Serangan Balik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


      “Lo tau Rio.” Kata Ayi. Rio yang hendak mencuri pisau dari tangan Gabriel, terhenti sejenak dan menoleh ke arah Ayi. Kemudian, kembali bertarung. “Di pihak gua, mungkin lo pengkhianatnya, tapi lo nggak tau ‘kan ada pengkhianat di tim lo?” Gadis itu tersenyum sinis diam-diam.

      “Ayi, jangan.” Cegah Aiden. Ayi hanya tersenyum teduh, mengindikasikan bahwa yang dilakukannya sudah terpikirkan dengan matang.

      “Lo menganggap hanya lo seorang yang di cintai Refisa. Ah, terkadang cinta itu memang menyebalkan, menjebak.” Ayi terdiam lagi. Kemudian berkata, “Dan lo terjebak sekarang.”

      “Maksud lo apa?!” Tiba-tiba saja Rio membalikkan badannya dan mengacungkan pistol ke arah Ayi. Dia gagal mendapatkan pisau dari tangan Gabriel, namun mampu mempertahankan senjata api pertahanan dirinya dari jangkaun Gabriel.

      Ray dan Ozy tampak ingin mengambil langkah melindungi adik mereka, tapi sinyal yang diberikan Aiden menghentikan itu. Aiden sangat yakin kekasihnya sedang meluapkan emosi yang tertahan. Dia mencoba bangkit seraya memegangi balutan lukanya, mendekati Gabriel dan Cakka yang berada tak jauh darinya.

      “Cinta segitiga, apalagi.” Ayi diam-diam memperkecil langkahnya dengan Rio. “Aiden, maaf, awal kamu nyatain perasaan kamu dan aku terima, aku belum benar-benar tulus terima kamu, aku masih menyimpan rasa suka sama Bagas, tapi kamu buktiin ke aku kalau kamu lebih layak dipertahankan dan diperjuangkan di banding dia!!” Ayi menatap sinis Bagas yang hendak menyerang Obiet. “Makasih, udah datang di waktu yang tepat.” Sikapnya kembali manis saat berbicara pada Aiden yang tersenyum manis. Gadis itu memperhatikan luka di leher Aiden. Kekasihnya berhasil menghalau dan menghindari serangan musuh, tapi Aiden terluka justru karena menolong dirinya. “Maaf.” Aiden mengacungkan dua jempolnya.

      “Ah,” Ayi kembali ceria, keceriaan yang mematikan. “Bagaimana, terkejut?” Ray, Ozy dan Aiden teramat kaget melihat perubahan cepat itu. Ayi tak ubahnya bak seorang psikopat menjelma gadis manis dan polos. Gadis itu lalu mendekati Refisa dan mengangkat dagunya. “Bukan begitu Refisa White? Do you love him, more than Rio?

      Cakka tertawa tanpa suara menyaksikan pemandangan di depannya. Sejak malam dia menyusup ke sekolah bersama adik bungsu dari ketua OSIS-nya, sudah dapat dibaca watak anak itu. Pandai memainkan berbagai macam ekspresi dalam waktu sekejap, satu menit menangis, kurang dari satu menit berikutnya akan menjadi sosok pemarah, kemudian bertukar lagi menjadi gadis manis. Benar-benar gadis mengerikan. Terlepas dari kehebatannya itu, Ayi, menurut Cakka, tetaplah gadis yang manja sekaligus pemberani. Cakka mulai letih berdiri, dia mundur dan duduk di atas meja yang sempat di duduki Ayi dan Obiet, tangannya menggenggam pinggiran meja. Di saat itulah Cakka melihatnya.

      “Benar begitu, Refisa?!” Rio menahan marahnya. Dengan tertunduk, gadis berwajah pucat dan mulai mati rasa itu mengangguk. Dia tidak sanggup membantah dikarenakan racun yang mulai menjalari organ-organ vitalnya.

      Sekali lempar, Rio berhasil menancapkan pisaunya tepat mengenai jantung Bagas, anak itu tewas seketika di tangan kakak kelasnya, orang kepercayaannya yang memerintahnya bak boneka puppet. Ayi menutup matanya, bagaimana pun, pemandangan seperti itu tetaplah menyeramkan. Dia melirik ke arah Refisa yang menunduk sedih kehilangan orang terkasihnya. Tanda-tanda akan menyerah mulai dia tunjukkan.

      Kemurkaan Rio tidak langsung meredakan keadaan, justru bertambah pelik dengan serangan-serangan membabi butanya. Tiba-tiba saja, setelah pisau yang direbutnya dari tangan anak buahnya dia lemparkan pada Bagas, satu tembakan terlepas mengenai kaki Ozy. Menjatuhkan pemuda itu seketika. Erangan kesakitan menjadi musik kematian bagi dua saudaranya yang turut menaikkan tingkat kemarahannya. Ayi yang berada beberapa sentimeter dari Rio mengeluarkan anak panahnya dan mulai bermain dengan Crissbow. Melesatkan anak panah itu tanpa memastikan arah bidikannya, meski begitu, tangan dan kaki Rio tetap terkena anak panah nan runcing itu.

      Antek-antek Rio ikut menyerang kembali. Aiden yang masih memiliki cukup tenaga membantu Ozy yang kewalahan akibat dua luka parah di dua tempat berbeda. Untuk merubah posisinya pun Ozy kesulitan. Ray melawan tiga orang berbadan sedang yang diyakininya seorang gadis, namun bertenaga kuda, bergerak bebas tidak mempedulikan banyaknya luka di tubuh Ray. Deva yang sempat mengobati Kefan dan Alvin akhirnya kembali ke medan perang membantu Darren dan Manuel yang masih terkepung dua senjata mematikan. Double stick dan kemampuan bertarung mengandalkan kecepatan tarian tidak akan membantu mereka menyelesaikan pertarungan dengan cepat. Obiet yang berusaha membangunkan Cakka dari penglihatannya dan menyerang para musuh yang mencoba melumpuhkan anak itu mulai kesal pada temannya. Dalam keadaan genting seperti ini, masih sempat-sempatnya dia mampir ke alam bawah sadarnya.

      Ayi melawan Rio seakan sedang bermain tembak-tembakkan. Tak satu pun peluru melesat mengenai tubuhnya, sekali pun jaraknya dekat, Ayi berhasil menangkisnya menggunakan badan Crissbow. Anak itu begitu riang melawan Rio yang mulai kewalahan dan kehabisan peluru. Mau tidak mau, Rio harus merebut pedang dari tangan anak buahnya yang kemudian terbaring tak sadarkan diri berkat hantaman keras tongkat Aiden.

      Gadis itu tidak gentar mendapatkan serangan bertubi-tubi dari pedang Rio. Dia terus mengelak tanpa mau melakukan perlawanan. Membiarkan tenaga lawannya habis, barulah dia menyerang. Sialnya, gerak tubuh Yomi sempat melambat melihat Ray yang tertunduk dan terbatuk keras. Dia tau asma kakak pertamanya kambuh dan Ozy sedang kerepotan melawan antek-antek Rio yang seolah tak ada habisnya. Ayi harus merelakan keningnya tergores ujung pedang Rio. Darah mengalir tanpa hitungan waktu. Luka yang di dapatnya tidak dia gubris. Keselamatan kakaknya dia utamakan. Satu tarikan, dua anak panah melesat mengenai kedua betis Rio.

      Dia berlari mendekati Ray dan segera merogoh saku jaket bagian dalamnya yang terkunci retsleting. Inhaler baru segera diserahkan pada kakaknya dan meminta bantuan Manuel yang mulai terbebas dari kepungan untuk melindungi Ray sampai keadaan anak itu membaik.

      Ayi bangkit dari posisi membungkuknya dan memandangi sekelilingnya, antek-antek Rio sepertinya memang sudah dia siapkan memenuhi sekolah, sejak tadi lawannya terus bertambah dan bukannya berkurang. Wajah-wajah kelelahan dan kehabisan tenaga mulai bermunculan. Dan baru pertama kalinya dia melihat Aiden bercucuran keringat sampai membasahi rambutnya. Pertarungan itu benar-benar sengit dan menguras tenaga. Yomi tidak mungkin mempertahankan keadaan tersebut.

      “Oh Rio,” Pekik Ayi. “Kekasihmu sepertinya sudah tewas. Bisa kita hentikan pertarungan ini?” Tanya Ayi. Dia menyaksikan kesulitan Rio mencabut anak panah miliknya dengan duduk bersila di depan Rio. Tanpa takut sewaktu-waktu pedang itu bisa saja menebasnya.

     Rio yang mendengar itu sempat menghentikan pekerjaannya dan memandang Refisa yang berada tidak jauh dari Kefan dan Alvin yang tampak damai dalam tidur mereka. Matanya memperhatikan seksama tubuh kekasih hatinya. Tidak ada pergerakkan atau ritme naik-turun dari gadis itu, tubuhnya juga mulai membiru.

      “Pakai masker kalian sekarang!!!” Teriak Cakka tiba-tiba dan refleks. Teman-temannya yang terkejut pun melakukan gerak tanpa sadar.

      Wajah mereka telah tertutup masker. Ayi memiringkan kepalanya pada Cakka meminta penjelasan laki-laki itu. Belum sempat dijelaskan, satu-persatu antek-antek Rio terbatuk-batuk dan tidak lama setelahnya jatuh pingsan. Mengingatkan mereka pada kejadian awal bermulanya mereka dinobatkan sebagai The Seeker. Mereka tersenyum di balik masker masing-masing dan berjalan mendekat satu sama lain. Ayi menepuk keningnya dan mengaduh kesakitan, dia baru ingat keningnya terluka.

      “Lu, yee. Luka aja lupa, gimana doi.” Ledek Obiet mengambil nafas panjang dan melirik ke arah Aiden yang mengerutkan keningnya.

      “Diem lu, kak. Nggak liat noh, Darren sama Manuel ikutan pingsan.” Tunjuk Ayi pada dua sosok tergeletak tak bergerak di dekat Alvin.

      “Mampus, gua lupa ngasih masker ke mereka pas perang tadi.” Jelas Gabriel.

      “Kebiasaan lu.” Cemooh Cakka.

      “Well down, guys.. well down.” Suara tepuk tangan terdengar dari balik pintu. Sosok berjubah hitam muncul dengan formasi berbeda. Ayi dan yang lain bersiap menyerang.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro