AC Milan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Darah berwarna merah, hydran di Jakarta berwarna merah, kain yang selalu dikibarkan matador di Spanyol berwarna merah, obat merah, daging semangka merah, buah tomat dan cabai masak berwarna merah, palang merah dan bulan sabit merah, lapangan merah Rusia, surat yang ditulis dengan tintah merah adalah surat hutang, rapot merah, pita manis berwarna merah, sang wasit mengeluarkan kartu merah pada pemain bola yang mengenakan seragam merah, 150 negara menggunakan warna merah untuk bendera mereka, grafik berwarna merah menujukan turunya harga saham, tentara merah Soviet Union, pintu darurat berwarna merah, merah identik dengan komunisme.

Mengapa saat berhenti di jalan, lampu merah akan menyala? Sebuah misteri yang memiliki maksut tersembunyi, mungkin maksutnya hentikan komunisme.

Aku bermimpi saat tidur siang, di mimpi itu aku mengenakan baju berwarna merah dan topi yang juga berwarna merah. Aku berjalan kekerumbunan demonstran, para demonstran memintaku berorasi, seorang mahasiswi manis dari oragnisasi sayap kiri mengenakan seragam pekerja semi militer memaksaku berorasi dan memberikanku toa.

"Tolong bicaralah saudara kami yang revolusioner," tunggu aku tidak bisa.

"Jangan, aku tidak bisa pidato, maafkan aku, saudari kami yang revolusioner" kataku gugup dan memohon-mohon. Namun si mahasiswi manis itu tetap memaksa, aku gugup dan mengambil pistol di saku jasku, itu adalah pistol air mainan, aku menodongkan pistol air kearahnya. "Maaf aku tidak bisa," kataku, tapi karena dia masih saja memaksa terpaksa aku menembakkan pistol airku tepat dilubang hidungnya.

Masih didalam mimpiku, aku segera berlari, bersembunyi di sela-sela kaki para demonstran, aku merangkak dan merayap perlahan, si mahasiwi manis itu marah-mara. "Pecundang itu! Tangkap dia! Dia bukan kaum revolusioner!" Katanya marah sambil menujuk kearahku yang sedang mengintip disalah satu kaki para demosntran, aku kabur dan lari tunggang-langang, sendalku tertinggal dan topiku terbang ditiup angin, aku berhenti di ke dutan Amerika di Jakarta.

Didalan mimpiku para petugas keamanan ke dutaan Amerika menangkapku, "Siapakau? Komunis atau barat?"

"Saya orang non-blok pak," jawabku.

Para petugas itu saling pandang dan bingung, salah satu mereka menunjuk kearah kedutaan India, namun seorang petugas lain menujuk kearah kedutaan Yugoslavia, aku bingung pada ulah mereka. "Maaf, Amerika Serikat bukan negara non-blok. Kauorang non-blok kan, kami sarankan sebaiknya minta perlindungan suaka politik di kedutaan India atau Yugoslavia."

"India atau Yugoslavia?" Aku tambah bingung, namun tiba-tiba sebuah lonceng berbunyi, aku terbangun dan ternyata itu lonceng pedagang es potong, ya ampun mimpiku rusak karena lonceng es potong. Aku bangun dan cepat-cepat keluar dari kamar lalu terus berlari kearah halaman asrama, di halaman asrama terlihat Husein sedang memesan es potong di samping pagar asrama, sudah kepalang tanggung, aku juga harus beli. "Tolong paman, es potong yang warna merah."

"Warna merah itu rasa stobery Jendral!" Husein berteriak dan menembakan pistol air mainan ke dahiku.

Kesimpulan yang bisa kutarik dari kejadian ini adalah, "Merah itu rasa stobery, Jendral!"

Ini hari ke-empat kami melakukan demontrasi, awalnya kami tidak sudi ikut demo menentang pemerintah, kami tidak ingin cari masalah dan ditembak Petrus, karena kami belum ada yang menikah dan belum di wisuda, Jeremy teman kami bahkan mengaku belum disunat. Tapi ternyata demo itu mengasikan sekaligus mengerikan sekali. Hal ini dimulai dari sebuah pengalaman kami saat berjalan menuju gedung MPR melewati jalan perkomplekan. Kami saat itu tidak merasakan pirasat apa-apa bahkan kami begitu ceria dan bersemangat.

Di perkompelkan itu kami berjalan penuh semangat dengan langkah berderap, kami membayangkan rombongan ini adalah rombongan pasukan sekutu, dan rombongan Mahasiswa lain yang jumlah lebih kecil juga ada melewati perkomplekan ini bersama kami, kami membayangkan mereka seperti pasukan NICA[1] si pembonceng.

Seorang mahasiswi yang mengenakan topi rasta berteriak kearah rumah besar milik orang kaya, dia berteriak sambil memencet bel di pagar rumah itu berulang kali, "Assalamualaikum, ibu! Eh pak!" saat pintu rumah terbuka dia langsung kabur, dasar badgril!

Seorang mahasiswa muncul dengan topi dari bola pelastik yang dibelah, terlihat juga kulit telur ditempeli di topi itu. Si Mahasiswa menggenakan baju bola AC Milan dan membawa bendera merah putih, dia menyanyikan lagu supporter bola AC Milan dengan nyaring sehingga kami tertarik mengikuti irama yel-yelnya.

"Ale... ale... ale... ale Forza Milan... ale... ale... Forza Milan il Milan ale, Forza Milan Milano e cont te..."

Kami yang menjadi demonstran pro reformasi dengan cepat berubah menjadi Milaners, kami adalah supporter bola Italia garis keras, kami menepuk-nepuk tangan dan mengentak-hentakan kaki sambil meneriakan, "Ale Milan!" Kami terus berjalan. Kami para supporter bola AC Milan, kami para supporter bola Italia, kami siap buat onar.

Saat kami hampir sampai didepan jalan besar tiba-tiba terlihat beberapa Mahasiswa luka-luka dan babak belur dipukuli sebuah ormas, mereka memakai ikat kepala aneh dan membawa bendera merah putih, para ormas itu meneriaki para Mahasiswa yang mereka pukuli, "Mana palunya?! Mana aritnya?!" Mereka meneriaki para Mahasiswa seperti itu, saat itu jumlah kami sama banyaknya dan itu artinya kami para demonstran Mahasiswa sekaligus suporter bola Italia ini siap tauran.

Seorang Mahasiswa mengenakan jaket baseball MLB ( Major League Baseball) bertuliskan 'MLB-North American' dibelakang jaketnya, Mahasiswa itu mengacungkan jari tengah dan berkata, "Kami ini Mahasiswa non-blok, bangsat!"

"Kalian para komunis!" Balas bapak-bapak berkumis yang menjadi salah satu angota ormas.

"Kami AC Milan!" Teriak seorang Mahasiswi dengan suaranya yang kecil.

Merasa tauran akan pecah kami segera membentuk formasi, para Mahasiswa yang membawa bendera dan tiang kayu papan orasi maju kebarisan depan, sementara beberapa Mahasiswa mengambil batu dan berbaris di barisal tengah, batu-batu yang mereka bawa cukup besar kira-kira sebesar gelas teh, batu-batu itu digengam dengan kedua tangan mereka dan disebunyikan dibelakang.

Rombongan kami juga tidak ikut kalah, karena kami mahasiswa teknik kami selalu menyiapkan segala macam senjata olahan dari besi, yang kami tempa dengan rasa banga, semua diolah dengan semangat muda yang digabungkan dengan segala bahan rongsokan yang kami temukan di perjalanan, kami akan servis mereka, dasar para ormas gembel peliharaan  CIA!

Bapak berkumis yang meneriaki kami komunis itu maju memulai tauran, dia mengeluarkan katana dan menyerang kami, namun seorang Mahasiswa di barisan tengah kehilangan kesabaran, dia melemparkan sebuah batu bata tepat di hidung bapa berkumis itu, darah mengucur dan kami pun saling serang, tauran dengan cepat pecah namun dengan cepat juga berakhir.

Para ormas yang banyak mengunakan senjata tajam ternyata kalah telak, kami berhasil membombardil mereka dengan batu, mereka ketakutan dan lari sambil terseok-seok seperti kalkun pincang, banyak senjata tajam yang mereka tinggalkan, itu karena para ormas ini terlalu sombong dan meremehkan kami. Para ormas ini mirip pasukan Jerman yang menyerang Rusia di pertempuran Stalingrad 23 Agustus 1942, Jerman dengan sombong melangar perjanjian pakta Meletov-Ribbentrop yang dibuat Agustus 1939, hal ini juga merupakan faktor utama kekalahan Jerman di perang dunia II.

[1]NICA ( Netherlands-Indies Civil Administration atau Pemerintahan Sipil Hindia-Belanda). NICA adalah oragniasi semi militer yang bertugas mengembalikan pemerintahan sipil dan hukum pemerintah colonial Belanda selepas pendudukan Jepang di Indonesia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro