Bab 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Rasanya sangat indah" ujar Aarav kepada keheningan malam, ada segaris senyuman tulus yang terlukis di wajahnya.

Untuk sesaat ia tak merasa sendirian, tak merasa kesepian hanya dengan Gadis yang bernama Yerim Rainey Angkasa, hidupnya yang abu-abu itu agak sedikit bewarna.

Aarav tidak meminta lebih atas perasaan ini, tak pernah sekalipun terpikirkan olehnya bahwa cintanya akan terbalas meskipun itu mungkin.

Karena, perasaan seperti ini adalah salah satu kemewahan diantara kemewahan-kemewahan yang mengerubunginya selama ini.

Terkadang bagi sebagian orang, jatuh cinta adalah sebuah kemewahan yang tak ternilai harganya, meski mereka bergelimpangan harta.

****

Yerim masih memejamkan mata asik dengan imajinasinya dimana hanya ada dia dan Aarav didalamnya.

Yerim terus membayangkan bagaimana dia dan Aarav menghabiskan waktu bersama, selayaknya pasangan pada umumnya.

Pasangan?

Ah ia terlalu jauh untuk memikirkan itu, di sapa Aarav aja udah untung apalagi kalau sampai mereka jadian.

Yerim menggigit ujung bantalnya gemas, ada letupan-letupan aneh di perutnya jika membayangkan seorang Aarav Bramasta.

Yerim yang masih asik dengan imajinasinya dibuat terkejut oleh notifikasi pesan masuk hingga imajinasinya menjadi kacau.

Ia segera mengambil ponselnya dan mengecek siapa yang mengirimkan pesan, Yerim langsung terduduk dari acara berbaringnya saat melihat siapa yang mengirimi ia pesan.

Yerim sungguh lupa dengan Mily yang tak lagi bersamanya selama beberapa hari belakangan ini.

081362xxxx

 
Masih ingat dengan ini?

Yerimrainey
Siapa pun lo kembalikan boneka gue!

081362xxx
Kalau mau boneka lo balik lagi temui gue di kantin kelas 12

Apa?!

Yerimrainey
Lo gila hah?
Itu bukan teritorial gue sebagai anak kelas 11 ya!
Gak bisa di tempat lain gitu?
Kalau disitu bisa mati gue

Dan nomor yang tak dikenal itu hanya membaca chat Yerim membuat gadis itu gondok setengah mati sampai-sampai menyepam nomor itu dengan berbagai kata makian dan berakhir Yerim di block.

"Mati gue!"

"Ah bodoh! bodoh!" rutuk Yerim kepada dirinya sendiri.

Ia melemparkan ponselnya kesal ke sembarang arah dan beranjak dari tempat tidurnya itu menuju jendela kamar.

Yerim memandang gamang pada bintang yang bersinar redup di langit malam itu.

"Papa."
 
"Apa Papa baik-baik saja disana?"

Yerim menarik napas dalam untuk merengangkan dadanya yang sesak.

"Aku rindu Papa."

Tes

Tes

Tes

Bulir air mata Yerim luruh begitu saja menyusuri pipi.

"Apa disana hujan Pa?"

"Disini musim hujan Pa,"

Yerim menyeka air matanya dengan kedua tangannya, rindu ini sungguh menyesakkan. Yerim masih memandang ke arah bintang yang bersinar redup itu seolah-olah ia berbicara dengan Papanya.

 "Aku... aku kangen banget main hujan sama Papa lagi."

Pecah.
 
Tangis Yerim pecah, andaikan ia bisa. Andaikan ia bisa memutar ulang waktu, ia ingin sekali memeluk Papanya lagi. Papanya yang tak pernah marah jika dia main hujan, papanya yang selalu menemaninya bermain hujan, Papanya orang yang pertama kali membuat ia begitu jatuh cinta dengan hujan, dan Papanya yang membuatkn tarian absurd ketika hujan tiba dan Papanya yang begitu menyayanginya.

"Mily ada di tangan orang lain Pa," ujar Yerim mengadu pada udara kosong.

"Maafkan aku Pa, aku tidak bisa menjaga pemberian terakhir dari papa."

"Aku anak yang bodoh ya Pa?"
 
"Menjaga Mily saja aku tidak bisa, apalagi aku menjaga Mama."

"Pulang Pa, aku kangen....,"

Yerim terus menundukkan kepalanya menahan segala sesak dan isak tangis yang keluar dari mulutnya itu.
 
Ketika mengingat Mily, muncul secuil kenangan ia bersama Papanya.

Tahun 2013

"Rein pulang!" seru Yerim kecil yang memakai seragam putih merah. Dimana, seragamnya yang sudah keluar dari roknya itu.

Waktu itu Yerim masih berumur 8 tahun kelas 2 SD, ia berbeda dari kebanyakan siswa putri yang lainnya yang memiliki rambut panjang yang selalu diikat rapi ketika sekolah sedangkan Yerim hanya memiliki rambut pendek sebahu dengan bando berwarna merah muda yang menghias kepalanya.

Awalnya Ibu Lina sang Mama tetap ingin memanjangkan rambut Yerim seperti anak gadis lain yang seumuran dengannya tapi apa daya, terakhir kali rambut Yerim panjang melewati bahu ia nekat memotong rambutnya sendiri dengan gunting dari dapur secara asal-asalan.

Ibu Lina tentu kaget melihat Yerim yang keluar dari kamar dengan rambut pendek yang tak bisa dibilang manusiawi. Yerim hampir memotong seluruh rambutnya, dengan potongan seperti itu, terpaksa Yerim digunduli.

Awalnya Yerim merasa takut melihat tidak ada satu helai pun rambut yang ada di kepalanya tapi lama-kelamaan ia merasa kepalanya ringan hingga setiap  rambutnya tumbuh lagi Yerim meminta kepada Mamanya untuk digunduli yang tentunya ditolak habis-habisan dengan sang Mama.

"Rein anak Papa sudah pulang?" Sambut Pak Angkasa seraya menghampiri Yerim kemudian menggendongnya, putrinya itu masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Iya, Papa kok cepet banget pulangnya?" tanya Yerim kepada sang Papa.

"Iya sayang, hari ini Papa cuti," jawab Pak Angkasa dengan senyum tulusnya.

"Cuti itu apa?"

"Cuti itu libur sayang."

"Kayak aku libur sekolah yang hari minggu itu ya?"

"Iya sayang."

"Yeay!"

Yerim kecil melompat dari pelukan Papanya membuat Pak Angkasa kewalahan sekaligus kaget takut putrinya itu terluka.

"Kamu gapapa sayang?" tanya Pak Angkasa cemas kepada Yerim.

 Yeay Papa cuti! Papa cuti!" teriak Yerim kegirangan tak menghiraukan pertanyaan yang terlontar dari Papanya tadi.

"Jadi besok kita bisa pergi ke pantai kan Pa?" tanya Yerim dengan polosnya, membuat Pak Angkasa tertegun seketika.

"Papa?" panggil Yerim menarik lengan Papanya yang masih terdiam.

"Eh iya sayang?"

"Kita bisa liburan ke pantai kan? Kemaren gak jadi karena Papa sibuk terus," ujar Yerim kecil dengan mata berbinar-binar.

"Iya sayang," jawab pak Angkasa mengelus kepala Yerim dengan penuh kasih sayang.

"Yeay! Rein sayang Papa!" Yerim menghambur ke pelukan Papanya, ia sangat senang bisa liburan ke pantai.

Tanpa Yerim sadari bahwa ada yang menitikkan air mata dibalik pelukan itu, yaitu Papanya. Tanpa Yerim tau bahwa Papanya cuti bukan cuti seperti biasanya tapi cuti untuk selamanya yang berarti ia sudah dipecat.

Dan pasti janji liburan ke pantai itu tidak pernah ada.

"Papa kenapa nangis?" ujar Yerim melerai pelukannya dan menyeka air mata Papanya dengan kedua ibu jarinya.

"Gak papa sayang," jawab Pak angkasa dengan senyum tulusnya.

"Okedeh aku ganti baju dulu ya Pa! Muuahh!" Yerim langsung berlari menuju kamarnya setelah ia mencium pipi kiri Papanya.

 Ketika Yerim membalikkan badannya sepenuhnya, disitulah tangis pak Angkasa pecah.

Tuhan bagaimana ini? Bagaimana agar aku tidak mengecewakan gadis kecil itu Tuhan? Bantu aku Tuhan!

Kembali ke sekarang

Tahun 2020

Yerim menangis tersedu-sedu, jika ia tau bahwa papanya kesusahan ia takkan meminta liburan ke pantai itu, sampai sekarang Yerim masih menyalahkan dirinya atas meninggalnya sang Papa.

***

A/N : kasian Yerim, percaya gak kalau aku nangis nulis part ini saat Yerim bilang dia kangen papanya?
Karena kangen kepada orang yang udah gak ada di alam yang sama itu emang sakit banget.

Dan tentang Aarav aku juga nemuin di dunia nyata seperti itu walau gak sepenuhnya tentang percintaan sih tapi banyak orang yang bergelimpangan harta tapi miskin akan kasih sayang.

Apapun akhirnya nanti semoga kalian menerimanya ya:)

So stay tune di Rahasia

Semangat planning 2021!

See you next week:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro