Bab 8 (bagian 1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pagi, Pak," sapa Ayudia pada tukang parkir saat sepeda motornya menepi.

Pria kurus, legam dan bertopi itu mencabut peluit dari mulutnya. Sedetik kemudian bibirnya menyunggingkan senyum sambil mengangkat sebelah tangan ke atas, "Pagi juga, Neng."

Saat gadis itu berhasil memarkirkan motornya dengan rapi, dia turun hati-hati sambil memastikan kunci motor tak tertinggal.

"Mari, Pak." Ayudia berjalan santai meninggalkan area parkir.

Tukang parkir itu tersenyum dan mengangguk padanya.

Area parkir berada di seberang bangunan SMK. Sudah sejak lama pihak sekolah memisahkan hal ini. Karena terkadang sebagian kelas terganggu dengan bising mesin saat aktivitas belajar mengajar mereka belum usai.

Saat kakinya menyentuh gerbang, dia melihat beberapa petugas kebersihan sedang menyapu daun-daun yang berjatuhan dari pohon besar di dekat tampungan sampah utama. Sedang petugas kebersihan lainnya menyebar di lapangan voli dan bagian arena dekat ruang tata usaha. Jika Ayudia beradu tatap, maka mereka saling melemparkan senyum.

Di sana ada beberapa siswa yang berlalu-lalang ke arah koperasi, mereka tampak mengantre membeli buku paket di semester dua ini. Atau sisanya membeli sarapan seperti nasi goreng, nasi uduk, atau gorengan hangat di kantin belakang sekolah. Tak terlalu sepi.

Ayudia berjalan ke arah kelasnya di lantai dua. Di sana ada sederetan remaja laki-laki yang berdiri di sisian pagar pembatas sambil menatap lapangan voli dan kolam renang di bawah. Atau mata nakalnya terus mencari gadis-gadis cantik kelas sepuluh yang baru datang.

Pemandangan lumrah setiap pagi.

Tak lama Ayudia memasuki ruangan kelas, ada seorang gadis bernama Nilam yang juga terburu-buru melangkah ke dalam. Selain membawa tas, dia juga membawa kantong besar yang berisikan camilan seperti makaroni pedas dan nasi uduk murah meriah. Karena konon, ibunya adalah orang tua tunggal. Jadi, Nilam harus membantu ekonomi keluarga untuk membiayai hidup ibu dan adiknya yang masih duduk di bangku SD.

Dagangannya selalu laris, karena rata-rata teman kelasnya jarang sarapan ke sekolah. Bangun mereka siang dan pontang-panting menghadapi macet pagi di jalan. Sehingga, sarapan dari Nilam adalah solusi. Bahkan dari kelas lain pun sering berdatangan ke kelas ini untuk membeli sarapan. Maklum, kelas ini ada di lantai dua, jadi mereka malas harus turun ke lantai satu dan mengantre di kantin.

Jam menunjukkan pukul setengah sembilan, pelajaran pertama hampir usai. Hanya tinggal menunggu bel berbunyi sebagai alarm pengingat para pengajar.

Punggung Ayudia kini terasa panas, jantungnya berdetak cepat sekali, bahkan perutnya terasa mual diiringi pusing di area kepala. 

Nilam menoleh saat Ayudia merebahkan kepalanya di atas meja kayu dengan lemah.

Tepat saat bel berbunyi, Nilam berjalan ke arahnya. "Lo kenapa? Sakit, ya?" tanya Nilam dengan nada lembut.

Entah bagaimana, tapi mengangkat kepala saja rasanya Ayudia tak mampu. Tubuhnya benar-benar merasa payah sekali. Dia merespons Nilam dengan gelengan kepala lemah.

"Oh, mau sarapan?" tanya Nilam lagi. 

Ayudia mengangkat kepala sekuat tenaga. Di sana keringat dingin sudah bermunculan di dahi dan area bawah hidung. Matanya sayu dengan wajah pucat. Rambut yang sudah ditata rapi, kini agak acak-acakan. Gadis itu tak peduli.

"Ke UKS aja, yuk? Gue anter." Nilam bersiap membopong tubuh Ayudia.

Merasa dalam kondisi tak berdaya, Ayudia mengangguk beberapa kali. Tapi kakinya benar-benar tak kuat melangkah. Sadar akan hal itu, Nilam menoleh ke arah temannya yang lain. Hendak mencari bantuan.

***

Halo, selamat tanggal 1 Mei!
Semoga berkah-berkah ya, di bulan ini. 😁

Jangan lupa follow, vote dan komen di Sebaris Cinta Ayudia, ya. Bantu aku karena masih penulis baru, hehe. 😍🙈

Aku nulis juga lho, di Karya Karsa. Di sana sudah otw Bab 20. Kalo penasaran, jangan segan buat berkunjung, yaa. Akun: Fitria Noormala

Salam,

Fitria A. Noormala ♥️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro