13|| Suhu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terkadang perbedaan suhu berpengaruh pada eksperimen. Begitupun dengan pendapat dan prinsip

- Fadia Gasendra -

💫

Akmal dan Fadia terperanjat. Menatap bangunan berwarna coklat, dengan jarak sekitar dua meter. Mereka saling tatap dan segera menuju tempat suara yang mereka dengar tadi. Di balik bangunan tersebut kosong. Hanya kursi coklat yang sudah rusak. Bangunan ini memang kelas yang sudah tidak terpakai, yang letaknya cukup strategis dan sedikit terpencil.

"Sudahlah, aku sedang sibuk hari ini!" Fadia mendengus, segera pergi meninggalkan Akmal.

Di sisi lain, Nandita terengah-engah, ia berhasil keluar dari situasi tersebut. Keringat menetes perlahan di dahinya. Jantungnya tak henti-henti memompa lebih cepat. Berdegup kencang. Ia memegang dahi, lantas membenarkan rambutnya. Mengalungkan kembali kameranya dan mencoba untuk tidak panik.

"Nandita!"

Nandita menjerit, saat seseorang memegang pundak dan memanggil namanya. Ia berbalik dengan mata membulat. Setelah berbalik, ia tertawa kecil, merasa lega. Orang itu sedikit panik, namun masih bisa mengatasinya. Hanya tertawa pelan.

"Cepet ke Aula, babak semifinal mau di mulai!"

Teman se-divisi memberitahu Nandita, mereka butuh bantuannya.

💫

"Nih aku bawain roti buat kamu!" Laksita tiba-tiba masuk ke Aula. Tak menghiraukan banyaknya orang dan panitia yang lalu lalang, ia menghampiri Nandita.

"Gak ada kelas Lak?" Nandita menerima kresek hitam.

"Inikan hari Jum'at, kelas sampe jam 12 siang. Inikan sudah jam 1 siang. Gimana si," kesal Laksita.

"Nanya doang, kok jadi marah!" ucap Nandita lembut, sembari membuka bungkus roti.

"Omong-omong, kamu gak akan ketinggalan pelajaran? Kamu dan yang lainkan dispensasi terkait ini bukan?" Laksita duduk di samping Nandita dan menyenderkan punggungnya.

"Sudah tidak apa-apa. Oh iya, bagaimana menjadi penyiar?" Nandita tersenyum hangat.

"Oh, jadi kamu gak denger aku waktu istirahat-istirahat kemaren?" Laksita menyilangkan kedua lengannya.

Nandita tertawa pelan. "Dengar kok, sepertinya kamu akan menjadi penyiar terbaik Laksita!"

"Lagian, kenapa kamu nolak? Padahal, kamu bisa saja bersama aku untuk menyiarkan sesuatu pada jam istirahat. Bukan sama si culun itu!" Laksita berdehem kesal.

"Vano? Bukannya kamu suka dia?" ledek Nandita sembari menghabiskan suapan terakhir rotinya.

"Enak aja, dia selalu ganggu aku," oceh Laksita, mengalihkan pandangan. Nandita tersenyum, ia tau bahwa Laksita sedang salah tingkah. Dapat ia lihat, merah merona di pipinya.

💫

Nandita berusaha untuk tidak peduli pada apa yang telah ia dengar kemarin. Dengan begitu, Festival Bunga Kalkulus bisa Nandita lewati. Hari ini adalah hari penutupan. Sudah enam hari Nandita sangat sibuk untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan, dibantu dengan lima temannya dan satu koordinator divisinya, kakak kelas.

Seluruh perlombaan sudah terlaksana dengan baik. Sore ini, tugas Nandita tidak terlalu banyak. Sambutan-sambutan juga sudah dipaparkan oleh Kepala Sekolah, Pembina dan tentunya Fadia sebagai Ketua Pelaksana.

Jika dipikir-pikir, akhir-akhir ini ia jarang sekali ke klub Aska Radio, karena masih sibuk dengan Bunga Kalkulus. Walaupun sudah meminta izin kepada Akmal, tetap saja Nandita merasa mengasingkan dirinya.

Ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya, fokus pada pekerjaannya saat ini.

"Oke semuanya, kalian sudah siap? Sepertinya wajah-wajah kalian sangat antusias sekali untuk mendengarkan pengumuman juara!" Salah satu MC berkata semangat. Suaranya begitu merdu, membahana dan menggema di Aula Astrokaltra Mika.

"Betul sekali, tapi sebelum kita umumkan. Siapa yang sudah percaya diri menang?" Salah satunya lagi berbicara tegas. Jika dilihat, mereka pasangan MC yang serasi. Perempuan dengan suara merdu, dan laki-lakinya dengan suara bulat nan tegas.

Tidak banyak yang hadir. Dikarenakan, untuk empat cabang lomba turnamen, yang datang hanya tim yang masuk final saja. Sedangkan dua cabang lomba eksperimen semua tim hadir. Tetap saja, mereka semua memenuhi Aula sekolah mereka yang luas.

Karena merasa lelah, Nandita duduk di kursi paling belakang bersama Laksita. Ia ingin menemani Nandita hari ini.

"Menurutmu siapa yang juara Turnamen Fisika?" tanya Laksita dengan telunjuk di dagu.

"Entah, kurasa tiga tim yang masuk final hebat semua!" jawab Nandita, tidak terlalu memikirkan.

"Kalau Turnamen Matematika? Biologi? Kimia? Terus... Eksperimen Fisika? Kimia? Siapa yang juara?" Tiba-tiba Laksita antusias.

"Gak tau Lak." Nandita memutar bola matanya malas.

"Kan kamu panitia, pasti tau dong!"

"Ah sudahlah!"

💫

Benar-benar lega, orang-orang yang memakai kemeja merah Bunga Kalkulus merasa bahagia. Bagaimana tidak? Festival mereka telah selesai dan berjalan dengan baik. Fadia cukup puas dengan hasil yang ia peroleh, mampu membawa klubnya menjadi top satu lagi.

"Semuanya boleh bersihkan semuanya!" Fadia berteriak semangat.

"Nandita, biar aku bantu!" Laksita mengajukan dirinya untuk membantu Nandita membersihkan kursi-kursi.

"Tentu!"

Suasana ramai, membersihkan sambil bercanda, berfoto sebagai apresiasi diri mereka. Sela--Koordinator Divisi Nandita juga, melakukan dokumentasi kepada seluruh orang yang sedang membersihkan dan merapihkan, sebagai dokumentasi terakhir.

Suasana hangat dengan dibaluti perasaan lega tersebut, berubah menjadi dingin saat seseorang membuka pintu Aula cukup keras. Ia datang dengan tatapan tajam. Berjalan ke arah panggung, tempat Fadia berada.

Semuanya terdiam, melihat pria tersebut dengan santai dan gagahnya melewati mereka semua. Nandita dan Laksita ikut terdiam. Angin malam masuk dan menusuk suasana hangat yang baru saja terjadi. Nandita berjalan ke depan dengan perlahan, disusul Laksita.

Entah mengapa, sepertinya ada sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua. Semuanya menonton, saat pria tersebut berhasil menaiki panggung aula. Seperti sebuah pertunjukkan drama.

Fadia yang tengah merapihkan kabel, diam mematung. Menatap pria di hadapannya kosong.

"Kamu bilang, terkadang perbedaan suhu berpengaruh pada eksperimen. Begitupun dengan pendapat dan prinsip!" Suaranya merobek keheningan dan dinginnya malam kali ini.

Fadia menghela napas perlahan, dan menjawab, "Lantas?"

"Sebegitunya perbedaan suhu yang terjadi di antara kita malah melibatkan sesuatu yang besar? Dengar Fadia!! Bukankah para ilmuwan, merasa bahwa perbedaan suhu membantu dia mendapatkan jawaban?!" Napasnya berburu, Akmal tak segan-segan ia berkata dengan lantang.

"JANGAN PERNAH MENGANGG--"

"APAA!!" potong Akmal, dengan tangan mengulur ke hadapan Fadia. Memperlihatkan sebuah poster yang kusut. Membuat Fadia tak berkutik sedikit pun.

Semuanya mengerutkan kening, mereka tak mengerti sama sekali dengan pembicaraan yang mereka utarakan. Kecuali Nandita dan Laksita, mereka terdiam dan sepertinya mengetahui apa yang Akmal perlihatkan pada Fadia. Tapi tetap saja, mereka berdua tidak tau pasti mengapa Akmal memperlihatkan itu pada Fadia.

Satu yang Nandita ketahui, Fadia ada kaitannya dengan klub Aska Radio.

"Ava Arisha? Dia datang?"

Ingatan Nandita tiba-tiba saja berputar. Mengingat saat Fadia bertanya di restaurant pamannya. Mengapa dia tau Ava datang? Dan mengapa pertanyaan itu diajukan kepada Nandita?

Nandita menatap keduanya dari bawah panggung. Menatap dalam-dalam dengan napas yang sedikit tertahan.

💫

1 November 2020

"Kamu tidak akan melanjutkan klub? Sebentar lagi akan pelatihan Aska Radioa Fad, sebelum kita menuju Festival Aska Radio!" Akmal tak percaya dengan semuanya.

"Sudahlah Akmal, aku juga sudah bicara pada Kak Rama dan semua senior, termasuk Kak Ava. Aku tidak bisa melanjutkan klub tersebut, karena aku fokus pada klub ku sekarang. Jangan ganggu aku Akmal, ini hari penutupan Festival Bunga Kalkulus, jangan membuat suasana hatiku buruk!" balas Fadia kesal.

"Oke, aku tidak memaksamu untuk masuk kembali, tapi kenapa.. kenapa kamu seakan-akan menjauhiku karena ramalan Aska Radio?" Akmal menatap heran.

"Kamu tau? Terkadang perbedaan suhu berpengaruh pada eksperimen. Begitupun dengan prinsip dan pendapat kita!"

"Hanya karena perbedaan itu?" tanya Akmal yang membuatnya semakin bingung.

Bukan, bukan karena perbedaan. Tapi Fadia memang sudah lelah dengan semuanya. Dia tak menyukainya lagi.

Ruang panitia Festival Bunga Kalkulus tersebut lengang, hanya menyisakan napas yang menderu dari keduanya.

"Akmal, jika kamu ingin mengabdi pada klub itu, silahkan! Tidak ada yang melarangmu!" Fadia kembali bersuara, setelah lengang beberapa detik.

"CUKUP FADIA!"

Amarah Akmal memuncak, tangannya sudah mengepal dan tentu saja, sudah melesat begitu saja pada wajah Fadia. Fadia mengerang dan membalasnya.

Ruangan itu berantakan, ulah mereka berdua. Tentu saja, permasalahan antar sahabat yang selalu saja terjadi. Perbedaan pendapat dan prinsip dari keduanya, menimbulkan hal serius. Kedua pria remaja tersebut mengetahui, bahwa yang mereka lakukan adalah kesalahan.

💫

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro