01. Birthday

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jalan panjang menuju langit biru, tiba-tiba kulihat seorang anak
yang menemukan harta karun di dalam sana Alangkah senang dan hati gembira~

***

Cerita ini nyambung ke epilog Rindang (yang ada di novelnya).Tapi tenang, masih dapat dipahami, kok. Siapin ember buat jaga-jaga.

PS: Tidak dianjurkan baca pas puasa.

Kejutan, eh? Sengaja membuatnya uring-uringan seharian ini hanya untuk ... hanya agar bisa membuat bibirnya tertarik ke arah berlawanan seperti sekarang? Agar jantungnya menggila dalam detak tak beraturan seperti sekarang? Sosoknya bahkan tidak ada di sini, tidak datang bersama paket surat-surat itu. Hanya kurir yang datang, itupun tidak mengganti apapun. Sementara orang itu justru sibuk di belahan Indonesia lainnya, sibuk mengurusi usahanya, sibuk bersama teman-temannya. Dan Rindang adalah kepentingannya nomor sekian.

Rindang melipat surat pertama yang ditemukannya, mengembalikannya ke dalam amplop kemudian menjatuhkannya ke sisi yang kosong di dalam kotak. Ia kemudian menatap tumpukan surat lainnya dengan alis berkerut. Sedikit bergeser, dan matanya menemukan pada tutup kotak, ada kertas yang tertempel. Sebuah catatan.

Dear, Rendang.

Surat ini dibuat untuk kamu. Dengan syarat dan peraturan yang berlaku. Peraturannya sederhana:

1. Buka hanya surat yang sesuai dengan keadaan saat itu.

2. Jangan buka semua surat hanya karena kamu penasaran.

3. Maksimal hanya boleh buka 3 surat dalam seminggu.

4. Jangan curang, kamu sangat mudah dibaca, aku pasti tahu.

5. Please always remember that I love you, like, to the universe and back.

Your beloved enemy,

Samuderkha.

If this is what she thinks it is, then ... Open When Letters, hal yang ... ia kira hanya ada di film, novel, atau situs Google. Setidaknya bukan sesuatu yang dapat dialamatkan padanya. Tapi di sinilah mereka, tersusun rapi dalam sebuah kotak kayu, terbungkus indah oleh kertas kado dan pita. Ajaib. Sama ajaibnya dengan kahadiran Samudera dalam hidupnya. Pria itu seperti ... Monsword, dan Rindang adalah Monkart-nya. Dan Monkart membutuhkan Monsword untuk mengaktifkan kekuatan. Begitu, kira-kira.

Rindang membongkar surat-surat tersebut, menjejerkannya di atas tempat tidur. Seperti amplop yang pertama ia buka, ada label yang tertempel di masing-masing amplop surat. Seperti Open When It's Your Bad Day, Open When You Miss Me A Little, Open When You Miss Me So Bad, Open When You Are Jealous.

Samudera dan tingkat kepedeannya.

Semuanya kurang lebih ada dua puluh surat, dan Rindang tergoda untuk membaca semuanya. Atau beberapa dulu. Tangannya meraih amplop Open When You Are Jealous, menimbang-nimbang untuk melanggar peraturan dan membukanya.

Tidak apa-apa kan? Samudera bahkan tidak ada di sini jadi .... tangannya mengelus amplop surat, coba menemukan celah dimana ia dapat membuka segelnya tanpa merobek. Nyaris berhasil, hingga...

"Peratuannya bilang, kamu nggak boleh curang." Suara seseorang dari belakang membuatnya melemparkan benda itu seketika.

Rindang semakin terkesiap ketika sepasang lengan mendekapnya dari belakang. Meskipun ia tahu siapa. Ia menoleh, memicingkan mata pada Samudera yang masih mengenakan jaketnya, masih berbau parfum mobil, masih memiliki sisa-sisa lelah akibat perjalanan jauh yang tidak bisa disembunyikan.

"Bukannya kamu bilang bakal ke Jogja seminggu?"

"Well... kejutan?" serunya, menelengkan kepala ke satu sisi dan merekahkan senyum.

Rindang bergeming. Ia masih sebisanya mempertahankan raut tidak terkesannya, atau apapun, meskipun sulit. Alih-alih, ia melepaskan lengan yang mengalur di pundaknya dan memutar tubuh. Sekarang ia duduk di tepi tempat tidur dengan kaki menyentuh lantai, menghadap Samudera yang berdiri di depannya. Rindang mendongak. "Kejutan apa? Nggak kaget, tuh."

Cibiran wanita yang hari ini genap dua puluh enam tahun itu, yang wajahnya tidak mencerminkan usianya itu membuat Samudera berdecap. Ia menekuk lututnya, mengistirahatkannya di lantai, hingga posisi mata mereka berada dalam level yang setara sekarang.

Ia menatap Rindang. Cukup lama. Coba memancing senyum yang berusaha mati-matian Rindang tahan. Tangannya bergerak kemudian, menelusup di antara jemari kecil Rindang, Rindangnya, membawa punggung tangan wanita itu ke bibir dan ... mengecupnya.

"Udah kaget, belum?"

Semuanya ia lakukan dengan tiba-tiba. Dan meskipun bukan pertama kali Samudera bertingkah demikian, pada Rindang, reaksinya selalu seperti yang pertama. Cepat-cepat ia menarik tangannya, memutus setruman kecil yang membahayakan wajah tanpa ekspresi yang sedang ia bangun. Seandainya ia terlahir sebagai Ursa, semuanya akan lebih natural.

"Belum," jawabnya, terdengar ketus. Atau setidaknya itu yang ia harapkan.

Ia melewatkan Samudera yang tengah mengulum senyum di sana berkat kekeras-kepalaannya untuk membuang pandang. Ia bisa tahan untuk menatap apa saja, selain Samudera. Sehingga, ia juga melewatkannya ketika pria itu bergerak, meraih satu sisi wajahnya dan ... mencuri satu kecupan dari bibirnya kemudian. Sekilas saja.

"Udah kaget?"

Rindang terpekik, nyaris melempar dirinya ke belakang saat itu juga. Dan meskipun seluruh tindakan juga rona di wajahnya menunjukkan hal yang berbeda, ia masih setia dengan jawabannya. Ia menggeleng keras. "B-belum!"

"Belum?"

Samudera memajukan lututnya, membuat Rindang serta merta mundur ke belakang dengan menarik kedua kaki. Lalu mundur lagi dengan bantuan tangan ketika pria itu belum mau menyerah dan justru menyusul ke atas tempat tidur.

"Belum kaget juga?" tanya Samudera lagi. Lalu menangkup wajah Rindang dengan telapak tangannya, membuat gadis itu serta merta memejamkan mata erat-erat sambil tubuhnya mundur ke belakang. "Iya! Iya! Udah kaget! Puas?"

Terasa napas hangat di pipinya, semakin keras, semakin terasa. Lalu Samudera menyemburkan tawa. Membuat Rindang terbelalak keheranan, sebelum pria itu menyentil ujung hidungnya dengan telunjuk.

"1-0, Rendang," godanya.

Rindang mendengkus. "Nggak lucu!"

"Emang." Samudera memindahkan tangannya sekarang, ke kedua pipi Rindang, menepuk-nepuknya dengan telapak tangan. "Lucunya kan sudah kumpul semua di sini."

Dan ketika kekehan lelaki yang memindahkan tanggung jawab atas diri Rindang ke pundaknya melalui ijab kabul dua bulan lalu itu semakin menjadi, Rindang berdiri. Ia baru melangkah keluar dari atas tempat tidur ketika Samudera menahannya. "Mau kemana?"

"Perkhgi!"

"Kenapa?"

"Ada orang usil dari tadi!" omelnya, dengan pelafalan R berkarat yang sulit bagi Samudera untuk tidak tertawa ketika mendengarnya.

Ia menarik Rindang., cukup kuat hingga menyentak wanita itu, hingga Rindang jatuh terduduk di pangkuannya. Yang segera ia amankan dengan belitan kedua lengan. Tidak memungkinkan bagi Rindang kemana-mana.

"Jangan perkhgi," ulangnya, menirukan pelafalan wanita itu. Kemudian, dalam bisikan, ia menambahkan. "Happy birthday, Bubble."

Di detik berikutnya, Rindang dapat merasakannya. Kecupan lembut di pelipisnya, membuatnya dengan refleks menoleh, mengizinkan tatapnya bertemu dengan Samudera.

Pria itu tengah menatapnya intens. Dengan cara yang selalu membuat darahnya berdesir dan naik ke wajah. Dan itu sangat, sangat tidak baik.'Apalagi sekarang. Karena Samudera mulai menghapus jarak pelan-pelan.

"You do know that I" Rindang menyumpal wajahnya dengan bantal. Membuat pria itu kesusahan selama sekian detik sebelum menatap Rindang protes.

"Kamu udah bilang lewat surat. Nggak usah bilang lagi!"

"Kenapa?"

"... Malu lah!"

Rindang yakin kupingnya memerah sekarang. Membaca surat adalah satu hal, mendengarnya langsung ada pada level berbeda. Dan ia belum siap.

Namun seperti biasanya bahkan sejak ... sepuluh tahun lalu. Apa-apa yang Rindang hindari, ia justru akan mendekatkannya. Sehingga tidak lagi perlu dipertanyakan motif ketika ia dengan senyum jahat di bibir membisiki telinga Rindang. "That I .... Love ...."

"Ah ini udah jadwal tayang Power Rangers!"

Entah dengan kekuatan darimana, Rindang membebaskan diri. Ia berdiri, nyaris tersaruk dalam upayanya meninggalkan kamar dan menghindari manusia paling mengganggu sejagad raya bernama Samudera.

"Mau kemana?" panggilnya saat Rindang setengah jalan menuju pintu.

"Nggak kangen aku apa?"

Rindang sudah mendekati pintu.

"Rendang, kangen."

Rindang meraih kenop pintu.

"Aku bawa martabak telur spesial jumbo loh."

Rindang menutup pintu itu kembali dengan cepat, kemudian berputar menghadap Samudera. Kali ini, senyum lebar terkembang di bibirnya.

"Mau minum teh atau kopi?"

***

Hai, kangen, nggak?

Kalo mau muntah, muntah aja, gausah ditahan, wkwk.

Sebenarnya chapter ini belum selesai, tapi Lilin harus tidur cepet nih, soalnya besok siap-siap masakin buat sahurnya Mamas, kan *dikeroyok*

Sampai ketemu di next chapter, jangan kapok dulu bacanya!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro