Roti Dingin dan Badai Tanggal Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Menurut kami berdua, ada yang aneh dengan Nyonya Rugh. Tidak ada bantahan, selaan, apalagi kata tidak setuju ketika aku membicarakan tentang hal itu kepada Annabeth--yang ada, dari tadi, gadis itu selalu ikut menyetujui ucapanku. Pikirnya, sikap Nyonya Rugh sudah aneh mendekati gila serta gerak-geriknya membuatnya tidak nyaman.

Tidak tahukah dia bahwa aku selalu merasa tidak nyaman tiap kali berada di dekatnya.

Baiklah, kesampingkan dulu hal tersebut. Malam ini, aku dan Annabeth harus bisa bertahan di rumah hanya dengan dua selimut tipis. Jika salah satu di antara kami mati karena kedinginan, Tuan Suara-tanpa-nama tidak akan mau repot-repot mengurus acara penguburan kami. Pria itu bahkan saat ini entah berada di mana setelah muncul sekilas untuk menyapa ketika kami pulang dan membuka pintu depan.

Di luar, udara hampir bisa membuat air dalam ketel membeku kurang dari setengah jam--padahal ini belum genap jam tujuh malam. Awan gelap menggulung yang aku dan Annabeth lihat tadi pagi kini semakin banyak saja rasanya. Masih menggulung, bergelung, dan berputar di langit Scallian. Beberapa awan bahkan sempat terlihat berputar-putar di atas menara kantor walikota yang bangunannya bisa terlihat dari jalan depan rumah.

Angin dingin sudah berembus kencang dari tadi, bahkan sejak kami masih berjalan di blok nomor enam. Dari tadi, angin selatan sudah masuk lewat sela-sela dinding kayu dan atap rumah berbunyi dengan agresif--kemungkinan besar sudah ada kumpulan salju yang menampar atap malang itu.

Aku menduga kalau di Blisshore dan tempat-tempat seperti ini, musim dingin datang lebih cepat dan pulang lebih lambat. Berada dekat dengan kutub mungkin menjadi salah satu alasannya tapi yang pasti, mau cepat atau tidak, aku hanya berharap bahwa malam ini salju-salju itu tidak cukup kuat untuk menghancurkan atap rumah yang sebagian sisinya sudah rapuh itu.

Annabeth bahkan sudah dari tadi bersin-bersin. Gadis itu tidak tahan dingin. Jadilah, aku memberikannya tiga potong pakaian untuk ia kenakan sekaligus agar hidungnya tidak mimisan dan kewarasannya makin hilang.

Pikirku, karena sudah bersin-bersin, Annabeth tidak akan menggangguku lagi. Tapi nyatanya, gadis itu tiba-tiba datang dan mengetuk-ngetuk pipiku dengan jarinya yang panjang--setelahnya, karena kata Annabeth wajahku hangat, tangannya langsung disematkan di pipiku dan akan terus berlangsung sampai esok pagi jika saja  aku tidak memarahinya kuat-kuat.

Perutnya berbunyi. Wajahnya memerah.

"Arthur, aku belum makan malam." Annabeth mengguncang-guncang tubuhku. Tubuhnya sudah bergetar sejak perutnya berbunyi tadi.

"Ya sudah, tidak ada yang melarangmu untuk makan."

Setelah aku selesai dengan ucapanku, gadis itu masih bergeming di tempatnya. Sorot matanya menunjukkan bahwa ia tidak ingin pergi sendirian ke dapur--yang mana hal tersebut sama sekali tidak baik. Aku hanya akan mengambilkannya makanan jika badannya sudah benar-benar lemas, sudah ada tanda-tanda bahwa dalam tiga menit ke depan akan kolaps, atau kakinya sudah lumpuh.

"Ambilkan--"

Aku benar ternyata.

"Ambil sendiri."

"Ayolah."

"Dapur tidak lebih jauh daripada tempatmu buang air."

"Aku lapar. Tadi aku belum lapar, tapi sekarang sudah. Aku tidak bisa berjalan lebih jauh dari dua langkah jika aku lapar."

"Baiklah, aku akan menghabiskan roti itu jika kau tidak mau bangun." Aku berlalu ke dapur dengan langkah dikecil-kecilkan. Maksudku, agar gadis itu ketakutan dan segera beranjak dari posisi duduknya lalu menyusulku agar tidak kehabisan roti dan selai beri manis dari pasar kota.

Benar tebakanku. Ketika mendengar kata 'menghabiskan' saja, Annabeth serta merta berlari menuju dapur.

Haha.

Kurang ajar.

Tentu saja, Arthur, tentu saja. Tidak ada manusia lain yang lebih aneh dari Annabeth. Badan dan kaki gadis itu memang tidak bisa digerakkan. Namun, karena Annabeth adalah seorang gadis ajaib, ketika mendengar kata makanan, badannya langsung bisa bergerak lebih cepat daripada Olafh Brust si penebang kayu ketika acara kebaktian di Gereja Blisshore selesai.

Jika aku menanamkan pemikiran itu, maka aku tidak perlu susah-susah untuk memaklumi semua tindak-tanduknya.

Aih.

Makan malam kali ini tidak ada yang spesial. Kami belum mendapat upah apa-apa dari bekerja sebagai penjaga gerbang hari ini. Pun, pengeluaran koin harus kami tekan sebaik mungkin jika memang benar-benar ingin pergi dari kota ini sebelum Natal selesai--bukan kami sebenarnya, tapi lebih ke aku sendiri. Annabeth boros sekali. Tadi saja, ketika sedang berbelanja di pasar, gadis itu hampir membeli boneka ukiran dari salah satu toko pengrajin kayu yang masih buka jika saja tidak kuhentikan cepat-cepat.

Salju mulai turun lebih lebat di luar. Angin makin kencang hingga beberapa kertas bekas membeli roti yang ada di dekat pintu dapur terbang hingga pintu depan. Badai turun tiga puluh menit setelahnya, sedang aku dan Annabeth masih dalam posisi menyantap jatah roti selai dalam diam.

Roti ini dingin. Semangkuk selai yang ada di lemari penyimpanan ini dingin. Dapur, kamar, rumah ini dingin. Scallian dingin.

Aku merindukan kehangatan Blisshore.

"Menurutmu, kapan kita bisa turun ke Blisshore?"

"Tidak tahu. Tapi aku harap, kita masih bisa makan kalkun panggang bersama Nyonya penjaga tanggal dua puluh lima nanti."

••••

Jika ada satu hal yang membuatku malas untuk berangkat dari alas tidurku, hal tersebut pastilah tidak jauh dari Nona Ruby yang tiba-tiba tertidur di dadaku, kaki kiri Annabeth yang mendadak menindih perutku, udara dingin dari luar, rasa kantuk, dan jadwal kerja pagi sebagai penjaga gerbang.

Coba tebak apa lagi hal yang kurasakan ketika semuanya terjadi sekaligus? Nona Ruby yang entah datang dari mana tiba-tiba sudah tertidur di dadaku, bangun ketika badanku bergoyang, menguap, menendang-nendang kepalanya--kemungkinan besar untuk mengusir kutu--, menguap lagi, turun dari tubuhku, lalu berlalu ke dapur tanpa menoleh barang satu detik saja.

Annabeth, di sisi lain, masih tertidur sepulas beruang yang baru saja meneguk satu tong penuh madu hutan. Tangannya masih di dada, sedang satu kakinya sudah salah posisi hingga menindih perutku. Kakinya kurus, tapi tetap saja kalau posisinya seperti ini, aku tidak bisa bangun dari posisi berbaringku kecuali gadis itu bersedia dan sadar untuk bisa memindahkan kakinya.

"Masih tidur? Kalian berdua masih harus bekerja hari ini."

Ah.

Tuan Suara-tanpa-nama datang lagi rupanya. Semalam, pria itu tidak menunjukkan suaranya lebih dari lima menit--satu menit pun tidak sampai malah. Aku akan mengesampingkan dulu hal tersebut karena ada satu hal yang benar-benar harus kutanyakan sekarang.

Aku menepuk kaki Annabeth hingga gadis itu terbangun. Ketika badanku sudah bebas, aku mengambil posisi duduk, lalu mulai membuka suara. "Tuan, sebenarnya, apa yang harus kami lakukan sebagai penjaga gerbang kota?"

Beberapa belas detik kamar ini hanya ditemani oleh suara angin dingin dari luar sebelum akhirnya Tuan Suara-tanpa-nama kembali lagi dengan membawa jawaban. "Menjaga gerbang. Kalian harus memastikan semua orang tetap berada di dalam gerbang. Jika ada satu orang saja yang melangkahkan kakinya keluar, maka upah kalian akan hangus."

"Bagaimana jika ada yang datang dari luar, Tuan?"

"Paksa mereka masuk."

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro