Mulai Beraksi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam pun telah muncul. Pukul 22:00 malam, disaat semua tertidur. Sosok bayangan hitam berjalan di lorong dengan pencahayaan yang minim. Ia melihat ke kanan dan ke kiri, seakan gerakannya tak membuat semua terbangun.

"Aku tak ingin terjebak di sini..." batin sosok misterius itu.

Ia pun mulai menghilang di balik lorong yang menuju ke suatu tempat.
.
.
.
.

Pagi hari pun tiba..

Para murid berbakat mulai terbangun dari tidurnya yang bisa dibilang tak nyenyak karena terbayang-bayang adegan dari masing-masing cuplikan video yang diberikan oleh Kumatobi.

Karin sudah bangun. Ia ingin membuat sarapan untuk semuanya. Dia pun membangunkan teman kecilnya supaya membantu dirinya.

Tok! Tok!

Karin mengetuk pintu pelan. Beberapa menit terbukalah pintu itu secara otomatis. Di sana berdiri seorang wanita memasang wajah mengantuk. Wajar saja karena saat ini menunjukkan pukul 5 pagi.

"Ohayou Diane.." sapa Karin tersenyum manis.

"Ohayou Karin, ada apa pagi-pagi begini kau membangunkanku?" Balas Diane pelan sekaligus bertanya.

"Ayo kita membuat sarapan untuk semuanya," ajak Karin antusias.

"Hmm... baiklah tunggu sebentar," balas Diane. Ia kembali masuk ke dalam kamar untuk mencuci muka serta menggosok gigi.

Pintu kamar Diane kembali terbuka. Kini ia terlihat lebih segar dari sebelumnya. Keduanya segera menuju ke arah kantin. Selama perjalanan mereka bercanda dan mengobrol.

Saat pintu kantin dibuka. Suasana yang ramai kini hanya diam membisu, lalu salah satu dari mereka berteriak histeris.

"Kyaahhhh!!!" Teriak Karin kencang. Karin terduduk lemas di lantai dengan Diane yang terdiam. Mereka kedua terlihat sangat shock.

Teriakan Karin membangunkan sebagian orang di kamarnya.

Srett!!!

"Aku mendengar suara orang berteriak," ujar Huda. Ia sebenarnya sudah terbangun daritadi.

"Ayo kita periksa suara itu," ajak Fiki.

"Aku memiliki perasaan tidak enak." Kata Huda pelan.

Mereka segera berlari kecil ke arah sumber suara tersebut. Ternyata Seila, Nico, Opick, serta Lusian mengikuti mereka.

"A-ada a-apa?" Tanya Seila pelan. Ia melihat kedua temannya Diane serta Karin terduduk lemas di lantai. Pandangan keduanya menatap ke arah dalam kantin.

Huda dan Fiki beranjak masuk ke dalam kantin. Mereka pun terkejut bukan main.

"Astaga..." gumam Huda. Ia berdiri mematung. Lalu Seila, Nico, Opick serta Lusian ikut masuk ke dalam kantin. Tak jauh berbeda dari lainnya, Seila menangis histeris.

"I-ini tak mungkin kan?" Tanya Lusian terbata-bata.

"Mustahil," lanjut Nico.

"Ini sebuah kasus pembunuhan." Seru Fiki. Opick menatap Fiki terkejut setelah ia mengatakan kata pembunuhan.

Pom! Pom! Pom!

"Ohayou minna-san... Telah ditemukan mayat di kantin serta dapur." Jeda Kumatobi. "Fufufu... akhirnya yang kutunggu-tunggu terjadi juga." Lanjutnya memberikan informasi kepada penghuni sekolah. Suaranya menggema di setiap sudut ruangan.

Handphone atau identitas mereka telah berbunyi menandakan ada pesan masuk. Huda dan lainnya mulai membuka isi pesan itu.

To Murid Berbakat

Telah di temukan mayat yang bernama Miyami Novi berumur 14 tahun, Super Akja God Hand. Ia terbunuh di kantin serta dapur dengan kondisi korban yaitu tergantung di atas langit-langit dengan sebilah pisau menusuk tepat di dadanya. Kemungkinan waktu kematian korban sekitar 3 pagi. Dan korban di temukan pada pukul 05:20.

From Kumatobi (Kepala Sekolah)

"Miyami Novi tewas pada pukul 3 pagi. Ini di waktu saat semua orang tengah tertidur lelap." Gumam Huda membaca pesan.

"Ini kasus pembunuhan di tengah malam," komen Fiki.
.
.
.
.

Tap! Tap!

Terdengar beberapa langkah kaki menggema di sepanjang lorong menuju kantin. Sosok mereka telah terlihat yaitu Rifki, Teguh, Oriza, Uli dan terakhir Vero.

"Benarkah berita dan pesan ini?" Tanya Uli to the point.

"Iya," jawab Nico singkat.

Kelima orang yang baru saja datang langsung melihat ke TKP langsung. Semuanya tersentak bukan main melihat mayat Novi mati tergantung di atas. Kecuali Vero yang melihat seperti bosan dan tak peduli.

"Dia memang pantas untuk mati!" Seru Vero datar.

Semua mata lalu mengarah padanya. "Jangan-jangan kau yang telah membunuhnya!" Tuduh Lusian penuh emosi.

"Hah! Aku pembunuhnya, yang benar saja!" Elak Vero tak terima.

"Mengaku saja kau?!" Bentak Lusian. Vero yang tak terima diperlakukan seperti ini langsung menampar Lusian. Namun, sebuah tangan mengagalkan rencananya.

"Lepaskan tanganmu itu!" Bentak Vero. Ia memandang orang yang telah menghalau dirinya dengan tatapan membunuh.

"Tch! Nafsu makanku tiba-tiba menghilang!" Sindir Vero. Ia pun pergi melangkah pergi.

"Kita tak bisa seenaknya menuduh seseorang tanpa bukti," jelas Rifki, orang yang telah memegang tangan Vero tadi.

Lusian menatap kesal Rifki. "Terserah!" Ia pun melengang pergi.

"Kita harus menurunkan tubuh Novi terlebih dahulu. Ayo Rifki, Opick dan Nico bantu aku." Ajak Huda.

"Yang lainnya bawa Karin serta Diane ke tempat yang aman." Usul Rifki. Oriza, Fiki serta Seila membawa tubuh keduanya. Tersisa Teguh yang hanya diam.
.
.
.
.

Pintu kantin telah terbuka kembali.

"Dimana Aldo? Aku tak melihatnya." Tanya Nico. Ia pun menoleh ke arah pintu yang terbuka.

"Hoam... selamat pa--" ucapan Aldo terpotong saat ia melihat kerumunan di dalam kantin. Ia tercengang bukan main saat mengangkat kepalanya ke atas. Ia melihat seseorang tergantung di langit-langit kantin dengan sebilah pisau menancap tepat di dadanya.

"Kau telat! Cepat bantu kami!" Bentak Opick emosi. Tanpa babibu lagi Aldo membantu menurunkan tubuh Novi yang tak bernyawa.

Rifki mengambil sebilah pisau daging dari arah dapur. Itu digunakan untuk memotong tali tambang yang mengikat di sisi tembok kantin.

Diturunkannya secara perlahan tubuh Novi. Di bawah sudah siap Huda, Aldo, Nico dan Opick yang memegang sebuah matras yang entah di dapat darimana.

Bruk!!

Mayat Novi telah berhasil di turunkan. Kedua matanya di tutup lalu tubuhnya di tutup dengan sebuah kain panjang.

"Aku tak percaya, Novi tewas dengan cara tragis seperti ini." Kata Aldo memecah keheningan. Semua menatap tajam Aldo.

"Ke-kenapa kalian menatapku seperti itu?" Tanyanya gugup. Ia merasa ketakutan akan hal itu.

"Kemana saja kau baru datang?" Tanya Rifki cepat.

"Aku... tentu saja tidur. Aku memang kalau bangun jam segini." Jawab Aldo sedikit kesal.

"Apa kau yakin? Bisa saja kau yang telah membunuh dirinya." Tanya Nico menunjuk ke arah jasad Novi.

"Tidak! Aku tidak mungkin membunuhnya!" Elak Aldo tak terima di tuduh sebagai pelaku.

"Tapi, bisa saja di antara kita merupakan pembunuhnya." Ucap Huda memperhatikan gerak gerik lainnya.

"Benar sekali," tambah Opick.
.
.
.
.

Pom! Pom! Pom!

Kembali suara speaker menggema di setiap ruang sekolah. Kumatobi memberitahukan sebuah informasi yang penting dan juga mengejutkan bagi semuanya.

"Aku akan memberikan kalian kesempatan untuk menyelidiki kasus pembunuhan pertama ini. Lalu menebak siapa pembunuh/pelaku dari kejadian ini. Waktu kalian hanya 2 jam. Setelah waktunya habis, kalian harus berkumpul di sebelah tangga. Semoga hari kalian menyenangkan 😊" jelas Kumatobi.

Suara itu pun menghilang. Suasana kembali menjadi sunyi. "Kalian sudah dengar kan? Ayo kita cari petunjuk." Ajak Rifki memimpin. Jasad Novi tetap di taruh di TKP untuk pemeriksaan mereka.

Rifki meninggalkan kantin, disusul oleh Opick dan Aldo. Tersisa Nico yang menuju ke dapur untuk mengambil makanan di dalam kulkas. "Aku lapar sekali," keluhnya.

"Hmm..." gumam Huda. Ia memeriksa kondisi tubuh Novi yang tak bernyawa lagi. Darah menempel dari mulut serta bagian dada korban yang tertusuk. Ia merasa ada yang janggal dengan tangan kanan Novi yang tertutup rapat. Saat ia akan membukanya, sebuah misterius menghentikan aksinya.

"Tunggu!" Seru Seila. Ia berjalan ke arah Huda. "Jangan kau sentuh! Itu akan meninggalkan sidik jari." Lanjutnya.

"Lalu aku harus bagaimana?" Tanya Huda bingung.

"Kau harus menggunakan sapu tangan ataupun plastik untuk menutupi sidik jarimu." Jawab Seila tenang.

"Hmm... baiklah," balas Huda. Ia melangkah menuju ke arah dapur. Lalu ia kembali lagi dengan kain putih untuk menutupi tangannya.

"Aku penasaran dengan apa yang ia genggam," ujar Huda. Ia segera membuka kepalan tangan Novi secara perlahan. Ia sejenak terkejut. Ia menemukan sebuah kertas yang sudah sedikit lecek.

Setelah mendapatkannya. Huda mulai membaca secarik kertas itu diikuti Seila dibelakangnya. Keduanya membaca dengan seksama.

Temui aku di kantin...

Itulah tulisan di balik secarik kertas itu. Keduanya mulai berpikir. "Apakah ini tulisan pelaku?" Tanya Huda pelan.

"Aku rasa seperti itu. Setidaknya kita menemukan sebuah petunjuk walaupun hanya sedikit." Jawab Seila sekenanya. Huda memasukkan kertas itu ke dalam sakunya. Untuk sementara hanya mereka berdua saja yang tahu akan hal itu.

"Maaf bolehkah aku tanya sesuatu kepadamu?" Tanya Huda hati-hati. "Tentu saja," jawab Seila cepat.

"Tadi aku lihat kau sedikit tertekan. Tetapi saat ini kau terlihat baik-baik saja." Ucap Huda tak enak takut menyinggung perasaan Seila.

Seila hanya tersenyum. Ia menarik napas sejenak. "Aku juga tidak tahu, tapi setidaknya ini lebih baik daripada harus terpuruk dan menyusahkan orang lain." Balasnya.

Tiba-tiba datang seseorang di hadapan keduanya. "Maaf mengganggu waktu kalian berdua. Bisakah kalian ikut denganku?" Tanya Fiki sedikit memaksa.

"Hmm... baiklah," jawab Huda melirik Seila. Seila hanya menganggukan kepalanya saja. Mereka pun pergi dengan tanda tanya besar.
.
.
.
.
.

Bersambung... 😂

Yeay! Hari ini update 2x wkwk 😁😄 Sudah muncul satu korban #14

Selamat membaca! 😀😊

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro