Kedelapan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Hari-hari berlalu seperti biasa, tapi ada beberapa hal yang berbeda. Aira beberapa kali mulai menjauhi Aima. Semenjak mendapatkan beasiswa itu, Aira perlahan menjauhi Aima.

Beberapa kali Aima untuk mendekatkan diri kepada Aira seperti biasa, tapi Aira banyak menghindar darinya membuat Aima pun bingung sendiri.

Kondisi ayah Aira sudah membaik, beberapa hari lalu ayahnya sudah boleh pulang, Aima sempat menjenguk tapi respon Aira yang berbeda seperti biasanya.

"Ra, kamu kenapa?" tanya Aima kesekian kalinya melihat perubahan aneh pada sahabatnya itu.

"Gapapa," jawab Aira yang berusaha menyembunyikan raut wajahnya.

Setiap malam, hanya wajah Aima yang terbayang di kepalanya, dan beribu kata maaf yang tak bisa ia ucapkan secara langsung, tapi di lain sisi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Serius gapapa? Tapi akhir-akhir ini gue ngerasa beda ya?" tanya Aima lagi.

"Udah ah, itu cuma perasaan lo aja."

Aima terdiam mendengar intonasi Aira yang begitu, ia tak bertanya lagi. Hingga pertanyaan itu hanya ada di benaknya.

Aima meyakinkan dirinya untuk berpositif thinking, mungkin Aira mood nya sedang tidak baik. Sebenarnya Aima ingin bercerita kepada Aima tentang pendapatnya yang akan cari kerja part time untuk bantu orang tuanya, tapi Aira sedang tidak bisa di ajak berdiskusi sekarang jadi ya sudahlah, Aima berpikir sendiri saja, karena tak ada teman sekelasnya yang dekat selain Aira.

Aima membuka bekal yang berada di laci mejanya, lagi-lagi ia hanya makan sendiri, padahal ia sudah menyiapkan dua sendok untuk ia bagi dengan Aira.

Apapun itu semoga lo menemukan jalan keluarnya, Ra, batin Aima sambil menyuapi makanannya.

Biasanya saat makan berdua dengan Aira, kelas rasanya tidak sekosong ini, bahkan Aima kebanyakan melamun daripada makan bekalnya.

"Aima?" panggil seseorang melambaikan tangannya depan wajah Aima, membuat gadis itu sedikit kaget.

"Eh, iya kenapa, Dam?" tanya Aima kepada Adam yang melambaikan tangan dekat wajahnya tadi.

"Eh anu, kamu kenapa melamun? Nanti ke buru dingin loh," ucap Adam menunjuk pada bekal makan Aima. Hanya telor ceplok dan kecap membuat Aima tersenyum kecut, bahwa makanannya sudah dingin dari tadi.

"Aira kemana? Tumben sendirian." Adam menggeser kursi Aira dan duduk di samping Aima. Sebagai ketua kelas dan teman kelas mereka, membuat Adam sedikit heran dengan teman-temannya itu yang akhir-akhir ini seperti berjauhan.

"Lagi berantem?" tanya Adam sok tahu.

"Gak tuh, biasa aja," jawab Aima sambil memakan bekalnya.

"Oh, bagus deh. Soalnya akhir-akhir ini gue lihat kalian kayak jauhan gitu."

"Ah, gak kok. Biasa aja."

"Oke."

Mereka diam, Aima melanjutkan makannya, sedangkan Adam tak berkutik menghadap ke depan papan tulis. Entahlah, berada sedekat ini dengan Aima membuat ia sedikit gugup.

"By the way, lo tau gak siapa yang bisa kerja part time gitu?

"Kok lo bisa tau?" Aima sedikit kaget dengan pertanyaan dari Adam, pasalnya ia tak pernah mengatakan apa-apa tentang ini.

"Apanya yang gue tau?" Adam ikutan kaget dengan respon dari Aima.

"Eh, anu part time. Lo mau cari yang bisa kerja part time gitu?"

"Iya, makanya gue nanya. Lo tau gak siapa gitu yang bisa kerja part time, soalnya ini tanteku ada buka toko roti gitu, jadi butuh pekerja gue juga ikut bantu-bantu sih, cuma ya kalau ada yang bisa kerja part time gitu, mungkin akan lebih mudah," jelas Adam.

Mata Aima berbinar, kebingungannya beberapa hari terakhir ini akhirnya terjawab juga.

"Gue."

"Ha?"

"Iya, gue mau."

"Serius? Serius lo mau?" wajah Adam berseri menemukan seseorang yang bisa kerja part time dengan tantenya.

"Iya gue mau, tapi untuk sistem kerjanya gimana? Sama gaji yang gue dapat nanti?"

"Nah, kalau masalah itu bisa dikatakan sama Tante gue, sepulang sekolah ada rencana? Kalau gak ada rencana bisa ketemu Tante gue dulu buat ngomongin ini."

"Hm, yeah bisa.

"Oke pulang sekolah ya! Makasih Aima!"

"Eh, iya! Gue yang makasih hihi."

Ada segaris tipis melengkung yang tercetak pada kedua bibir remaja itu, yang satu merasa menemukan partner dan yang satu merasa menemukan jalan keluar atas masalahnya.

Ibu Aima nanti pulang telat, Aima ada rencana sama teman sebentar Aima, Bu.

Pesan terkirim pada ibunya, Aima kembali makan dengan lahap. Tanpa tau bahwa Aira mendengar semuanya, mendengar bahwa Aima sedang kesusahan sekarang dan dalang di balik itu adalah dirinya sendiri.

***

Bel pulang sudah berbunyi, Aima ingin bercerita kepada Aira, tapi lagi-lagi Aira menolak untuk mendengarkan.

Walau rada sakit hati, Aima menepis perasaan itu dan menunggu Adam yang membereskan bukunya ke dalam tas, ia tak sabar untuk pekerjaan part time ini semoga saja Tantenya Adam baik dan itu sesuai dengan hasil yang di dapatkan.

Semoga ini jalannya, berilah kemudahan Tuhan, apapun itu semoga benar ini jalannya.

Doa Aima dalam hati dengan Adam yang berjalan beriringan dengannya di koridor. Yeah semoga doa Aima terkabul, semoga saja.

***


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro