3b

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Ara jengkel sendiri. Pertengkaran singkatnya dengan Dion tadi siang terus merongrong dan membuntut ke mana pun dia pergi. Pas latihan bela diri ngikut, di tengah pertandingan bola masih ada, sampai sekarang Ara bengong pun masih belum luntur juga. Heran! Masih terbayang olehnya wajah dengan tatapan menusuk itu. Belum pernah Ara harus berhadapan sama cowok yang juteknya tingkat dewa neraka kayak gitu. Biasanya cowok-cowok malah tersenyum manis padanya. Memuja. Mengalah. (Kecuali dua mantan yang juga payah itu. Itu sih nggak masuk itungan!) Lah yang ini? Nama gue Dion Nathanael, Ara masih ingat benar suara yang tenang dan berat itu berkata. Hhhhhh! Nyebeliiiiin!

"Kenapa lo? Kok tampang lo begitu amat?" tanya Kimi, trus duduk di sebelah Ara dan memesan es campur. Kantin sekolah sore-sore begitu udah lengang, nyaris nggak ada lagi yang nongkrong.

Ara masih monyong, kedua tangannya menyangga wajahnya yang bulat telur. Rambutnya yang tadi pagi dikepang manis sekarang udah setengah awut-awutan. Wajahnya berminyak, dan seragam kiper bola yang dikenakannya, penuh noda tanah merah. "Kejebolan gol, ya?" Kimi bersuara lagi.

"Monik mana? Dari tadi nggak kelihatan," ujar Ara malas-malasan, sama sekali nggak menjawab pertanyaan Kimi.

"Nggak masuk. Tadi jadi ke Kepsek?" tanya Kimi seraya mengeluarkan HP. Ada SMS masuk. Konyol banget bunyinya. Sweet, tapi konyol. Mau nggak mau Kimi tersenyum simpul membacanya. Orang sinting! batinnya, berusaha nggak terpengaruh.

Ara cuma melirik, trus ngangkat bahu. "Males."

"Ntar bokap lo disuratin lagi lho. Katanya lo kesian sama dia." Kimi mengangkat wajah. Dalam hati ia sibuk menimbang-nimbang, apakah mending dibales aja SMS itu tanpa jutek? Terus liat apakah kalo balesan SMS-nya manis, si pengirim bakal bales lagi.

Ah, ngapain! Kimi membantah sendiri. Kayak kurang kerjaan aja gue! Dicemplungkannya HP-nya ke tas.

Ara bener-bener loyo, kayak sayuran di pasar kalau udah siang. "Si Monik ngapain nggak masuk segala? Sakit? Atau menurut ramalan horoskop hari ini nggak bagus buat cewek Libra masuk sekolah?" ia bertanya dengan nada diseret-seret.

"Ngakunya diare. Mungkin gara-gara kemasukan rambut abang ojek yang kemarin dulu itu."

Ara mengangkat wajahnya. Pengin ketawa. Di kepalanya ada bayangan Monik makan rambut gimbal abang ojeknya. Ih.

"Emang beneran dia makan rambut abang ojek? Nggak keren banget. Kenapa nggak makan beling aja sekalian? Kayak kuda lumping," timpal Ara mulai kepancing.

Kimi langsung ketawa geli. Ara emang paling pinter ngayal yang enggak-enggak.

"Namanya juga Monik. Dia kesiangan, jadi abang ojek langganannya udah keburu disamber orang. Tinggal yang gimbal. Kata Monik, udah rambutnya gimbal dan gondrong gitu, si abang ojek nggak ngiket rambutnya, lagi. Jadi sepanjang jalan si Monik terpaksa megangin rambut abangnya biar nggak masuk ke mulut. Nggak bangeeeet!"

Kali ini mereka ketawa bareng, sukses mengusir mendung dari wajah Ara.

Trrrt... trrrrt... ada SMS masuk lagi. Kimi nimbang-nimbang. Baca-nggak-baca-nggak-baca...

"Kimi...," tegur Ara. "Lo dari tali bolak-balik keluar-masukin HP terus. Kenapa sih? Punya pacar gelap, ya? Atau lo nyimpen skandal? Coba sini gue liat HP lo!"

"NGGAAAK!" tukas Kimi seraya mengangkat HP-nya tinggi-tinggi supaya nggak bisa diraih Ara. "Ih! Galau gara-gara si Herder, malah nyerang gue!"

"Hah! Habis lo mencurigakan gitu sih gayanya! Pasti lo nyembunyiin sesuatu deh dari gue. Ya, kan? Ya, kan? NGAKUUU!!!"

"Hus! Udah ah! Capek berantem!" ujar Kimi seraya menyisipkan HP-nya ke saku rok. Biar aman.

Ara manyun. "Kimiiiiii..." ujarnya manja.

"Apa lagi siiiih..." Kimi menatap temannya.

Ara ini memang cakep. Dengan wajah bulat telur yang dibingkai rambut sepunggung yang hitam dan tebal, Ara bisa tampil sangat memikat. Belum lagi sepasang lesung pipinya yang sering hilang-timbul saat dia ketawa atau bicara. Dan sepasang alisnya yang tebal, ditemani sepasang mata yang sering menyorotkan kejailannya itu.

Ah. Pantes cowok-cowok berbondong-bondong bertekuk lutut ke Ara. Dan konyolnya, Ara kayaknya nggak pernah benar-benar menyadari daya pikatnya. Dia senang digandrungi, dipuja, ditaksir, tapi ya itu, cuma sebatas itu. Selebihnya dia sepertinya selalu aja salah pilih cowok. Entah itu si Doddy yang mata keranjang, atau Dika yang dulu sering bikin nangis Ara. Payah.

Dan satu hal lagi yang payah: Ara nggak pernah serius belajar. Sukanya main. Main sepeda. Main bola. Atau naik gunung sama kelompok anak-anak pencinta alam sekolah. Nggak pernah betah di rumah. Alasannya sepi.

Padahal dia juga kayaknya nggak pernah betah di mana-mana. Bahkan dalam satu hubungan pun dia nggak pernah kerasan. Dan juga nggak kenal jera. Hmmm... mungkin kalau beneran nggak naik kelas baru deh dia kapok. Tapi kan kasian aja kalau sampai kejadian...

"Kimiiii..." sekali lagi suara manja itu terdengar.

"Apaan sih?!"

"Kenapa sih si Herder itu kayaknya nggak suka sama gue?"

Kimi mengangkat sebelah alisnya. Sama sekali nggak nyangka bakal ditanya yang beginian.

"Lah, bukannya elo yang nggak suka sama dia? Kan elo yang kepingin ganti mentor?"

"Itu kan karena gue nggak mau sama yang galak-galak. Entar yang ada B-M-annya kelewat serius. Terus bukannya nilai gue jadi bagus, malah jongkok karena gue nggak bisa konsen saking takutnya sama si mentor."

"Terus lo tahu dari mana dia nggak suka sama lo?"

"Dari kejadian siang tadi."

Kimi ketawa ngakak. Ya ampuuuun...

"Bener, kan?"

"Hadoh, Ra. Yang bagian mana siiiih? Yang dia marah karena lo nggak muncul padahal udah ditunggu empat Selasa empat Kamis? Wajar kali kalo dia marah. Ada juga elo yang salah, nyepelein kegiatan dia, trus..."

"Abis gue merasa terpojok, Kimi! Gue udah setres karena Bokap dapet surat dari Kepsek, trus kita ngomongin dia eh... orangnya tahu-tahu muncul dengan gaya sok dingin itu... ya gue akhirnya meledak deh..."

"Lo aneh." Kimi menghela napas dan memandang temannya itu.

Ara terdiam lama. "Ya. Gue emang aneh."

"Kok kayaknya ngegantung gitu sih?"

"Ya, tapi sekarang gue merasa bersalah karena ngomong jahat ke dia."

Kimi tersenyum dan mengulurkan tangan, merangkul bahu Ara. Ini dia yang paling dia suka dari Ara, kalau bersalah dia pasti cepet sadar.

"Udah... nggak usah ganti mentor. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf."

"Gitu ya menurut lo?"

Kimi mengangguk sambil tersenyum lebar. "Cemunguuuth, Lexara. Cemunguuuuth!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro