Bab 27

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sesampainya di kamar, Lusi membaringkan Yerim di kasur lalu melepaskan sepatu serta membuka dua kancing atas seragam, serta melonggarkan ikat pinggang Yerim.

"Pusing... " lirih Yerim sambil menyentuh kepalanya.

Mendengar itu, Lusi segera menemui Ibu Lina dan meminta obat sakit kepala kemudian memberikannya pada Yerim untuk segera diminum.

Yerim meminum obat tersebut dengan segelas air yang diberikan Lusi dengan hati-hati kepadanya. Perlahan mata Yerim memberat karena efek samping dari obat yang membuatnya menjadi mengantuk.

Lusi mengembuskan napas lega melihat Yerim terlelap dengan napas teratur kemudian dia mengeluarkan ponselnya dengan cepat lalu mengirimkan pesan mengenai kondisi Yerim kepada Salsa.

Yerim emang jarang pingsan, tapi sekalinya pingsan ia bisa menjadi drop seperti ini.

****

Yerim membuka matanya perlahan-lahan, sinar lampu yang menyala membuat ia menyipitkan matanya karena silau.

Dengan mata yang setengah terbuka, Yerim meraba-raba nakas yang berada di samping kasurnya itu. Ia mengambil ponsel yang berada di atas nakas.

Saat membuka ponsel, sinar ponsel membuat Yerim menyipitkan matanya lagi, ia melihat jam di ponselnya, ternyata sudah pukul tujuh malam. Ia pun meletakkan lagi ponselnya di atas nakas.

Ia mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi kepadanya.

Terakhir yang Yerim ingat adalah ia yang di hukum hormat bendera dan ada Aarav di sebelahnya, setelah itu samar-samar ia mengingat Sean yang mengantarnya pulang.

Kini tubuhnya sudah baikkan tidak selemas tadi, ia pun beranjak untuk membersihkan diri.

Setelah membersihkan badan,  tubuh Yerim terasa segar, ia mengambil bajunya yang ada di lemari. Yerim hanya mengenakan kaos pendek dan celana selutut, gaya santainya jika sedang berada di rumah. Ia mencarger ponselnya yang ada di atas nakas sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.

Setelah kegiatan mengeringkan rambutnya selesai, ia pun turun ke lantai bawah, perutnya terasa lapar karena belum di isi dari siang.

Yerim menuruni tangga satu persatu-satu. Dari jauh ia mencium bau makanan dari dapur membuat perutnya semakin lapar.

"Eh anak Mama udah bangun," sapa Ibu Lina ketika melihat Yerim yang berdiri di ujung tangga.

"Mama masak apa?" tanya Yerim mendekat.

"Mama masak sayur sop dan ayam kecap kesukaan kamu." jawab Ibu Lina.

Melihat makanannya tersaji di meja makan membuat Yerim bersemangat, ia pun langsung duduk mengambil piring.

Ibu Lina membantu Yerim mengambil nasi, setelah memasukkan nasi ke piring Yerim, Ibu Lina pun memasukkan nasi ke piringnya dan mereka makan malam bersama-sama.

"Kamu udah baikan Re?" tanya Ibu Lina di sela-sela makannya.

Yerim hanya mengangguk, ia tak bisa menjawab karena mulutnya penuh dengan nasi, Yerim makan dengan lahap.

"Makannya pelan-pelan nanti tersedak," nasihat Ibu Lina melihat Yerim makan dengan lahap dan cepat.

Yerim memangguk tanda ia mendengarkan, dengan perlahan Yerim mengunyah makanannya.

Setelah makan, Yerim membantu mamanya mencuci piring. Tapi, ada yang mengetok pintu rumahnya sehingga Yerim mengajukan diri untuk mengecek siapa tamu yang datang.

"Aku cek dulu ya Ma," ujar Yerim mengelap tanyanya yang basah dengan kain.

"Iya sana."

Tok tok tok

"Iya bentaaarrr," sahut Yerim yang berjalan menuju pintu.

"Sia...." kata-kata Yerim terputus ketika ia membuka pintu dan melihat siapa yang datang.

"Ngapain lo kesini?" tanya Yerim tak senang.

Sedangkan yang ditanya menyelonong masuk begitu saja.

"Heh ini bukan rumah lo ya!" Spontan Yerim berteriak membuat mamanya terkejut.

"Ada apa Re? Eh ada Nak Sean," sapa Ibu Lina melihat kedatangan Sean.

"Selamat malam Tante," sapa Sean kemudian mencium punggung tangan Ibu Lina.

Yerim mendelik melihat sikap Sean yang  seperti itu.

Dasar pencitraan!

Umpatnya di dalam hati.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Yerim tak santai.

"Rein, yang sopan sama tamu," ujar Ibu Lina menasehati Yerim.

"Silakan duduk Nak Sean," ujar Ibu Lina ramah.

"Makasih Tante," ujar Sean duduk di sofa ruang tamu dan Yerim duduk berhadapan dengan Sean dengan mata yang menyelidik.

"Oh ya. kalau Tante boleh tau, ada apa Nak Sean malam-malam ke mari?"

"Anu Tante, saya mohon izin mau ajak Yerim keluar Tante."

"Keluar apaan?! Gue gak mau!" tolak Yerim dengan tegas.

Ibu Lina melotot kepada Yerim menyuruh gadis itu untuk diam.

"Hm, emang Nak Sean mau ajak Rein kemana?"

"Deket-deket sini aja kok Tante, cari udara segar aja."

Ibu Lina mengangguk-anggukan kepalanya, ia paham apa yang di maksud Sean, biasa lah anak muda. Ibu Lina melirik ke arah jam dinding yang ada di rumah tamu. Masih pukul 8 malam, masih terlalu dini untuk Yerim tidur, di mana gadis itu sering ketauan begadang.

"Iya Tante izinin."

"Mama!" protes Yerim.

"Udah sana kamu cari udara segar, jangan di rumah terus nanti stres trus pingsan lagi," kata Ibu Lina

"Makasih Tante, gue tunggu di sini ya," ujar Sean manis.

Yerim rasanya mau muntah melihat senyuman itu, Yerim tau senyum itu tidak tulus ada berjuta rahasia yang terpendam di balik lengkungan kurva itu.

"Udah sana kamu siap-siap," suruh Ibu Lina mendorong pundak Yerim agar ia berdiri dari posisi duduknya.

Di paksa seperti itu membuat Yerim pasrah.

"Ish iya iya!" ujar Yerim menghentakkan kakinya kesal lalu berjalan menuju kamarnya.

Sean terkekeh kecil melihat Yerim kesal.

1-0

Ujarnya dalam hati, ia tersenyum jumawa. Ternyata misinya akan terlaksana sebentar lagi.

Yerim tidak terlalu berdandan. Ia hanya mengganti celana pendeknya dengan celana panjang dan menyepol rambutnya membuat wajahnya terlihat lebih jelas lalu ia mengambil ponselnya yang sedang di charger di atas nakas.

Setelah menutup pintu kamarnya, Yerim menghela napas panjang.

Gue ikuti cara main lo

*****

Disisi lain seorang pemuda duduk di tepi ranjangnya menatap ke arah jendela.

Setelah mengobati lebam yang ada di dengkulnya ia bingung harus melakukan apa, karena semua tugas rumah sudah ia kerjakan semua.

Ia pun berbaring menatap ke langit-langit kamarnya, ia menghela napas panjang rasa kesepian ini kembali menyergap.

Ting!

Aarav mengambil ponselnya di sudut kasur, ternyata ada yang mengiriminya pesan.

082286xxxx
Ini nomer gue Bro, Arga

Aarav langsung menyimpan kontak Arga, mereka memang sempat bertukar nomor ponsel tadi, tapi hanya Aarav yang membagikan nomor ponselnya kepada Arga karena ponselnya sedang lowbat tadi.

Aarav
Ok

Arga
Gimana dengkul lo udah baikan?

Aarav
Hm

Aarav hanya membalas pesan Arga singkat, karena ia bingung harus membalas pesan seperti apa, ditambah Arga adalah orang pertama yang memiliki kontaknya yang tidak memiliki urusan penting dengannya.

Aarav berpikir kenapa ia begitu mudah memberikan kontaknya kepada orang yang baru ia kenal. Atau karena Arga yang membantunya tadi?

Arga
Oke Bro, semoga dengkulnya cepat sembuh dan bisa kumpul sama kita-kita

Aarav
Thanks

Aarav tidak terlalu menanggapi kalimat yang 'kumpul-kumpul' yang terdapat pada pesan Arga. Ia masih belum percaya sepenuhnya dengan Arga, hanya karena Arga membantunya bukan berarti mereka berteman 'kan?

Aarav terlalu takut untuk menganggap orang asing menjadi temannya, ia tak ingin yang terjadi di masa lalu terjadi lagi di masa sekarang.

Tapi, Aarav akan mencoba untuk membuka dirinya jika Arga memang bisa di percaya.

****

A/N : akankah Aarav bisa punya teman?
Bentar lagi konflik gaes
Tidak hanya tentang Aarav tapi kita juga mengulik kehidupan Sean.

Hoho penasaran gak?
Stay tune di Secret ya:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro