BAB - 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Pertanyaan sebelum lanjut baca.

"Apa kalian sudah pernah baca True Stalker di wattpad?"

Jangan lupa tinggalkan jejak <3

SELAMAT MEMBACA

___

Setelah selesai makan, Arya melepaskannya dan Alya bisa mengikuti acara di hari terakhir MOS dengan tenang.

Acara penutupan sudah berakhir. Tersisa satu hal lagi yang belum mereka lakukan, yaitu menerbangkan kumpulan balon udara yang dibawa oleh setiap gugus. Alya berdiri cuek di luar kelompoknya sementara siswi-siswi di kelompoknya itu antusias ingin melihat atraksi balon-balon beterbangan di udara. Bosan. Satu hal yang Alya rasakan saat ini. Rasanya dia ingin segera pulang, lalu mengacak-acak DVD game Rully atau lebih bagus lagi menghancurkan semuanya dengan mesin penggiling.

Saat Alya menaruh karton namanya di atas kepala saking bosannya, dia tak sengaja melihat Arya sedang celingukan seperti mencari seseorang. Alya menggeser dirinya untuk bersembunyi di balik badan siswi-siswi lain. Namun, belum sempat dia bersembunyi sepenuhnya, Arya sudah melihatnya dan melemparkan senyum menyebalkan itu lagi. Sontak saja cewek itu berlari kencang, membuat Arya ikut berlari mengejarnya.

Alya terkejut saat merasakan kemejanya ditarik dari belakang. Langkahnya refleks berhenti.

"Berusaha lari dari gue, hem?" tanya Arya sembari menariknya menjauh dari kerumunan. Alya memukul tangan cowok itu yang menarik tangannya lagi.

"Kita kan udah nggak punya urusan. Lepasin nggak? Atau gue tonjok lo?" Alya memberikannya kepalan tinjunya, membuat Arya hanya tertawa mengejek.

"Berani nggak lo—" Belum selesai bicara, tinjuan keras terhantam pada hidungnya. "Wow." Arya mengerjap antara terkejut dan takjub juga denyutan di hidung. "Sh—"

"Mau lagi?" tanya Alya, menantang. Melihat Arya yang diam, Alya sudah menebak-nebak pasti Arya akan melepaskannya. Namun, tebakannya salah saat cowok itu kembali menariknya menuju taman yang menjadi tempat strategis Arya mengerjainya. Mereka tiba di sana setelah berbagai kendala yang Arya rasakan karena berusaha menarik Alya.

"Lo ingat nggak kata-kata gue tadi?" tanya Arya menampilkan senyum bak iblisnya. "Urusan lo dan gue nggak akan selesai."

Alya menatap cowok itu kesal.

"Gue tambahin, nih. Sampai kapan pun."

"Bodo." Alya menghela napas. "Mau lo apa, sih?"

"Sebagai adik kelas yang baik, harusnya lo manggil gue Kak."

"Senioritas. Sebebas gue mau—"

"Lihat, deh. Balon-balonnya mulai diterbangin."

Alya berhenti bicara dan segera melihat ke arah lapangan. Balon-balon yang dipisahkan sesuai warna itu mulai menghiasi pemandangan. Arya masih memegang pergelangan tangannya. Sementara Alya larut dengan pemandangan yang dia lihat bersama Arya di sisinya. Tak lama Alya segera sadar dengan apa yang terjadi. Dia mengerjap. Jika dengan sebuah tinju yang dia berikan kepada Arya justru membuat cowok itu semakin berulah, maka bagaimana jika tangisan atau sesuatu yang membuatnya terlihat lemah?

Alya tersenyum kecil. Dia melirik Arya yang masih asyik atau—entah—sok asyik melihat keramaian di lapangan. Alya menarik pelan tangannya dengan raut wajah lelah yang dibuat-buat.

"Aduh, kepala gue pusing banget...." Alya menunduk sembari memegang pelipisnya. Arya sontak menatapnya terkejut.

"Lo baik-baik aja—" Belum selesai Arya bicara lagi, Alya segera menjatuhkan diri. Cowok itu dengan cepat menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. Alya berusaha sebisa mungkin untuk terlihat natural dan menahan diri untuk tidak tertawa atau membuka matanya. Yang dia dengar adalah Arya panik dan yang dia rasakan adalah Arya menggendongnya dalam waktu lama.

Alya masih tak berani membuka matanya saat merasakan tubuhnya dibaringkan ke tempat tidur setelah perjalanan yang cukup jauh.

"Woi, cewek ini pingsan masa? Padahal nggak gue apa-apain. Lo di mana?" tanya Arya dengan kepanikan saat menghubungi seseorang. "Gam?" Diam sejenak. "Bantuin gue, Kek. Gue nggak tahu mereka pada ke mana atau suruh Agatha ke sini. Padahal nih cewek tomboi, bisa pingsan juga ternyata."

Alya gemas sendiri. Rasanya ingin berteriak ke telinga cowok itu sambil berkata, "gue ini feminim, tahu!"

"Eh! Ayam! Gue minta bantuan lo! Gue—Sial. Dimatiin." Arya menjauhkan ponselnya dan menatap Alya yang masih berbaring kaku. Dia mundur perlahan, lalu berjalan keluar dari UKS untuk mencari orang yang lebih bisa mengatasi orang pingsan.

Setelah merasa tak ada suara, Alya baru berani membuka mata. Cewek itu segera bangkit. Dia meninggalkan karton namanya dan menulis sesuatu di karton itu, lalu berlari kencang keluar dari UKS menuju gerbang sekolah.

Tak lama setelah kepergiannya, Arya baru datang bersama panitia perempuan. Saat melihat tempat tidur itu kosong, Arya mengangkat kedua tangannya. Dia membaca tulisan di karton itu. Tanpa sadar, membuat kedua sudut bibirnya terangkat sempurna.

kecoak

=

LO

ps: emang enak dibohongin?

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro