1b

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Lexara Irevitari?" 

Hmmm... suaranya yang berat dan dalam sungguh sukses bikin telinga yang mendengar bakal bergetar puas. Wajahnya dipasang angker, soalnya nggak pake senyum. Sepasang matanya yang tajam kayak mata elang dibingkai bulu mata hitam yang tebal.

Monik bener, matanya bagus, begitu catat Ara. Garis mulutnya yang tegas khas cowok bangeeet, dan yang paling menarik dari keseluruhan wajahnya adalah rambutnya yang kriwil dan agak panjang, berayun-ayun mengikuti langkahnya.

"Bukan gue," tukas Kimi, nggak pake senyum juga. Ngapain juga ramah sama cowok model beginian? pikirnya. Dia langsung nunjuk Ara. Di sebelahnya Monik hanya sanggup menatap sebentar, trus buru-buru nunduk dan cuma berani curi-curi pandang dari sudut mata. Nggak kuat...

"Siap, Kakak Kelas Dua Belas," ujar Ara sambil tersenyum lebar dan memberi hormat dengan tangan kanan di dahi. Sayang cowok itu tetap angker. Senyum Ara langsung layu.

"Gue Dion. Lo udah telat satu jam dari jadwal belajar-mengajar kita."

"Emang udah mulai?" ujar Ara nggak ngerti.

"Emang lo nggak terima surat edarannya?" suara yang dalam itu mulai menggonggong. Mirip herder. Dingin pol. Tajem-tajem kayak duri landak.

Kimi dan Monik diam-diam menjauh sedikit. Takuuuuuuut.

"Surat edaran?" Ara memandang kebingungan, tapi terus, "Oh, surat yang dibagiin hari Senin itu maksudnya?" Dia menarik ransel dari punggung, lalu merogoh-rogoh isinya sambil terus nyerocos, "Terima sih, tapi mana gue tahu itu surat penting. Jadi gue masukin aja ke tas, belum dibuka, jadi..."

"Di situ ditulis jadwal B-M kita hari ini, jam empat teng." Cowok itu masih nggak senyum. Kaku.

"Yah, gue nggak tahu... sori deh." Ara nggak bisa nemuin kertas yang dicarinya, jadi dia berjongkok dan menuangkan seluruh isi ranselnya ke lantai koridor.

"Ya sekarang lo udah tahu. Lain kali kalo dapet surat edaran, dibaca. Kalo gitu, besok Kamis lo gue tunggu. Jam empat, di kelas XII B."

"Yah... Kamis gue nggak bis..." Ara menengadah, tapi cowok cakep yang jutek itu sudah lenyap dari pandangan.

Sedetik... dua detik...

"Tuh kan gue bilang! Angker!" Kimi langsung rame lagi. "Gue heran lo bisa naksir dia, Mon!"

"Siapa juga yang naksir?" sangkal Monik, tapi kayaknya nggak ada yang merhatiin, soalnya kedua temannya udah sibuk memunguti muntahan ransel Ara.

Buru-buru Monik ikutan jongkok dan ngebantuin, jantungnya perlahan kembali ke kecepatan normal. Meskipun tadi sedikit rasa iri sempat terbit dalam hatinya karena Ara bisa B-M-an sama Dion, sekarang Monik bersyukur dirinya bukan Ara. Bisa pingsan dengan sukses dia kalau harus berhadap-hadapan sama cowok itu! Ya ampuuuun... ganteng banget!

"Lo tuh kebiasaan deh, Ra. Di mana-mana isi ransel main ditumpahin begitu!" omel Kimi.

"Lagian itu orang sok galak banget! Kamis lo gue tunggu. Bla bla bla... bossy banget, ya? Sial. Padahal Kamis gue udah janjian sama Tony. Hhhh, gimana dong, Kim?"

Kimi angkat bahu. "Ya nggak gimana-gimana. Lo mesti dateng, titik. Pergi sama Tony kan bisa kapan-kapan... Inget, nilai lo anjlok, nasib lo tergantung sama belas kasihan si Dion. Kasih tahu terus terang aja ke Tony. Gue yakin dia pasti ngerti..." bujuk Kimi.

"Dia nembak gue dua minggu yang lalu, Kimiii! Udah berkali-kali dia nagih jawaban gue. Gue..."

"Lo sama Anthony Maha... lo nggak berniat jadian sama dia, kan?!" Kimi menatap Ara penuh selidik. Tatapannya tajam tanpa kedip. Waktu dilihatnya Ara melengos, langsung aja dia jengkel. "ARAAAA! Lo nggak naksir Anthony Maha, kan?"

Ara menggeleng lemah. "Nggak sih. Tapi dia jago banget main bulu tangkisnya..."

"Ya udah, terseraaaah! Lo juga kok yang nantinya mesti ngadepin yang namanya Dion itu!" tukas Kimi. "Paling-paling lo diterkam hidup-hidup sama si Herder!"

Trrt... Trrrt... Ada SMS masuk. Kimi mengeluarkan HP-nya. Lalu membaca tulisan di layar. Keningnya berkerut. Dia cepat-cepat memasukkan kembali HP-nya tanpa membalas SMS itu.

"Ya, Ra, tadi aja Dion udah marah banget. Ntar kalo dia mutung terus nggak mau ngajarin kamu gimana?" timpal Monik cemas.

"Ya gue pasrah aja. Pokoknya Kamis gue mau ketemu Tony dulu. Udah telanjur janji nih. Soal Dion Herder si manusia jadi-jadian itu, ntar aja gue pikirin. Masa sih dia mau galak terus? Pegel lagiiiii." Ara ketawa enteng dan berdiri seraya menepuk-nepuk roknya. "Pulang yuk!" ujarnya. Dia memandang Monik dan... Kimi. "Ada apa, Kim?"


Kimi mendongak dari HP-nya yang barusan kembali mengantarkan SMS untuknya. SMS aneh. Ia menatap Ara curiga. "Lo berdua ngerjain gue, ya?" tanyanya. 

"Apaan sih maksud lo nuduh begitu?" sambar Ara.

Kimi menatap keduanya dengan kening berkerut. Sepasang matanya memandang dengan curiga dan penuh selidik.

"Woi! Ntar lompat tuh mata lo dipake melotot kayak begitu! Ada apa sih?" ujar Ara.

"Nggak, nggak papa," ia sekali lagi mengembalikan HP-nya ke dalam tas. "Ada yang isengin gue kayaknya. Gue sangka elo, Ra!"

"Ih! Sudi banget. Hidup gue sendiri aja udah ribet! Monik, kali!" sahut Ara asal.

Monik menggeleng-geleng. Enak aja si Ara! Monik paling pantang ngisengin orang!

"Emang ngisengin apa sih, Kim?" lanjut Ara lagi.

Kimi cuma mengangkat bahu. "Nggak penting. Yuk pulang! Gue nggak mau ditanyain panjang-lebar sama Nyokap karena pulang telat. Ribet!"




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro