena pagi itu. Dia sudah siap untuk pergi ke kampus dengan menggunakan bus.

"Bukankah kuliahmu jam delapan nanti? Ini masih setengah tujuh." Sang suami bahkan tidak melihat ke arahnya ketika bertanya.

Athena pun tidak lebih peduli dari suaminya. Dia memandangi wajahnya dari cermin sekali lagi, memastikan make up yang dia kenakan sudah sempurna. Tidak ada cakey foundation atau maskara yang menggumpal. Seorang Athena Willis atau lebih tepatnya, kini, Athena McClain tidak boleh menunjukkan kekurangan.

Yakin sudah tampil cantik, Athena kemudian meninggalkan suaminya yang lagi menonton siaran berita.

Gadis muda nan cantik itu berjalan menuju ke halte bus terdekat dari rumah Arthur yang berjarak lima ratus meter.

Sepanjang jalan, berpasang mata lelaki mencuri pandang kepadanya. Memang tak pelak mereka melakukannya lantaran yang lewat di hadapan mereka adalah gadis dengan paras sangat cantik bak bidadari.

Siapa yang bisa menolak pesona dalam diri gadis berdarah Inggris tersebut. Rambutnya yang sepekat malam tampak berkilau di bawah pantulan sinar matahari.

Matanya yang berwarna kelabu terang selalu berhasil menghipnotis lawan bicaranya. Wajahnya yang memang sudah cantik, semakin sempurna dengan pulasan make up yang pas di kulit terangnya.

Athena berjalan dengan langkah elegan dan mengabaikan tatapan kagum yang dilemparkan orang-orang kepadanya sejak tadi. Dia sudah terbiasa dengan situasi seperti ini dari dulu.

Ketika bus yang dia tunggu tiba, dia tidak menyiakan waktu untuk naik ke kendaraan yang akan membawanya ke universitas tempatnya belajar tersebut. Athena memilih tempat duduk dua baris dari belakang. Sambil menikmati perjalanannya, dia mendengarkan musik dari iPod miliknya.

Mulutnya menyungging senyum tatkala pandangannya menyapu pintu depan satu restoran ternama. Senyum yang tidak pernah dia perlihatkan kepada siapa pun.

Di tempat tersebut, dia bertemu dengan Arthur. Pria yang terkenal dingin. Wajahnya beberapa kali terpampang di majalah-majalah bisnis. Sungguh suatu ketidaksengajaan bagaimana dua insan tersebut bertemu. Dua orang dengan hati yang sudah beku, namun akhirnya bersatu untuk mencapai tujuan masing-masing.

Athena masih bisa mengingat jelas bagaimana malam itu. Malam di mana dia mengenal seorang Arthur McClain.

***

Athena tersenyum mendengarkan lelaki di hadapannya. Dia tidak begitu tertarik dengan apa yang lagi diceritakan oleh pemuda berambut pirang tersebut. Pemuda yang merupakan rekan mahasiswanya itu terus berceloteh mengenai hobi berkudanya.

Dia tidak menyadari kalau gadis cantik di depannya sudah mulai mengantuk karena dia tidak berhenti juga bicara.

Athena tidak menyukai pemuda dengan wajah berminyak di hadapannya. Mereka juga tidak dekat. Namun, di tengah keuangan yang menipis, ketika seseorang mengajaknya makan malam, buat apa menolak? Apalagi, Athena memang sejak lama penasaran dengan menu yang disajikan di restoran bintang lima tersebut.

"Jadi, apa hobimu?" Akhirnya, teman bicaranya itu bertanya. Setelah setengah jam hanya menceritakan dirinya dan kuda kesayangannya.

Manik kelabu Athena melirik ke arah lain. Dia tidak punya hobi yang spesifik. Dia suka membaca, tetapi tidak sampai mengoleksi banyak buku. Dia menikmati menonton film, hanya sekadar menonton tanpa tahu perbedaan antara thriller dan misteri.

"Well .... Aku suka mendengarkan orang berbicara. Ceritakan lagi tentang dirimu," dustanya.

Tanpa perlu diminta dua kali, pemuda bernama Quentin itu kembali bicara.

Athena menghela napas. Makanan yang disajikan di depannya terasa hambar karena dia tidak menikmati malam ini.

Di tengah kebosanan, dia melihat seseorang berjalan ke arahnya. Rupaya lelaki yang Athena kenali sekali dari majalah tersebut duduk di meja yang berada tepat di belakangnya.

"Mom. Kau tahu aku sangat sibuk. Kenapa menyuruhku menemuimu di waktu seperti ini?" Suara lelaki itu terdengar kesal.

"Jangan bicara begitu denganku, Artie! Biar bagaimanapun juga, aku ibumu!"

Kuping Athena menangkap gerungan dari pria tadi.

"Aku tidak punya banyak waktu, Mom. Jadi kumohon ... I'm begging you ... jangan siakan waktuku lebih banyak dari ini."

Wanita tua bernama Carmen McClain itu menghela napas menghadapi kelakuan putra sulungnya. Di antara semua anaknya, Arthur adalah pemuda paling keras kepala.

Carmen tahu kalau Arthur sudah menyadari niat Carmen. Makanya, pria itu jadi uring-uringan.

"Masih sama seperti sebelumnya. Aku ingin kau menikah. Ayolah, kau putraku satu-satunya. Aku ingin sebelum aku mati, aku bisa melihat wanita yang akan mendampingimu kelak."

Mendengar ini, Arthur melunak. "Mom jangan bicara begitu. Kau akan hidup sampai usia 200 tahun. Aku tidak mau mendengarmu bicara begitu."

Carmen terkekeh. "Seandainya pun aku sampai usia 200 tahun, aku tidak mau putraku melajang selama itu."

Sorot mata Carmen kembali serius. "Aku tidak akan memaksamu, Art, seandainya usiamu masih kepala dua. Ah ... tidak, bahkan seandainya kau masih tiga puluhan tahun pun, aku tidak akan mendesak.

"Tapi kau sekarang sudah jalan kepala empat! Adik-adikmu bahkan sudah punya dua anak! Mau sampai kapan kau begini?"

Arthur terdiam.

Terbersit perasaan bersalah di hati Carmen. "Apa ini salahku? Apa gara-gara aku mengenalkanmu dengan---"

Arthur memotong pertanyaan ibunya. "Bukan. Aku begini karena memang inilah diriku. Aku tidak membutuhkan wanita---"

"Aku tidak keberatan kalau kau menyukai lela---"

"Aku juga tidak suka pria!" tegas Arthur kepada Carmen.

"Kumohon. Setidaknya, cobalah untuk membuka hatimu. Pasti ada saja seseorang di luar sana yang sempurna untukmu," kata Carmen mulai menyerah.

Arthur berdiri, bahkan sebelum dia memesan makanan atau minum. "Aku masih ada urusan. Jaga kesehatanmu, Mom."

Athena terus menyimak percakapan ibu dan anak yang dianggapnya menarik tersebut.

"Athena, kau masih mendengarku?" Quentin menarik kembali perhatian si cantik tadi.

"Ya. Maaf. Aku rasa, aku lelah. Sebaiknya aku pulang sekarang."

Pemuda dua puluh tiga tahun tersebut untuk sedetik terlihat kecewa, tetapi dia coba menyembunyikannya. "Baiklah. Kalau begitu, biar kuantar kau pulang."

Athena menggeleng dengan senyum lemah. "Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri dengan bus."

Dengan itu, Athena meninggalkan pria tadi. Perutnya sudah kenyang. Lagi pula, apa lagi yang diharapkan oleh pemuda tadi? Seks? Oh tidak. Athena bukan gadis seperti itu. Dia bahkan belum pernah berpacaran dengan lelaki. Mungkin, itu juga yang menambah penasaran kaum Adam di sekitarnya.

Setibanya di apartemen kecilnya, dia sekali lagi harus dihadapkan oleh kenyataan tidak menyenangkan. Tertempel di pintu apartemennya, pemberitahuan pengusiran dari induk semangnya.

Dia hanya punya waktu tiga hari untuk mengosongkan tempat tinggalnya. Barangkali, dia bisa menumpang tinggal di tempat salah satu temannya?

'Oh, who am I kidding?' batinnya ketika ingat dia tidak punya teman. Para gadis membencinya, sedangkan pria hanya ingin tidur dengannya.

Berbanding terbalik dengan popularitasnya di kampus, Athena sesungguhnya tidak memiliki siapa-siapa.

Ketika dirinya mengira telah jatuh ke titik terendah, saat itulah, hidup seorang Athena Willis berubah sepenuhnya.

.
.
.
___Note___

Untuk yang protes kenapa Athena disebut 'gadis' selama narasi padahal dia udah nikah, ada penjelasan untuk itu.

Saat pertama nulis, yang kupikir adalah, "Mereka nikah bohongan. Mereka cuma berteman."

Jadi kubuat Athena ini masih gadis karena kuanggap meski udah nikah, Athena belum deflowered, makanya masih kusebut 'gadis'.

Itu sih pertimbangan saat pertama buat.

Mungkin ketika aku nulis versi revisinya nanti, kupertimbangkan masukan kalian.

___end___

1 Januari 2017

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro