Nyonya Penjahit di Depan Gerbang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gerbang depan Scallian masih sama seperti ketika baru pertama kali kami datangi. Karat pada pagarnya tidak hilang, bunyi berderik anehnya yang bisa membangunkan anjing tetangga masih menggema tiap kali gerbang tertiup angin, dan jalanan depan kota masih sepi--pun di bagian luarnya juga.

Kata Tuan Suara-tanpa-nama ketika di rumah tadi, penduduk kota masih takut untuk keluar rumah. Pikir mereka, barangkali akan ada gelombang rombolan naga lagi yang mendadak datang untuk menyerang kota jika mereka melangkah satu kaki saja dari pintu rumah.

Aku tidak tahu harus melakukan apa setelah ini. Duduk diam di depan gerbang kota akan kuanggap sebagai salah satu bagian dari penugasan sebagai penjaga gerbang. Jika kami disalahkan oleh Tuan Suara-tanpa-nama karena tidak becus dalam mengerjakan tugas yang diberikan olehnya, setidaknya aku punya Annebeth sebagai saksi--bilamana gadis sinting itu tidak mau menjadi saksi, aku akan dengan senang hati menjadikannya kambing hitam.

Aih.

Astaga.

Jahat sekali aku.

Aku memang tidak suka bekerja hingga kelelahan mendekati pingsan--cukup tempo hari saja aku merasakannya, ketika diperintahkan oleh Tatum Brittle dari pemakaman kota untuk mencabut rumput-rumput liar yang ada di sekitar pusara keluarga pengurus Kota Blisshore.

Tapi, jika begini terus, rasanya tidak adil juga. Tentu saja aku suka dengan hadiah, apalagi jika itu kembang gula atau makanan-makanan manis lainnya. Namun tetap saja, ini bukan bekerja namanya. Lagi pula, yang Tuan Suara-tanpa-nama janjikan kemarin adalah pekerjaan, bukannya ladang hadiah dan koin emas dari para penjaga gerbang.

Annabeth saat ini entah berada di mana. Tadi dia sempat izin untuk buang air di rumah penduduk yang paling dekat dari gerbang. Gadis banyak omong seperti dirinya tidak akan mungkin kesusahan ketika meminta izin untuk meminjam bilik kecil kepada salah satu wanita tua di ujung jalan sana.

Buktinya, gadis itu kembali beberapa belas menit setelah berangkat dengan wajah berseri seperti baru saja diberikan mainan kayu oleh Tuan Santa. Setelahnya, dia pergi lagi tanpa mengatakan apa-apa--kemungkinan besar Annabeth berencana untuk mengganggu ketiga patung itu lagi. Katanya, bisa saja mereka menjadi kesal dan mulai berbicara untuk membungkam mulutnya.

Udara semakin dingin. Salju masih turun seperti tadi pagi. Awan di atas sana masih menggulung dan makin gelap dari menit ke menit. Malam nanti, kota ini--dan mungkin juga Blisshore--akan mendapat parade angin kutub dan badai salju dingin dari selatan. Betapa beruntungnya anak-anak panti lain karena masih bisa minum coklat panas, memakai kaus kaki rajut, dan membungkus diri menggunakan selimut hangat malam nanti.

Ah, andai aku tidak penasaran dengan seruling Nyonya Griffith, aku pasti tidak akan mengalami nasib menyedihkan seperti ini.

Baiklah, penyesalan tidak akan menghasilkan apa-apa. Malah buang-buang waktu saja--walau saat ini, berdiri di depan gerbang sambil melamun tentang kuda dengan surai warna-warni tidak bisa tidak disebut dengan buang-buang waktu juga.

Tidak lucu rasanya jika hari ini kami pulang sambil membawa ucapan 'aku-tidak-tahu-apa-apa-karena-yang-kami-lakukan-hanya-berdiri-sambil-memandang-tak-tentu-tujuan-di-gerbang-kota'. Bisa mati kami dibunuh oleh Tuan Suara-tanpa-nama nanti malam--tapi lagi-lagi, aku masih memiliki keuntungan karena Annabeth tidak akan protes ketika nantinya kujadikan sebagai tameng.

Pikirku kami akan tetap seperti ini terus bahkan hingga Hutan Pencecak tiba-tiba berubah menjadi gurun tandus. Untunglah aku salah.

Annabeth yang baru saja datang dari tempat yang tidak ada satu orang pun yang tahu, menepuk punggungku kuat-kuat, membuatku jatuh tersungkur, meminta maaf sambil tertawa-tawa seperti orang mabuk, lalu menunjuk hamparan tanah bersalju yang ada di depan kami. "Lihat, Arthur, ada orang di sana."

Gadis di sebelahku ini masih menunjuk tempat yang sama dengan telunjuknya. Pandanganku menjadi kabur karena salju yang terus-terusan turun. Alhasil, dipaksa beberapa kali pun, aku tidak akan bisa melihat orang macam apa yang ditunjuk oleh Annabeth kecuali jika aku memicing-micingkan mata.

Annabeth benar. Ada seseorang di sana, berjalan lunglai setengah terhuyung, dengan badan lemas seperti baru saja diserang serigala hutan.

"Akhirnya ada yang bisa kita lakukan selain menunggu sampai berlumut di sini, Arthur!" Annabeth senang. Ia berjingkrak-jingkrak di tempatnya sebelum aku hentikan karena salju yang ada di dekatnya bisa terpental dan melompat ke wajahku.

Ah, tunggu dulu ....

Jalannya lemas.

Badannya seperti baru saja diserang serigala.

Aku tidak akan terkejut jika orang itu adalah tawanan Scallian yang baru jika dilihat dari gerak-geriknya di kejauhan. Ketika aku menanyakan perihal pendapat Annabeth tentang dugaanku, gadis berambut pirang itu menggeleng tidak tahu dan mengatakan bahwa ia baru saja datang ke kota ini dan tidak tahu menahu tentang masalah tersebut adalah sesuatu yang sangat wajar untuk dimaklumi.

Orang itu, yang berperawakan pendek, makin mendekat. Jalannya seperti dilambat-lambatkan dan butuh waktu lima menit penuh baginya agar bisa kulihat tanpa harus menyipitkan mata.

Wanita. Yang datang pertama ke gerbang adalah seorang wanita paruh baya.

"Arthur ...."

"Apa?"

Annabeth menoleh ke arahku, lalu menunduk sedikit. Ia ingin berbisik di telingaku. "Aneh."

"Apanya?"

"Itu."

"Demi sumur ajaib di rumah Tuan Hermond, tidak bisakah langsung katakan intinya saja?"

Annabeth menegakkan badan, menggaruk kepalanya, lalu berbisik lagi. "Wanita itu salah satu penjahit pakaian kerajaan di Blisshore. Benar, 'kan?"

Hah?

"Dari mana kau tahu?"

"Tentu saja aku tahu, Arthur!" Annabeth marah-marah. Salah satu tangannya diletakkan di pinggang. Gadis itu tidak lagi berbisik di telingaku. "Lihat saja wajahnya. Tiap kali kami, para gadis, datang ke rumahnya untuk membantu wanita itu untuk menjahit baju Tuan Walikota yang bolong di bagian ketiaknya, wanita itu selalu mengajak kami ke dapur untuk minum teh, memakan sepotong kue, lalu meluncurkan gosip-gosip paling hangat dari mulutnya."

Ah, sebentar. Jika diperhatikan lebih jelas, Annabeth ada benarnya juga. Aku pernah melihat wanita dengan tanda lahir hitam di bawah pelupuk matanya ini sebelumnya, di pesta perayaan panen lobak Blisshore. Saat itu, wanita dengan badan bongsor yang ada di depanku ini tengah menggunjingi salah satu istri wakil walikota yang wajahnya menjadi memerah karena salah memakan beri hutan yang dipetik oleh salah satu pelayannya.

"Lalu apa?"

"Tidak apa. Kau tidak heran?"

Jika ditanya seperti itu, aku tentu saja heran setengah mati. Tapi, jika melihat bahwa sudah ada Annabeth di sini, aku akan langsung menduga bahwa wanita itu menjadi salah satu tawanan baru di kota ini--siapa tahu dia akan menemani kami di rumah nantinya.

"Sapa dia."

"Kau saja," tawar Annabeth.

Karena tidak mau berdebat lagi, aku akhirnya mengalah. Ketika wanita itu sudah tepat berada di hadapan kami, aku akhirnya bertanya, "Nyonya, apa yang bisa kami bantu?"

"Aku ingin menjadi tulang."

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro