Bab 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Melihat kematian Lily yang mengerikan membuat John bingung. Ada banyak jenis rasa yang bermunculan sejak ia melihat Lily yang dimangsa oleh si monster. Ada rasa takut, sedih, dan yang paling dominan, lega.

Lega?

BLUB!

John dapat merasakan dirinya yang tenggelam ke dalam air. Gelap dan dingin, cahaya yang ada di atas permukaan nampak menggoda. Namun John tidak berdaya untuk meraihnya.

"Aku... Sepertinya mati...." gumam John

Ya kalau ini bukan kematian lalu apa? Tidak mungkin kan ia teleportasi dari villa ke dalam air.

John pikir kematiannya akan terasa mengerikan. Bahkan di detik - detik ia terpisah dari dagingnya, John hanya merasakan sakit yang sebentar.

"Hei kau! Ambilkan bukuku!"

"Aku malas melakukannya kau saja,"

"Itu melelahkan, aku lebih baik tidur."

"Hahahahahihihihi...."

John mendengar suaranya sendiri, suara saat ia masih kecil, serta suara lain yang terdengar seperti suara tertawa peri - peri saat John kecil.

GLEK!

"HMPFF!!!"

John merasa air yang menusuk hidungnya, padahal dari tadi ia sudah tenggelam. Namun meski dalam keadaan yang hampir tak bisa bernapas,  tubuh John masih saja diam, bukankah biasanya orang - orang akan mengibaskan tangan atau kakinya ketika tenggelam sebagai insting bertahan hidup?

Bagi John yang sudah merasa bahwa saat ini ia sudah mati, John merasa sia - sia saja berjuang untung mengambil napas.

Meski terasa sakit, John membiarkan paru - parunya dipenuhi air. Memang apa bedanya mati sekali lagi? Bukankah ia sudah pernah mati?

Byur!

Kini udara yang memeluknya, ia terjatuh dari langit, dengan pelan. Ia dapat melihat seorang gadis yang sedang tenggelam, gadis itu berteriak pada teman - temannya yang ada di pinggir.

"Tolong! Tolong aku!!!!!!!!!"

"To......looong..... Tooooo..... Looongg...."

Suara itu berubah menjadi jeritan, yang begitu menyakitkan, John bahkan tidak bisa membedakannya dengan suara derit meja yang memekakkan telinga. 

Saat tubuh John jatuh tepat di dekat gadis itu, tangan – tangan panjang nan pucat langsung muncul di balik gadis itu dan menarik John jatuh bersamanya. Gadis kecil itu memeluk John dari belakang, mereka berdua jatuh ke dalam kolam.

"Toloong... John!!!"

John diam dan pasrah. Ia tidak melakukan apapun.

"Maaf."

Itu adalah kata terakhir yang John ucapkan sebelum kegelapan benar – benar menelannya.

***

Tidak ada yang menyenangkan, bagi John yang tidak terbiasa dikelilingi oleh banyak orang ia merasa tidak nyaman. Apalagi kalau ia harus menghabiskan waktunya untuk berkeringat di dalam air.

Sekarang ia harus mengikuti pelajaran olahraga-lebih tepatnya renang.

"Hah...."

John menghela napas membuat anak lelaki yang ada di sampingnya menoleh. Anak lelaki yang gendut itu nampak heran dengan John yang sedang menghela napas.

"Ada apa denganmu?" tanya anak lelaki itu, yang kalau John tidak salah ingat namanya Kevin.

"Aku malas," ucap John sambil memandang ke arah kolam renang dengan tatapan tidak minat.

"Kenapa? bukankah menyenangkan bermain air sekarang? apalagi hari ini panas sekali." tanya Kevin

"Justru itu," jawab John lalu menopang dagunya menggunakan tangan. "Sudah panas, lebih baik kita mendinginkan tubuh kan? Sama saja kalau renang, kita banyak gerak."

Guru dengn kumis tebal itu memberikan intruksi agar mereka masuk ke dalam kolam dan melakukan renang gaya kodok. John memang benci melakukannya tapi mau tak mau John tetap melaksanakan apa yang diperintahkan oleh gurunya.

Mungkin karena musim panas minggu ini adalah yang terpanas, maka hampir seluruh siswa dari jenjang yang sama melakukan olahraga renang. Padahal liburan sebentar lagi, namun mereka masih saja harus pergi sekolah. John jadi berharap hari senin lebih cepat datang.

"AKH!"

Kaki John tiba – tiba kram, padahal tinggal sedikit lagi sampai di seberang. Tinggal sedikit....

BLUB!

John jatuh ke dalam kolam, John berusaha untuk meraih – raih ke permukaan namun tangannya tak sampai.

Ah... menyusahkan, memang mending diam saja bukan?

Namun saat John menyerah saat itulah datang beberapa tangan yang meraihnya. Menolongnya naik ke atas permukaan. Tangan - tangan itu juga yang kini sering memegangnya, menariknya dari kehidupannya yang monoton. 









Dewasa ini, konsep multiverse dalam media hiburan selalu disajikan dalam genre high fantasi dan dibumbui dengan pertarungan yang epik. Namun, bagaimana jika konsep tersebut dibawa dalam balutan misteri?

Ikuti perjalanan Theo, Gabe dan Livia dalam berusaha mengembalikan kota tempat tinggal mereka yang secara misterius terdampar ke alam semesta lain.

Ceritanya bisa ditemukan di:
KaryaKarsa: @ScottLehnsherr95
Link: https://karyakarsa.com/ScottLehnsherr95/series/in-the-different-universe
Akun Wattpad: @ScottLehnsherr95




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro