Griffith yang Pertama Kali Menampakkan Diri

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pada akhirnya, aku tidak menuruti usul yang Annabeth keluarkan. Ternyata, gadis itu juga hanya bermain-main ketika mengatakannya tadi. Ia bahkan sudah siap untuk mengejekku jika saja aku setuju dengan ucapannya dan akan memanggilku 'anjing penurut' bilamana aku mengiyakan sarannya tadi.

Oh sialan.

Oh sialan.

Oh sialan.

Aih.

Aku teringat dengan papan nama yang ada di depan rumah wanita itu. Karena malam hari dan tidak membawa lampu minyak, kami berdua tidak ada yang menyadari keberadaannya sebelum aku sendiri yang mengingatnya. Masih ada, tidak diganti, tidak dibuang. Tetap terpajang rapi di pagar rumah wanita itu. Tulisannya samar-samar karena keadaan sekitar sama sekali tidak mendukung untuk membuat kami bisa membaca.

Toh, tulisannya, pada akhirnya setelah berusaha keras untuk dibaca, masih sama seperti terakhir kali kulihat. Tidak berubah.Annabeth membuka mulut untuk mengeja papan kayu itu. "Kediaman Griffith Ombudsman ... pencet bel jika ingin masuk. Tolong aku, Arthur. Namanya mengingatkanku dengan jerapah."

Aku juga, Annabeth. Kalau saja wanita ini bukan orang penting, umurnya tidak lebih tua dari kami berdua, apalagi merupakan salah satu anak panti, Annabeth pasti akan mengolok-oloknya tiap kali bertatap muka. Untung saja leher wanita paling berpengaruh di Scallian itu tidak panjang.

Hahaha.

"Jadi apa?" Annabeth bertanya lagi. Keinginanku untuk memukul lehernya sudah kuat sekali. Apabila tidak kutahan, mungkin leher putih gadis berhidung panjang itu sudah berubah menjadi merah saat ini.

Haahh ....

"Kau sudah membacanya. Kenapa masih bertanya?"

"Kalau aku sembarangan dalam memencet bel, kau pasti akan marah-marah."

Benar juga. Namun, pada akhirnya tetap salah juga.

"Tidak apa, tekan saja. Niat kita baik- baik. Penjaga-penjaga itu pasti akan mengira kita sebagai tamu jauh atau salah satu penduduk yang ingin berbincang hangat dengan majikan mereka."

Mata Annabeth membola. "Benarkah?" tanyanya memastikan sembari memasang tampang penuh harap.

"Benar. Asal kau tidak menekannya lebih dari dua kali, kau tidak akan kularang."

Begitu mendengar ucapanku, Annabeth langsung menekan tombol bel itu dengan agresif.

Tiga kali.

Kurang ajar.

Aku langsung memarahinya. Gadis itu tertawa lagi seperti tidak memiliki dosa. Oh, Tuhan, tarik kembali ucapanku yang mengatakan bahwa aku bahagia mendapat rekan satu tawanan dengan gadis sinting ini.

Ketika Annabeth selesai menekan tombol itu--dengan jumlah yang melebihi kesepakatan awal--, ada bunyi dentingan yang memekakkan terdengar setelahnya. Penjaga-penjaga rumah Nyonya Griffith yang pada awalnya berada dalam posisi mengantuk langsung gelagapan begitu mendengar bel rumah berbunyi nyaring. Salah satu dari mereka mengangkat tombak yang entah makhluk itu dapatkan dari mana, sedang sisa satunya langsung berlari menuju gerbang.

Singkat cerita, saat melihat ada dua anak kecil berdiri seperti peminta-minta di depan gerbang dengan raut wajah sengaja dipolos-poloskan, penjaga-penjaga itu dengan mudah membiarkan kami memasuki halaman rumah majikannya. Tidak ada bantahan, larangan, apalagi ajakan untuk berdebat. Langsung dipersilakan masuk tanpa basa-basi lebih jauh dari menanyakan maksud kedatangan kami--yang kubalas dengan jawaban ingin meminta makan.

Faktor mengantuk. Tentu saja. Wajah dua penjaga itu seperti wajah orang-orang yang tidak membutuhkan apa-apa selain kasur kapuk dan bantal empuk.

Halaman rumah Nyonya Griffith sudah ditutupi salju. Begitu juga dengan gerbangnya, atapnya, salah satu bangunan tua di dekat gedung utamanya, bahkan hingga serambinya yang sengaja tidak diberi kanopi besi. Ketika melewatinya, aku teringat kembali dengan rumah tumpanganku yang kutinggalkan malam ini. Nyonya Ruby mungkin sudah buang air lagi di bawah lemari penyimpanan.

Penjaga-penjaga itu memimpin dan menjaga. Satu memimpin di depan, satu menjaga di belakang. Pikir mereka, jika kami berbuat macam-macam dan ingin kabur, mereka bisa dengan mudah menangkap dan menusuk jantung kami menggunakan tombak. Walau ramah, makhluk-makhluk ini tetap sama berbahayanya dengan penduduk-penduduk kota yang lain.

Mari berharap Annabeth tidak memiliki niat untuk melakukan tindakan bodoh di waktu-waktu genting seperti ini.

Ketika sudah berada di pintu depan tempat kedua burung bermanik kuning poppy itu bertegak-tegak, salah satunya menyuruh kami untuk menunggu di tempat itu. Selagi salah satu burung memasuki rumah untuk memanggil Nyonya Griffith, aku dan Annabeth diharuskan menunggu sambil bercakap-cakap tidak penting bersama penjaga satunya.

Sebagian perkataannya tidak kuhiraukan. Penjaga itu berucap tentang bagaimana rekan kerjanya sering buang gas ketika tengah bekerja, tentang susahnya tidur bersebelahan dengan rekan burung itu yang sayapnya selalu menimpa paruhnya apabila pagi tiba, dan tentang sikap aneh burung satunya yang selalu bersenandung tiap dua malam sekali.

Aih.

Dibandingkan dengan teman bicara, aku dan Annabeth lebih cocok untuk dikatakan sebagai wadah keluhan saat ini. Namun, aku masih nyaman dengan kata-katanya. Toh, asalkan burung ini tidak bertanya lebih jauh tentang asal muasal kami atau alasan mengapa kami memilih untuk mengunjungi kediaman majikan mereka yang berbau hutan basah di malam hari, aku masih mau-mau saja meladeninya--atau pura-pura meladeninya.

Burung yang sedari tadi sudah masuk ke dalam rumah untuk memberitahu Nyonya Griffith tentang kehadiran kami tiba-tiba berlari cepat menghampiri rekannya. Dengan satu kali percakapan yang bahasanya tidak bisa kupahami, mereka mulai terbang dan mengitari atap rumah Nyonya Griffith, lalu mengarah langsung ke belakang.

Belum cukup dengan keterkejutan kami perihal tingkah makhluk-makhluk berwajah janggal itu, kejutan yang lebih besar datang.

Nyonya Griffith, dengan pelan, membuka pintu yang ada di sebelah kami. Wajahnya hangat, senyumnya keibuan, pun matanya melirik satu per satu ke arah kami dengan bergantian. Namun, kala melihat wajahku, senyum keibuan dan ekspresi hangat wanita itu langsung luntur bak emas palsu yang dicuci dengan air mengalir.

"A--"

"Selamat malam, Nyonya Griffith. Maaf karena sudah mengganggu malam-malam. Ada beberapa hal yang harus kami bicarakan." Tanpa membiarkan wanita itu menyelesaikan kalimatnya, Annabeth langsung memotong. Ia melakukan gerakan membungkuk seperti baru saja melihat ratu dari Kerajaan Britania Raya, kemudian mendongak lagi setelahnya.

Bagus, Annabeth. Pandangan wanita di depanmu terhadap tingkah kita sudah berkurang drastis dan susah untuk diangkat lagi hanya gara-gara dirimu yang memotong pembicaraan wanita itu.

Aku tidak akan segan-segan memburumu jika wanita itu marah karena ucapannya disela, naik pitam, kebakaran jenggot, lalu berakhir dengan kita yang ditendang dari rumahnya.

Aih.

Di luar dugaan, Nyonya Griffith malah tersenyum lagi. Meski hampir mustahil dan tidak mungkin terjadi, aku akan senang untuk berpikir bahwa wanita itu sedang berada dalam kondisi hati yang baik atau kepribadian wanita itu memang secantik rumahnya.

"Kalian ingin berbicara denganku malam-malam begini? Oh, baguslah. Aku jarang kedatangan tamu sejak beberapa bulan terakhir. Ayo masuk! Di dalam, aku akan membuatkan kalian coklat panas dan memanggang kue kering. Ah, kalau mau, di dapur juga ada perut babi panggang."

Aku harap isi hati wanita tua ini sama baik dengan ucapannya.

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro