Pelarian Tanggal Lima

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau tidak tahu apa-apa, Annabeth. Dirimu tinggal di sini saja tidak sampai dua minggu. Bisa apa kau jika berhadapan denganku pada adu pengetahuan kota?"

"Memang begitu, tetapi aku tetap ingin pergi. Mengapa kau melarang kami keras sekali seperti ini?" kata Annabeth. Tangannya ditudingkan ke satu sisi langit-langit. "Kemarin, ketika bekerja sebagai penjaga gerbang, kau juga menghalang-halangi kami untuk berhenti kerja. Upahnya sedikit dan bekerja di sana sama saja dengan sia-sia. Tuan, kami hanya ingin mendapat uang lebih dengan berkunjung ke rumah Nyonya Griffith."

"Dia tidak kaya."

"Dia kaya. Tertulis di buku informasi kota," balas Annabeth lagi, kali ini dengan lebih ketus. Kemudian, gadis itu tersadar. Barangkali menemukan jawaban atau kesalahan telak dari pernyataan Tuan Suara-Tanpa-Nama, lantas senyum tipis terbentuk di bawah hidungnya. Wajahnya menengadah dan matanya menatap tajam ke sisi kiri langit-langit ruang depan. "Beberapa hari yang lalu kau pernah mengatakan bahwa Nyonya Griffith adalah salah satu penduduk paling kaya di kota. Rumahnya saja besar dan mewah seperti katamu tadi. Mengapa sekarang tiba-tiba mengatakan kalau wanita itu adalah penduduk dari kalangan bawah?"

Tuan Suara-Tanpa-Nama diam. Panjang, hingga beberapa menit. Aku sudah siap-siap untuk berpikir bahwa pria itu kabur lagi seperti sebelum-sebelumnya. Annabeth mengangkat kepalanya. Wajahnya terlihat lebih pucat di bawah sayup-sayup sinar matahari sore bulan Desember. Ketika dia berbicara, suaranya terdengar parau.

"Aku hanya ingin pulang lebih cepat, Tuan. Aku ingin diriku, Arthur, Nyonya Penjaga, dan anak-anak panti yang lain berkumpul lagi di Blisshore sebelum malam Natal."

"Aku hanya ingin melindungi kalian dari Nyonya Griffith." Kali ini, Tuan Suara-Tanpa-Nama yang berbicara. Suaranya mendesah dan menjadi lebih pelan dari biasanya. "Percayalah kepadaku, kali ini saja. Tidak usah mendatangi rumahnya barang satu kali pun kecuali memang benar-benar terpaksa seperti keadaan Arthur tempo hari yang mengharuskannya mengantar koran dan susu ke rumah wanita tua itu. Satu kali saja, tidak lebih. Setelah ini, jika kalian tidak ingin percaya lagi denganku, aku tidak akan marah."

Tuan Suara-Tanpa-Nama berbicara dalam nada sedih yang dibuat-buat. Aura di dalam rumah menjadi tidak mengenakkan. Bukan suara desahan dan bergetar pria itu yang membuatku sedih, melainkan mata berkaca-kaca Annabeth ketika menyadari bahwa harapannya sudah hampir pupus total bersamaan dengan diantarkannya kalimat Tuan Suara-Tanpa-Nama.

"Satu kali saja. Setelah ini, aku tidak aka--"

"Baik, Tuan."

Hah?

Annabeth ... menyerah?

Gadis itu berjalan beberapa langkah menjauhi ambang pintu. Ia mengarah menuju kamar dan sudah bersiap-siap untuk melepas mantel yang dipakainya sedari tadi. "Aku tidak akan pergi ke mana-mana. Arthur, ayo bantu aku menabur garam. Waktu kita sudah terbuang banyak karena berdebat tadi. Namun, Tuan, aku juga minta tolong untuk carikan kami pekerjaan lagi. Maaf karena sudah berhenti sebagai penjaga gerbang tetapi kami masih butuh makan saat ini."

Aku diam saja. Annabeth benar-benar masuk ke dalam kamar lalu menaruh mantelnya sembarang ke atas lemari pakaian--tidak berjinjit, langsung dilempar saja olehnya hingga teronggok berantakan di atas lemari kayu basah. Gadis berambut pirang itu kemudian keluar kamar sambil merengut.

Tuan Suara-Tanpa-Nama tidak berbicara lagi. Barangkali pergi entah ke mana untuk merayakan kemenangannya dalam melawan seorang anak perempuan dua belas tahun di ajang perang mulut. Ah, atau mungkin saja pria itu saking senangnya langsung pergi menuju gerbang depan kota untuk berembuk bersama tiga patung penjaga gerbang perihal 'kemauan' kami untuk bekerja lagi di tempat itu.

"Annabeth."

"Tenang, Arthur."

"Kenapa? Tenang apanya? Kau benar-benar tidak jadi pergi ke rumah wanita enam puluh tahunan itu?"

"Tenang saja, Arthur." Annabeth berucap, sedangkan postur tubuhnya menyuruhku untuk mendekati wajahnya. Ia menunduk sedikit untuk menyejajarkan mulutnya dengan telingaku lalu berbisik dalam suara yang dalam. "Malam nanti. Tuan Suara-Tanpa-Nama aku bohongi tadi. Kalau dilanjutkan, mulutku akan kering dengan cepat hingga berdarah setelahnya."

"Hah?"

"Malam nanti kita pergi ke rumah Griffith Ombudsman."

Annabeth ... tidak bisa menyerah.

Aku bahagia memiliki rekan tawanan seperti dirinya.

Haha.

Gadis gila.

****

Malam ini, aku akan pergi ke rumah Nyonya Griffith.

Annabeth sudah berpura-pura tidak tahu sedemikian rupa dan aku akan mengikuti jejaknya hingga waktu yang ditentukan tiba. Tidak lucu rasanya jika Tuan Suara-Tanpa-Nama mengetahui rencana kami hanya karena aku salah berucap atau gerak-gerikku terlihat lebih berbeda di matanya.

Sisa garam yang masih ada--satu setengah kantong lebih--kusebarkan setelah Tuan Suara-Tanpa-Nama pergi tadi siang. Bagaimanapun juga, walau malam ini kami akan pergi dan kembali ke rumah mendekati tengah malam, aku tetap tidak mau rumah kami dijadikan sasaran para pria bertopi tinggi dari kawasan pertokoan roh.

Tidak lucu sama sekali apabila makhluk-makhluk itu melacak rumah kami karena jejak bau yang tertinggal, memasukinya tanpa kendala karena tidak ada lingkaran garam yang membuat makhluk itu menggelepar kepanasan layaknya disiram tembaga leleh, bersembunyi di dalam lemari pakaian, lalu mengejutkan kami di tengah malam seperti lolongan anjing pengganggu walikota.

Tidak, aku tidak mau.

Ada banyak cara bagi kami untuk mati di Scallian tetapi jalur mati konyol karena dikagetkan oleh pemanen arwah dari pertokoan roh tidak akan pernah kami ambil.

Butuh waktu cukup lama bagi kami untuk memastikan bahwa Tuan Suara-Tanpa-Nama tidak akan muncul malam ini. Aku sudah menyeru nama pria itu tiga kali, tetapi pria itu tak kunjung datang. Annabeth sudah berteriak-teriak kelaparan, pria itu tetap tidak ada. Annabeth yang memutuskan untuk tidak mandi sore dengan sengaja pun tidak berhasil membuat Tuan Suara-Tanpa-Nama muncul tiba-tiba seperti bersin Hisk di taman bunga Nyonya Peony.

Di sinilah kami berdua, berlari-lari seperti orang gila di blok nomor tujuh tanpa lampu minyak. Ketika dirasa waktunya sudah tiba dan Tuan Suara-Tanpa-Nama tidak muncul-muncul di dalam rumah, maka pada saat itulah kami memutuskan untuk pergi dari rumah dengan cepat.

Pula, saku kemeja kami sudah diberikan sejumput sisa garam dapur untuk menghindari para pria bertopi tinggi dengan bola mata hitam--belum pasti apakah hal ini bisa berhasil tapi paling tidak, kami masih bisa melemparkan garam ke wajah makhluk-makhluk itu jika berpapasan dengan salah satu dari mereka ketika tengah berlari di jalan.

Karena tidak membawa penerangan apa-apa, aku dan Annabeth hanya bergantung kepada lampu jalan yang kerap mati-hidup-mati-hidup itu. Beberapa kali di daerah yang jarang-jarang lampunya, Annabeth hampir terjatuh karena tersandung undakan batu--tidak terlihat, katanya berkali-kali ketika hampir saja kutertawakan.

Malam ini, kami akan pergi ke rumah Nyonya Griffith.

Malam ini, kami akan bertemu dengan Griffith Ombudsman.

Malam ini, aku dan Annabeth akan melihat wajah wanita paling berpengaruh di Scallian itu dalam jarak dekat, berbicara enam mata dengannya, barangkali menyaksikannya duduk di kursi malas sembari menyesap teh hangat, kemudian mulai mengira-ngira tentang isi hatinya.

Aku harap Nyonya Griffith adalah orang baik.

Semoga ....

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro