BAB - 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

___

"Ergh." Alya memegang kepalanya setelah siswa di kelas itu tersisa sedikit.

"Nggak habis pikir gue lo beneran mau nyuapin Kak Arya." Lia masih tak bisa menahan tawa. "Lo kesamber apa, sih?"

"Diem aja. Kalian nggak bakalan ngerti. Udah, ah," balas Alya ketus. Dia merapikan alat tulisnya, memasukkannya ke dalam ransel.

Saphira duduk menyamping menatap Alya. "Tahu nggak? Tadi banyak yang ngegosipin lo, loh."

"Iya, nggak usah dibahas. Pusing gue."

Saphira cemberut. "Yuk pulang? Lo masih mau di sini?"

"Kalian duluan aja, deh. Sana, sana." Alya mengedarkan pandangannya. "Diba mana?"

"Udah duluan tadi. Katanya buru-buru. Ya udah, gue pergi kalau gitu," kata Saphira lalu berdiri.

"Gue juga. Serius nggak mau bareng?" tanya Lia. Alya mengangguk. Lia langsung tersenyum penuh arti. "Tiati! Nanti ada yang nungguin."

"Hah. Sana buruan pergi! Bikin kesel aja lama-lama!" teriak Alya. Semenara Saphira dan Lia langsung berlari keluar dari kelas itu.

Alya menendang kaki meja dan berdecak. "Kenapa, sih?" gumamnya. Dia menjatuhkan pipinya ke meja. Saat melihat ke ambang pintu, dia mengernyit heran. Tiga senior cewek berdiri di sana dan menatapnya.

"Anak tadi nggak bohong, sih," kata Renata sambil berjalan masuk. Sesekali memandang penjuru kelas. "Woa, mantan kelas gue, nih."

"Mana berani bohong? Tadi aja udah gemeteran gitu," balas Shinta.

Alya menegakkan punggungnya dan menebak-nebak. Jangan-jangan anak tadi yang mereka maksud adalah Saphira?

Alya masih tak mengatakan apa-apa. Dia melihat ponselnya sekaligus menunggu balasan dari Rully.

"Hei," panggil Vanessa. Dia menyandarkan bokongnya di meja guru sambil melipat kedua tangannya di dada. "Sini lo."

Alya menghela napas. Dia menaruh ponselnya ke dalam tas dan langsung berdiri. Tanpa menunggu lama dia sudah ada di hadapan Vanessa dengan wajah datar.

"Lo tadi ngapain berduaan sama Arya? Kalian pacaran?!" kata Vanessa sedikit membentak.

"Ya enggak lah." Alya langsung lanjut bicara setelah melihat mata Vanessa yang melotot. Alya memang terdengar nyolot. "Beneran, Kak. Gue juga heran kenapa dia suka banget bikin gue kesel."

"Bohong lo. Lo yang juga kegatelan, kan?"

Astaga, kata Alya dalam hati. "Serius, Kak. Dia lagi ngerjain gue dan gue nggak bisa ngapa-ngapain. Dia cuma jadiin gue babu. Serius...."

"Serius, kan?" Vanessa menyipitkan mata terlihat tak yakin.

"Iya. Tanya aja sama orangnya langsung."

"Awas, ya, lo bohong!"

Sudah sejak tadi Alya ingin langsung kabur. Namun, cukup dengan Arya dia punya beban masalah di sekolah ini. Jangan sampai dia berurusan dengan cewek seperti Vanessa. Bisa-bisa semakin ruwet.

"Walaupun dia beneran jujur, takutnya lama-lama ada rasa. Kan semua karena terbiasa?" bisik Renata.

"Pokoknya lo langsung menghindar aja kalau dia deket-deket!" bentak Vanessa kesal.

"Gue udah berusaha, Kak. Tapi nggak segampang itu. Dia ngancem terus." Bodo amat harus bersikap kayak biasa, batin Alya kesal.

"Emang dia ngancem apa?" bentak Vanessa lagi.

Alya terdiam. Dia tak mungkin menjelaskan penyebab sebenarnya. "Ya ngancem banyak macem deh, Kak. Gue sampai pengin pindah sekolah rasanya."

Vanessa berdiri tegak dan berdecak sebal. Dia bergumam. "Arya, sih. Hobinya aneh banget tahu nggak?"

"Emang hobinya apa?" tanya Shinta.

"Hobinya gangguin anak orang katanya. Ish. Kesel gue. Yuk, guys." Vanessa melangkah keluar dari kelas Alya. Renata dan Shinta melewati Alya sambil menatapnya sinis. Alya diam-diam mengepalkan kedua tangannya dengan geregetan saat ketiga senior itu membelakanginya.

Vanessa tiba-tiba berbalik. "Awas aja kalau gue denger kabar kalian pacaran!" katanya ketus, lalu berbalik ke depan lagi dan pergi dari sana. Shinta dan Renata tak lupa memberikan tatapan sinis mereka lagi.

"Ampun. Ergh." Alya memutar bola matanya kesal. "Siapanya Arya, sih? Pacar? Mantan? Cih."

***

Alya berhasil pulang sekolah dengan damai. Beruntung Rully terlambat datang menjemputnya. Biasanya Alya akan mengomel, tapi kali ini dia tersenyum semringah hingga membuat Rully heran.

Lalu sore ini dia merayakan kesenangannya dengan mengerjai salah satu anggota paskib yang sedang ada konflik dengan Diba. Setelah kabur dari lapangan itu dan berhasil melakukan rencananya dengan teman-temannya, mereka tertawa puas. Sayangnya Diba harus pergi duluan karena Agam datang mengajaknya pulang.

"Terus kita ngapain?" tanya Saphira setelah Diba tak terlihat lagi.

"Pulang aja, yuk?" Lia mengajukan saran dengan semangat empat lima. "Masih kesel gue sama anak-anak di kelas. Pengin enaknya aja!"

Mereka ke sekolah sore ini memang dengan tujuan untuk menata kelas bersama teman-teman kelas mereka lainnya. Mereka izin ke kantin, lalu bukannya kembali ke kelas mereka justru menuju dekat lapangan untuk mengerjai seorang teman kelasnya yang bernama Nathalie.

"Yuk, ah?" Lia menarik masing-masing tangan Alya dan Saphira. "Kabuuur."

Alya tertawa. Dia juga punya niat untuk kabur dari tugas kelas. Larinya yang paling cepat, hingga Lia dan Saphira tak bisa menyamakan langkah.

Alya berhenti mendadak setelah berbelok di koridor lain. Lia dan Saphira langsung heran. Saat Alya melepaskan tangannya dari mereka dan tiba-tiba berbalik, keduanya semakin keheranan. Kehadiran Arya tak jauh dari mereka sontak membuat keduanya tersenyum iblis. Lia menarik tangan Alya sementara Saphira menarik rambut Alya tanpa sengaja.

"Mau ke mana?" Lia berusaha keras menyembunyikan tawanya.

"Saphi, rambut gue!" Alya menepuk tangan Saphira di rambutnya. Saphira tersentak dan menjauhkan tangannya. "Gue mau ke kelas. Ada yang kelupaan."

"Bohong!" teriak Saphira semangat.

"Kalau nggak mau bareng sana pulang duluan. Lia! Lepasin tangan lo dari tangan gue! Saphi astaga!" bentak Alya panik saat Saphira membantu Lia memegang tangan Alya yang lain. Alya semakin panik saat melihat siluet Arya dari ekor matanya. "Buruan!"

Bukannya melepaskannya, kedua temannya itu malah cengengesan. Alya sudah menebak apa yang sedang direncanakan oleh Lia dan Saphira.

"Pulang bareng, yuk?"

Suara itu membuat Alya yang tadinya bergerak gelisah kini berdiri mematung di tempatnya. Suara di belakangnya mampu membuatnya tak berkutik sama sekali. Lia dan Saphira saling pandang dan seolah bicara lewat tatapan, keduanya melepaskan Alya secara perlahan-lahan, kemudian kabur entah ke mana dan meninggalkan Alya bersama Arya di koridor itu.

"Awas aja kalian berdua!" gumam Alya, lalu berbalik bak robot. "Nggak mau!" tegasnya.

Arya berdeham. "Sepertinya anak IPS 3 banyak yang datang, ya—"

"Ya udah, ya udah. Ayo cepetan." Alya tak bisa berbuat apa-apa selain melewati Arya dan mendorong bahu cowok itu dengan geregetan sebelum pergi ke gerbang sambil terus menggerutu. Dia bersedekap dan terus menghentakkan kakinya sambil berdecak setibanya di gerbang. Tak lama setelah Alya tiba di sana, cowok itu sudah muncul bersama motornya dan berhenti tepat di depan Alya tanpa mematikan mesin motor.

"Nggak usah senyum-senyum, deh," komentar Alya setelah melihat sudut mata cowok itu seperti sedang tersenyum. Mulutnya terutupi oleh helm. Sementara matanya masih terlihat jelas karena kacanya terbuka.

"Tahu banget ya gue lagi senyum?" Arya terkekeh. "Lemah banget, sih, lo? Diancam dikit doang langsung lengah," ejek Arya.

"Nggak usah banyak omong." Alya berdecak. "Kalau gue nolak kemauan lo, siapa yang bisa jamin lo nggak bakal ngelakuin hal-hal bodoh?"

Arya terdiam sejenak, lalu mengangguk-angguk. "Setuju. Setuju."

Alya membuka mulutnya dan akhirnya kehabisan kata-kata. Dia naik ke motor Arya tanpa mengucapkan apa pun.

"Nggak mau meluk? Ntar jatoh," tawar Arya.

"Nggak usah minta hal yang aneh-aneh," balas Alya ketus.

Arya terkekeh. "Gue nggak minta, gue nawarin loh. Kalau lo nggak meluk entar. Ah, sh...." Arya memegang pundaknya yang sakit karena baru saja kena pukulan. "Lo mukul bagian sensitif, tahu? Sakit. Gantian lo yang bawa motor emang mau?"

Alya menggigit bibirnya. "Maaf. Refleks. Lagian lo nyebelin," bisiknya.

"Nggak, kok. Gue nggak marah."

"Siapa juga yang nanya lo marah apa enggak? Jalan cepetan."

"Ya Allah anak siapa, sih, ini? Galaknya subhanallah." Arya geleng-geleng. "Eh, beneran nggak mau meluk?"

"Berhenti minta hal yang aneh-aneh bisa nggak, sih?"

"Iya, iya, iya. Kalau lo udah kayak gini gue mana bisa pakai jurus ngancem."

Alya langsung mengunci bibirnya. Semakin dia bicara, semakin Arya meladeninya dan dia tak akan sampai ke rumah kalau terus begitu.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro