• 11 •

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kamu benar-benar nggak akan berubah pikiran, Sa?"

Bastian akhirnya memutuskan untuk mengungkit tentang pengunduran diri Tessa, karena seminggu ini wanita itu benar-benar menggenapi perkataannya untuk mencari kandidat pengganti yang baru.

Tessa tersenyum manis. "Saya sudah buatkan kriteria yang sesuai, Pak. Bapak boleh periksa dan menambahkan kriteria khusus lainnya, sebelum bagian HRD memproses perekrutannya. Lebih cepat lebih baik. Kalau dalam seminggu ini sudah ada pengganti, saya bisa segera mengalihtugaskan semua pekerjaan dan mendampingi sampai asisten baru terbiasa dengan tanggung jawab sebagai asisten Bapak."

"Itu bukan jawaban yang saya inginkan, Sa!" kesal Bastian. "Kamu benar-benar nggak akan berubah pikiran?"

Kembali, Tessa memamerkan senyum manisnya. "Nggak, Pak."

"Karena saya merendahkan kamu?"

Nah, itu salah satunya! Tessa mengungkapkan di hati saja demi mencegah masalah dengan Bastian di hari-hari terakhirnya.

"Apa permintaan maaf saya cukup untuk membuat kamu bertahan?"

Tessa yang selalu bisa mengandalkan senyuman di setiap cobaan, kali ini tidak bisa menggerakkan bibirnya.

Itu barusan ... BASTIAN MAU MINTA MAAF???

Sayang sekali, permintaan maaf pun tidak akan cukup untuk membuatnya bertahan. Selain karena terlambat, ada banyak alasan lain yang membuat Tessa merasa berhenti menjadi asisten Bastian adalah pilihan yang terbaik.

"Ini karena di acara launching waktu itu saya menuduh kamu wanita penggoda, ya?" tebak Bastian. "Saya minta maaf, Sa ...."

Bastian masih duduk di singgasananya. Bersandar pada bangku berlapis kulit yang tampak begitu empuk. Dia terlihat acuh tak acuh, seolah tidak ingin disalahkan sepenuhnya.

Tessa sudah pasti akan merasa semakin direndahkan dengan cara itu. Tapi dia tidak bisa marah sama sekali, karena ungkapan isi hati Bastian selanjutnya.

"Siapa sangka kamu bisa cantik banget kalau udah dandan? Saya cuma nyaris tergoda, Sa! Dan, kamu tahu sendiri saya laki-laki kayak apa! Saya nggak mungkin embat kamu juga. Kita harus menjaga hubungan profesionalitas!"

Akhirnya, Tessa yang berdiri di depan meja kerja Bastian hanya meloloskan tawa. Sekadar untuk menghargai kejujuran boss-nya. "Saya mengerti, Pak."

"Jadi...?"

"Jadi sebaiknya Bapak periksa kembali daftar kriteria yang sudah saya buatkan, supaya bisa saya serahkan ke bagian HRD secepatnya."

***

"Kakak pernah nonton drama Korea yang judulnya 'What's wrong with Secretary Kim' nggak? Itu tuh kisahnya mirip banget sama Kak Tessa sekarang. Tentang sekretaris yang tiba-tiba pengin berhenti kerja dan bikin bos-nya uring-uringan. Dan tahu nggak ending-nya gimana?"

Sambil mengunyah kacang polong sebagai camilan malamnya, Tessa hanya bergumam untuk meladeni pertanyaan Freya, adiknya, yang tersambung melalui video call. "Udah jelas halu banget, sih!"

Freya terkikik geli di seberang sana. "Iya, sih. Soalnya si boss sama sekretarisnya akhirnya saling jatuh cinta."

Tessa terbatuk-batuk. Tersedak oleh makanannya sendiri. Jawaban Freya jelas membuat seluruh tubuhnya bergidik ngeri. "Bastian sama sekali nggak uring-uringan, Ya! Dia cuma nggak bisa terima kenyataan aja kalau Kakak minta berhenti jadi kacungnya. Makanya dia tiba-tiba pakai minta maaf segala buat nahan Kakak." Tessa mengulang kembali cerita yang diungkapkannya pada Freya tadi. Cerita yang membuat sang adik mengaitkan kisahnya dengan drama Korea segala.

"Iya ... iya ... seorang Bastian yang nggak pernah merasa salah itu akhirnya bersedia minta maaf ... dan, Kakak tetap nggak mau mengakui kalau kelakuannya itu bagian dari uring-uringan karena takut kehilangan Kakak???" goda Freya lagi.

"Ya!!! Kamu kenapa jadi nyebelin gini sih? Nggak bisa terima Kakak balik ke Pekanbaru? Takut Kakak bakal jadi beban? Kamu tenang aja, Kakak bakal cepat-cepat cari kerjaan baru kok!" kesal Tessa.

Takut sang Kakak akan salah paham, Freya segera meluruskan, "Bukan gitu, Kak, maksudku ... aku mana mungkin ngerasa Kakak beban sementara semua hutang-hutang Papa dan biaya sekolahku selama ini dibantu sama Kakak. Aku nggak mungkin sepicik itu, Kak. Aku kan cuma pengin mengutarakan kecurigaanku. Karena menurutku memang Pak Bastian itu bela-belain nemuin Kakak ke Nyonya Prasraya dan minta maaf segala karena dia beneran nggak mau kehilangan Kakak."

Tessa menutup kedua telinganya dengan tangan. "Stop ngomong gitu, Ya! Mual banget dengernya!" Dengan sengaja, Tessa membuat gesture merinding. Membuat tawa Freya pecah di seberang sana.

"Ya udahlah ... kalau Kakak tetap ngerasa berhenti kerja adalah pilihan yang terbaik, aku bakal dukung sepenuhnya, Kak. Kalaupun Kakak masih ingin istirahat dulu, gajiku juga cukup kok untuk kita bertiga hidup sederhana," kata Freya tulus.

Dan jawaban adik semata wayangnya itu, sukses membuat Tessa semakin meyakini keputusannya untuk berhenti menjadi asisten Bastian.

**

Tessa baru saja selesai mengerjakan draft seminar sebagai bahan presentasi Bastian pada acara Kongres Pengusaha Muda besok, saat Gio tiba-tiba muncul di depan meja kerjanya. Setelah seminggu ini dia bisa menghindar dari Gio, kali ini sepertinya dia harus menghadapi pria yang pernah diidamkannya itu.

Kecanggungan masih menguar kental di antara keduanya. Namun, Tessa berusaha mencairkan suasana dengan berdiri dan menyambut Gio dengan berkata, "Pak Bas masih ada tamu, Pak."

"Saya bukan sedang mencari Bastian, Sa," balas Gio. "Saya mencari kamu."

Tessa melirik cepat pada pintu ruangan atasannya. Memberi isyarat kepada Gio bahwa saat ini ada Bastian yang bisa mengganggu sewaktu-waktu. Ini masih jam kerja.

"Di dalam Wiryawan sama orang-orang dari BPN, kan? Masalah pembebasan tanahnya belum beres, obrolan mereka pasti bakalan alot." Gio memberi pendapat setelah membaca gelagat lawan bicaranya. "Kita pasti punya banyak waktu untuk bicara."

"Tapi Pak Bas mungkin akan memerlukan saya sewaktu-waktu, Pak," kilah Tessa.

"Kalau begitu kita bicara di sini," tegas Gio.

Tidak punya pilihan yang lebih baik, Tessa akhirnya keluar dari meja kerjanya dan mengambil tempat di sebuah sofa panjang di sisi ruangan yang biasanya digunakan sebagai ruang tunggu bagi orang-orang yang ingin bertamu. Disusul oleh Gio, yang segera mengambil tempat di sebelahnya.

"Kenapa kamu harus resign, Sa?" tanya Gio to the point.

"Masalah personal, Pak," balas Tessa mantap, berusaha menunjukkan ketegarannya dengan membalas tatapan Gio tepat di mata.

"Ada hubungannya dengan saya?"

Oh, tentu saja. Semua selalu ada hubungannya dengan Gio. Tessa bertahan karena Gio, dan Tessa pun harus berhenti karena nama yang sama. Namun Tessa tidak perlu mengatakannya secara gamblang. Untuk apa? Hanya akan menambah sakit di hatinya saja.

Maka Tessa menggeleng lemah.

Gio masih saja menuntut. "Apa karena ciuman saya malam itu?"

Sekali lagi, Tessa menggeleng. Kali ini lebih tegas. "Enggak, Pak. Saya cukup memahami situasi malam itu. Sudah seharusnya saya menerima segala konsekuensi dalam setiap pekerjaan yang saya terima."

Gio mengernyit tak suka. "Pekerjaan? Apa kamu menganggap malam itu hanya sebagai pekerjaan?"

"Tentu saja, Pak. Bukankah begitu kesepakatan yang Bapak tawarkan? Tugas saya hanya untuk membuat Mbak Lara cemburu...." Meskipun aku nggak pernah tahu bayarannya ternyata sesakit ini. Patah hati. Tessa menambahkan di dalam hati.

Jawaban Tessa sukses membuat Gio meremat jari-jemarinya sendiri. Mencoba melampiaskan kekecewaan yang bersarang di dada. Terus terang, Gio berani mengungkit tentang ciuman malam itu karena masih sulit percaya Tessa akan setenang ini menghadapinya. Sementara dirinya sendiri terjebak dalam perasaan yang semakin sulit dipahaminya. Perasaan tentang kecurigaan Lara. Bahwa ternyata, dia tidak pernah melihat Tessa sekadar rekan se-kantor. Melainkan lebih....

Gio menyukai Tessa lebih dari itu.

Tapi, bagaimana Gio bisa mengakuinya, kalau Tessa sudah menolaknya secara tidak langsung seperti ini?

Akhirnya Gio memilih untuk menutup percakapan itu dengan sebuah pesan singkat, "Saya harap kamu pikirkan kembali tentang pengunduran diri itu, Sa," matanya dilayangkan untuk menatap manik mata Tessa. "Saya...," Oh, jangan sampai ada curhat colongan yang semakin merusak hubungannya dengan Tessa! Gio segera meralat kalimatnya. "Bastian ... butuh kamu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro