kasat mata, aku bebas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari yang berkelap-kelip itu rupanya terjadi. Orang-orang berkebaya berdendang diiringi rapsodi. Orang-orang berjas menyapa satu sama lain tanpa tapi. Aku mencari hantu sekolah yang kini menjadi asing.

Satu per satu nama disebut, sejengkal lagi namaku keluar dari tenggorokan MC. Tapi aku tidak melihat keberadaan hantu sekolah lagi. Pikiranku berkabut akan pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting, seperti bagaimana kalau dia kesepian setelah aku lulus? Bagaimana ia bisa melewati hari-hari pertamanya nanti?

"Thariq Hamsa Lazuardi, dengan perolehan nilai sempurna! Kita sambut, siswa terbaik di sekolah ini dengan tepuk tangan yang meriah!"

Tepukan tangan, cahaya terang, senyum sumringah orang-orang terhadapku membuat kakiku menggigil. Aku kerap menghadapi situasi yang cukup sulit seperti ini, dan ah, apa yang dikatakan orang nanti kalau tahu aku akan diam saja begini? Bagaimana perjuanganku selama ini?

"Sa, terima kasih, untuk segalanya."

Telingaku menangkap kalimat singkat yang pemilik suaranya tidak asing lagi bagiku. Aku mencari keberadaannya, namun nihil--aku tidak melihat apa-apa. Lagi-lagi, aku dipermainkan kenyataan bahwa hantu sekolah hanya angan-anganku semata.

Aku menyeka keringat di hidung, lantas berdiri seraya tepukan tangan dan gema riuh manusia semakin intens.

Langkahku mantap, meski hati dan pikiranku masih mencari keberadaan hantu sekolah.

***

"Ibu, lagi ada tamu ya Bu? Kalau misalnya saya ganggu, saya ke kosan temen aja dulu kali ya Bu?

Sontak Ibu Kos bermasam muka. "Lah ada temen kos baru kok kamu malah minggat Sa, sini dulu aja. Oh iya, Ibu minta tolong sama kamu buat nemenin dia sebentar, berdiri di sini aja tunggu sampai dia minta tolong atau butuh bantuan, oke?"

Setelah itu Ibu Kos sungguhan pergi tanpa bermusyawarah dahulu denganku. Tak ada pilihan lain, aku pun menunggu sekitar lima menit sampai penghuni kos baru yang dimaksud Ibu Kos keluar dari kamar.

"Ibu, lemarinya boleh digunakan?"

Aku terdiam melihat penampakannya yang kini kakinya betulan menapak. Tanpa malu aku menampar pipiku sendiri, takut dan masih terbayang bagaimana semesta mempermainkanku dua tahun yang lalu.

"Loh, Sa?"

Iya, aku juga masih tidak percaya.

[End]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro