Bab 25

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Sean berjalan menuju tiang bendera mengabaikan Nata dan Bambang yang memandangnya heran.

"Stt Bos kenapa dah?" Nata bertanya sambil menyenggol lengan Bambang.

"Ya mana gue tau," jawab Bambang.

"Hey kalian berdua! kenapa masih berdiri disitu?!" seru Ibu Lilis dengan ekspresi garang kepada Nata dan Bambang.

"Gimana nih, ikut Bos atau enggak?" kata Nata.

Bambang memandang kearah tiang bendera. di sana Sean, Yerim serta Aarav yang tengah menghormati bendera.

"Kalian berdua cepat ke sana!" seru Ibu Lilis dengan mengacungkan penggaris kayunya kepada Nata dan Bambang.

Dengan cepat Nata dan Bambang ikut bergabung dengan Sean, Yerim dan Aarav.

"Dengar, kalian semua hormat bendera selama jam pelajaran usai, paham!"

"Paham Bu," jawab mereka kompak.

"Jangan ada yang bicara, atau hukuman kalian ditambahkan!"

Bambang dan Nata yang awalnya berbisik-bisik pun terdiam, mereka mulai fokus hormat bendera.

Para anak kelas 10 yang sedang berolahraga mulai berkumpul di pinggir lapangan melihat Sean dan teman-temannya yang di hukum, terutama para siswi.

"Apa yang kalian lihat hah? Mau di hukum juga?" kata Ibu Lilis tegas kepada Siswi yang memandang ke arah Sean dan teman-temannya.

Mendengar Ibu Lilis yang berbicara, mereka semua langsung bubar kembali berolahraga dengan sesekali melirik ke arah tiang bendera.

Saat kehebohan yang ditimbulkan oleh Sean dan teman-temannya, Yerim hanya diam saja tidak berkomentar sedikit pun. Ia hanya melirik sekilas ke arah pemuda itu.

Tapi, matanya mendelik saat Sean berjalan ke arahnya dan berdiri di sampingnya.

Sialan! Dari sekian banyak hukuman, kenapa harus hormat bendera!

Umpat Yerim dalam hati.

Kini Yerim menjadi sangat kecil diantara pemuda-pemuda yang menjulang tinggi. Ia hanya menghela napas panjang, menghabiskan waktu berdua bersama Aarav sepertinya akan menjadi mimpi semata

***
Jam pelajaran pun telah usai, begitu pula dengan hukuman mereka. Bel pulang telah berbunyi, seluruh kelas memuntahkan isinya, sehingga mereka yang berada di lapangan menjadi pusat perhatian.

Setelah Ibu Lilis pergi, Yerim langsung terduduk kakinya sangat pegal.

"Haahh, akhirnya." Yerim mendesah lega dengan meluruskan kakinya yang pegal.

"Kamu gapapa Re?" tanya Aarav khawatir melihat Yerim yang langsung duduk begitu saja.

Yerim hanya mengangguk, "haus," ujarnya lagi.

Sean yang mendengar perkataan Yerim, langsung berlari secepat mungkin menuju kantin. Bambang dan Nata lagi-lagi bingung dengan sikap Sean.

"Jangan duduk di sini, di sana aja lebih teduh," ujar Aarav menunjuk tepi koridor kelas 10.

Yerim mengangguk dan mencoba untuk berdiri, tapi ia lemas sehingga oleng.

Untungnya ada Aarav yang menahan tubuh Yerim, ia memapah Yerim menuju tepi koridor.

Bambang dan Nata yang baru mengenal Yerim beberapa hari belakangan ini pun ikut cemas ketika gadis itu oleng.

Mereka ikut membantu memapah Yerim menuju tempat yang lebih teduh.

Aarav mendudukkan Yerim di tepi koridor kelas 10 dan meluruskan kaki gadis itu.

"Kamu gapapa?" tanya Aarav sarat dengan kekhawatiran.

"Iya aku gapapa," jawab Yerim lemah, wajahnya sangat pucat.

"Beneran lo gapapa?" sahut Bambang.

"Ke UKS aja, muka lo pucat gitu." Kata Nata juga ikutan khawatir.

"Muka kamu pucat, kita ke UKS ya?"

"Gak, gak usah aku baik-baik aja kok."

Aarav memandang ke penjuru koridor dan ada banyak siswa siswi yang berlalu lalang sepanjang koridor, semuanya ingin pulang. Aarav memanggil siswi yang berjalan melewatinya.

"Saya boleh minta tolong?" tanya Aarav kaku kepada siswi kelas 10 itu.

"Eh mau minta tolong apa kak?" tanya siswi itu ramah.

"Ini, tolong kamu belikan dua botol air mineral di kantin," pinta Aarav kepada siswi itu dan mengeluarkan uang lembaran lima puluh ribu dari saku bajunya.

"Eh iya kak, sebentar ya." Setelah menerima uang itu, siswi itu pun langsung bergegas menuju kantin.

Wajah Yerim semakin pucat, bulir keringat sebiji jagung mulai muncul di pelipisnya.

Kepala Yerim mulai pusing, matanya mulai berkunang-kunang. Sepertinya ia akan pingsan.

Yerim menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir rasa pening yang mendera.

"Re, kamu baik-baik aja?" tanya Aarav semakin khawatir wajahnya Yerim semakin pucat.

Dalam sekejap pandangan Yerim menjadi gelap, ia pingsan.

"Rein!"

"Rein!"

Panggil Aarav menepuk pelan pipi Yerim, ia sangat khawatir.

Bambang dan Nata pun ikut khawatir, mereka mencoba menggoyangkan lengan Yerim dan memanggil namanya, tapi tak kunjung ada sahutan.

Dengan gerakan cepat, Aarav mengendong Yerim menuju UKS dengan gaya bridal style, ia berlari-lari kecil supaya cepat sampai ke UKS.

Melihat Aarav yang mengendong Yerim dengan berlari membuat Bambang dan Nata tercengang.

"Dia siapanya Yerim ya, kok panik amat," ujar Bambang memandang Aarav yang sudah hilang di belokan.

"Temen mungkin," sahut Nata.

"Temen apa demen tuh."

"Tau ah, Bos kemana dah?"

"Udah lah, nanti juga muncul sendiri, eh Abay!" seru Bambang ketika melihat Bayu yang berada di kerumunan siswa yang akan pulang, ia menjinjing tas Sean, Bambang dan Nata.

"Ah tau aja lo kalau gue males ke kelas," ujar Nata menghampiri Bayu dan mengambil tas nya di pemuda itu.

"Thanks Bro," ujar Bambang mengambil tas nya.

Bayu mengangguk, "Sean kemana?" tanyanya ketika sadar bahwa Sean tidak ada.

Bambang dan Nata hanya mengedikkan bahu, mereka juga tak tau.

Tak lama kemudian entah dari mana Sean berlari dengan membawa dua botol air mineral dan menepuk pundak Nata membuat ia terkejut.

"Ayam ayam!" Latah Nata.

Sean merunduk ia terengah-engah karena belari.

"Lo darimana Bos?" tanya Nata heran.

Sean mengangkat tangannya untuk mengintrupsi agar jangan mengajaknya bicara dulu. Setelah mengambil napas baru ia mulai bicara.

"Cewek itu, cewek itu kemana?" tanya Sean dengan terengah-engah.

"Oh, Yerim?" Sahut Bambang.

Sean mengangguk.

"Dia di UKS tadi pingsan, emang kenap...." kata-kata Nata belum tersudahi Sean sudah pergi berlari meninggalkan mereka.

"Bos itu kenapa dah?" tanya Nata heran melihat kepergian Sean begitu saja.

Bambang dan Bayu pun tak tau, apa yang terjadi pada Sean.

****

Sepanjang koridor siswa siswi kelas 10 melihat Aarav yang berlari dengan Yerim yang berada di gendongannya.

Namun, sayang saking paniknya Aarav ia tersandung kakinya sendiri dan secara impulsif ia menopang tubuhnya menggunakan sebelah kakinya, sehingga dengkulnya dulu yang mengenai lantai. Ia melakukan itu supaya Yerim tidak jatuh dari gendongannya.

Aarav meringis kesakitan saat ia mencoba untuk berdiri. Saat itu lah seseorang datang dan meminta untuk Aarav menyerahkan Yerim.

"Biar gue aja sini, lo gak akan bisa dengan kondisi kaki lo yang seperti itu," ujar pemuda itu yang berdiri di depan Aarav.

Aarav menengadah dan melihat siapa yang berbicara dengannya. Ia menghela napas panjang, dengan ragu-ragu ia menyerahkan Yerim ke gendongan pemuda itu.

Jika saja ia tidak jatuh, mungkin ia bisa mengantar Yerim ke UKS.

Sepanjang jalan ia menuju UKS, seluruh siswa mengalihkan atensi kepadanya, atau lebih tepatnya pada Yerim yang berada di gendongannya.

****

A/N :

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro