Salju dan Jalanan Kota Mati

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kemarin tidak ada lagi banyak hal yang bisa dilakukan setelah membersihkan seisi rumah. Yang Annabeth lakukan hanya tidur-tiduran sambil sesekali memasuki lemari dan mengurung diri di dalamnya--sampai sekarang aku tidak tahu pasti apa yang sebenarnya orang sinting itu lakukan di dalam sana.

Pun, di sisi lain, Tuan Suara-tanpa-nama tidak kembali lagi setelah percakapan kami yang terakhir selesai dengan gantung.

Annabeth ciut sebentar setelah tahu aku pernah hampir mati ketika berada di kota ini lalu marah-marah lagi setelahnya--dia tetap tidak suka dengan keadaan halaman belakang dan sumur batu putih yang masih penuh dengan lumut dan bau ganggang basah itu.

Ingin kuusir.

Ini rumahku, tapi malah dia yang mengaturnya.

Jika tidak kutolong saban malam pun, aku tidak yakin apa Annabeth masih bisa berjalan dan bernapas hari ini. Luka di lututnya bahkan hampir terkena infeksi jika tidak cepat-cepat kuobati--bisa saja gadis itu terkena tetanus, lepra, atau penyakit kulit lain yang sama sekali tidak akan menyenangkan untuk diderita.

Lagi, aku lumayan bersyukur tidak pernah melihatnya ketika melakukan giliran kerja rutin di kebun bawang, serta tidak satu gedung dengannya saat berada di panti.

Satu Hisk saja sudah cukup untuk membuat kepalaku mendidih seperti ketel teh nenek tua di rumah kebun apel. Jika ditambah lagi dengan Annabeth, mungkin akan benar-benar terbakar kepalaku.

Masalah kami kemarin adalah tentang persediaan roti, mentega, dan sereal hambar di lemari penyimpanan dapur yang kian menipis--beberapa roti bahkan sebentar lagi terlihat sudah mau berjamur. Annabeth bahkan sempat mengumpati dua tikus yang tiba-tiba berlarian di dapur dan menuduh hewan-hewan itu telah mencuri banyak simpanan makanan yang kupunya.

Kami berakhir dengan memakan sedikit roti dan selai beri di siang hari. Sorenya berpuasa sampai malam.

Pagi ini cuacanya tidak mendung, tapi matahari terasa tiba-tiba menghilang dari langit kota yang biru muda itu. Udaranya dingin. Tidak ada satu hal pun yang bisa membuat seisi kota ini hangat pada pagi hari di Desember yang bersalju seperti ini. Semalam juga salju sudah turun walau tidak langsung badai. Karenanya, jalanan depan rumah dan atap berwarna putih semua.

Bukan itu yang kupermasalahkan.

Jika bersalju seperti ini, aku was-was sumur di belakang bisa mendadak beku dan airnya tidak bisa digunakan lagi. Mau mandi menggunakan apa kami berdua?

Aih.

Ketika pintu depan dibuka pun, ternyata sudah ada Nyonya Ruby yang menunggu di depan. Kucing itu melengkungkan badan, mencakar-cakar pintu depan, dan berlagak seolah aku harus sekali membukakan pintu depan untuknya. Setelahnya, dia melesak masuk dan langsung menyerang celemek Nyonya Peruglia yang kusimpan di dalam kamar lalu pergi ke dapur dengan cepat.

Aku kira kucing itu tidak akan kembali lagi setelah tuannya mati. Ternyata, hewan itu masih tetap kembali ke rumahku.

Kencing. Tidak heran lagi, kucing belang yang di lehernya ada kalung yang kerap bergemerincing tiap kali melenggok itu mengencingi bagian bawah lemari penyimpanan.

Sial.

Annabeth takut kucing--katanya ia punya trauma ketika bermain-main dengan Rudolf dan menemukan kawanan kutu di bulunya yang gemuk itu. Kusuruh untuk mengusir Nyonya Ruby pun ia tidak akan mau bahkan hingga musim dingin ini berakhir. Aku juga terlalu malas untuk mengejarnya. Jadilah, aku memutuskan untuk membiarkan kucing itu sampai kucing ekor panjang itu sendiri yang memilih untuk keluar karena kelaparan.

Niatku hari ini adalah harus cepat-cepat pergi ke tempat kerja agar bisa pulang cepat juga.

Tapi ... aku masih merasa tidak enak.

"Katamu kita akan bekerja hari ini. Kenapa tidak cepat-cepat pergi ke tempat yang dimaksud oleh siapapun suara yang kau beri panggilan 'Tuan' itu tadi malam?" Annabeth protes lagi. Tangannya menggigil, sedang sudah sedaritadi ia memeluk tubuhnya

Aku mengetuk dagu lalu memperhatikan salju yang turun dari atap rumah Bargin Meath. "Tidak tahu. Aku masih ragu untuk cepat-cepat pergi ke tempat itu."

"Kenapa?" Annabeth bertanya lagi. Gadis itu, yang sebelumnya sudah berada di luar ruangan, tiba-tiba masuk lagi ke dalam rumah karena kedinginan.

Tidak ada alasan yang pasti, jadi aku tidak tahu harus menjawab apa. Jika kujawab karena aku tidak mau pun, pasti dia akan protes lagi dan mengataiku anak laki-laki dua belas tahun yang paling malas seantero Blisshore dan Scallian.

"Ya sudah, ayo pergi!" Aku akhirnya nekat juga. Cepat-cepat aku merampas lengan Annabeth lalu membawa gadis itu berlari keluar rumah. Aku akan menganggap ini sebagai jawaban tidak langsung dari pertanyaannya tadi.

Entah karena terlalu tiba-tiba ketika menariknya atau memang gadis berkuping lebar itu yang keseimbangannya jelek, Annabeth terlihat kesusahan ketika mencoba untuk mengimbangi langkahku. Di depan rumah daging Tuan Bargin Meath yang akan terkunci selamanya pun ia dua kali hampir terjatuh karena tersandung bongkah batu seukuran satu kepal tangan.

Jalanan sepi. Apa yang bisa kuharapkan dari kota yang bahkan pada musim gugur pun sudah sesunyi kota mati bekas jajahan koloni Prancis? Disulut dengan kebakaran besar, satu gerobak kembang api, apalagi teriakan tidak berguna juga tidak akan bisa membuat jalanan kota dari blok nomor satu sampai nomor delapan tiba-tiba menjadi ramai seperti pekan raya.

Ah.

Beda ceritanya jika berurusan dengan naga.

Jalanan kota tidak banyak berubah di blok yang dekat dengan rumah. Butuh berjalan sejauh tiga blok agar bisa melihat kehancuran yang membuat kepala berderit dan hati tersayat ini.

Jalan tanahnya masih berbercak merah tua di beberapa bagian yang belum ditimpa salju--terutama di bawah pohon-pohon kenari. Beberapa rumah bumihangus, gosong, rata dengan tanah. Hanya sedikit yang masih bertahan dengan hangus di bagian atap dan tidak ada bangunan yang benar-benar bersih dari bekas terbakar.

Bau anyirnya masih ada.

Annabeth tidak banyak berbicara sepanjang perjalanan. Toh, aku juga tidak tahu apa lagi yang bisa ia bicarakan ketika melihat dirinya di belakang yang lebih sibuk dengan udara dingin dan wajahnya yang sudah memerah seperti terkena hipotermia. Bintik-bintik di wajahnya bahkan ikut-ikutan berwarna merah--ini membuatku curiga bahwa hal itu terjadi karena dia salah makan alih-alih disebabkan oleh udara dingin.

Kami belum memiliki baju musim dingin. Mantel hitam yang diberikan oleh Tuan Suara-tanpa-nama tempo hari pun masih belum bisa mencegah Annabeth menggigil hari ini. Dia tidak bisa menghadapi cuaca dingin dengan baik sepertinya. Mungkin gara-gara itu juga dia tidak pernah kelihatan ketika semua anak panti menonton Nyonya penjaga panti menebang pohon cemara yang letaknya tidak jauh dari gedung utama pada tanggal dua puluhan Desember.

"Gerbangnya ada di mana?"

"Tidak jauh lagi. Bersabarlah sedikit. Kau bukannya sudah tahu letaknya ada di mana? Pertama kali datang ke sini pun, kau sudah melewati gerbang itu."

"Aku lupa! Ah tapi, ngomong-ngomong, jika aku mati ketika menjaga gerbang ini, apa kau mau tanggung jawab?"

Hah?

Apa-apaan.

"Jika kau mati, aku juga akan ikut mati."

"Benar juga."

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro