16: Simple thing

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gemuruh semakin menjadi-jadi. Kekalutan mulai lambat laun muncul, membisikkan semua yang ditakutkannya. Tadi semuanya masih baik-baik saja, tetapi Yefta tidak bisa berpura-pura lagi. Dia harus berani mempertanyakan hal ini.

"Tapi, kamu nggak cinta sama aku?"

Yefta langsung menanyakan hal yang paling ingin ditanyakan sedari dulu, mempertanyakan perasaan Frey padanya. Sikap baiknya selama ini apakah murni karena dia orang yang terlalu baik atau ada secuil perasaan untuknya. Akhirnya dia berani untuk mempertanyakan hal itu. Setidaknya setelah ini dia bisa bernafas lega rasa penasarannya terbayarkan, entah akan sukacita atau menangis setelah ini.

"Untuk saat ini belum, Ta. Maaf."

Gadis itu menatapnya dengan tatapan kosong, dia tersenyum miris. Matanya mulai berkaca-kaca, padahal dia sudah mempersiapkan dirinya dengan pernyataan seperti itu. Semuanya sesuai dugaannya, tetapi tetap saja rasa sakit hati itu begitu menyakitkan.

"Lucu, Frey. Kamu mau bertunangan dengan orang yang tidak kamu cintai. Terus, kamu anggap aku patung gitu nanti? Atau kamu mau kita pisah kamar? Atau pisah rumah saja sekalian?"

Emosi sudah memenuhinya, dia terlalu dibutakan oleh amarah. Tidak dapat berpikir jernih untuk sementara, kekalutan itu terlampau jauh menguasai Yefta. Badannya gemetar, kakinya lemas. Dengan tangan menopang kepalanya, dia menangis.

"Ta? Maafin aku. Kamu boleh banget marah sama aku, tapi jangan kabur. Kita bicarain ini baik-baik. Jangan kabur kayak tadi sore, Ta. Kamu buat aku khawatir."

Yefta meliriknya dengan tatapan tidak suka. "Buat apa kamu khawatirin orang yang bahkan tidak kamu cintai? Buat apa kamu susah-susah bersikap seperti itu?"

"Karena kamu berharga buat aku. Kamu teman dekatku yang berharga."

"Terus sekarang mau kamu gimana?"

"Aku butuh tahu jawaban kamu dulu. Tadi kamu sudah dengar jawabanku. Aku mau dengar jawaban kamu. Kamu iklas menerima perjodohan ini?"

Gadis itu tersenyum sambil bercucuran air mata. "Aku iklas karena aku mencintaimu. Puas?"

"Hah?"

"Apaan hah-hoh-hah-hoh, kampret."

Kalau situasinya tidak tegang seperti ini, pasti Frey sudah tertawa mendengar respon Yefta tadi. Namun, situasinya akan semakin runyam kalau dia tertawa. Perempuan kalau sedang emosi, sungguh luar biasa sensitif. Bisa jadi seribu kali lebih berbahaya, dia perlu meperhatikan tutur katanya lagi.

"Sejak kapan kamu suka s-sama aku?"

Yefta mendengkus kesal, dia malu ditanya seperti ini oleh orang yang disukainya, terlebih ini secara langsung. Dia masih bisa menutup wajahnya dengan bantal jika mereka berbicara via telepon atau berbalas pesan. Sayangnya tidak ada bantal di sini, dia hanya bisa mengalihkan wajahnya yang sudah bersemu merah.

"Sejak kelas 12 SMA. Kamu yang salah. Siapa suruh kepo mulu. Perhatianmu, sikapmu itu buat aku luluh. Kamu satu-satunya teman cowok yang mau dekat sama aku. Hanya kamu. Cewek mana yang nggak luluh dengan sikapmu yang kelewat baik itu?"

Frey terdiam. Dia tidak tahu Yefta memendam perasaannya selama ini. Sudah bertahun-tahun terlewati dan dia masih setia pada perasaannya.

"Aku juga nggak tahu, ini murni cinta atau obsesi belaka. Aku udah berusaha move on dari kamu dengan cara mencari gebetan baru. Tapi, tugas dan jurnal praktikum terlalu menyita perhatianku. Lalu, saat semua sudah selesai maka aku akan kembali memikirkan kamu. Selalu seperti itu, kembali ke kamu."

"Kamu tahu sendiri, lah, gimana gila-gilaannya tugas kuliah dan praktikum. Cukup beruntung aku masih bisa menjaga kewarasan diri," lanjutnya lagi.

"Iya, aku tahu. Lalu, kenapa kamu menunggu selama itu?"

Gadis itu tersenyum tipis, "Kalau aku mengutarakan perasaanku, hubungan kita akan jadi canggung. Kamu mungkin bisa bilang kita akan tetap berteman, tetapi apa bisa? Kita bahkan bisa saja tidak berkomunikasi beberapa bulan lamanya. Kamu itu tempatku untuk berbagi pemikiran, kita sama-sama berada di kapal yang sama. Kalau kamu pergi, aku sama siapa? Aku nggak mau itu terjadi, karena itu aku menyimpan perasaan ini dalam-dalam."

"Seandainya mamaku dan papamu tidak ngide untuk menjodohkan kita, aku tahu pasti kamu akan pergi menjauh dariku, kita tidak berkomunikasi selama beberapa bulan dan kamu akan pergi jauh dari pulau Jawa. Entah kapan kita akan bertemu lagi. Kamu dan duniamu, aku dan duniaku. Kita yang semua berada di kapal yang sama, akan bersandar ke tempat persinggahan. Dari sana kamu akan pergi ke tempat yang berbeda, jauh dari rumah. Kamu tidak lagi bisa aku jangkau. Kita akan berada di kapal yang berbeda, dan aku akan di sini merindukanmu. Aku akan di sini memikirkan kamu sedang apa dan bagaimana kondisimu. Setelah kata itu terucap, mustahil bagi kita untuk bertemu kembali. Sekedar berbalas pesan saja sudah canggung, apalagi bertemu langsung. Sampai sini kamu paham?" Yefta mengepalkan tangannya, membayangkan hal itu terjadi sungguh membuat sebagian semangatnya menguap. Tanpa disadari, Frey sudah menjadi salah satu dari alasannya untuk semangat mengarungi kehidupan. Menjadi semangatnya untuk memulai hari. 

"Paham. Maaf sudah membuatmu tersiksa. Lalu, tadi sore kamu kenapa?"

"Kamu mau jawaban jujur atau gimana?"

Frey tersenyum, "Tentu saja jawaban jujur. Aku nggak akan marah."

"Ya iya, yang berhak marah itu aku bukan kamu."

Ada peraturan tidak tertulis, kalau cewek selalu benar. Jika salah maka kembali ke peraturan pertama. Namun, sekuat-kuatnya cewek, tetap saja membutuhkan cowok di hidupnya. Membutuhkan partner untuk berbagi pemikiran, kisah, suka dan semua kisah dalam hidup. 

"Jadi, kamu tadi sore kenapa, Ta?"

Gadis itu menunduk sebentar sebelum mengucapkan nama perempuan itu. "Bella Alvans. Dia siapa? Kenapa kamu terlihat sumringah saat mendengar namanya? Ada hubungan apa dia sama kamu?"

"Oh, dia tetanggaku dulu, kami sering bermain bersama. Kami sering ikut lomba, dia salah satu temanku. Kamu nggak perlu khawatir, Ta."

"Khawatir? Oke kalau itu mau kamu. Semoga kamu bisa dipercaya."

"Tentu saja, aku tidak ada hubungan lebih dari teman dengannya. Tidak perlu khawatir berlebihan, Ta."

Entah kenapa emosinya tersulit karena mendengar ucapan Frey barusan. "Berlebihan? Kurasa feeling perempuan itu kuat. Jadi, kamu harus berhati-hati dengan perasaan dan ucapanmu sendiri. Kamu nggak mau mengecewakan orang tuamu dan orangtuaku, artinya kamu menyetujui perjodohan ini. Artinya kita akan bertunangan dan menikah. Jangan buat kecewa, Frey."

"Ta, jangan buat aku takut. Kita berusaha sama-sama, ya? Aku bukan takut nikah sama kamu, tapi aku takut dengan apa yang akan kamu lakukan nanti kalau kamu kecewa. Aku akan berusaha menjaga perasaanmu, tapi aku bukan manusia sempurna, Ta. Kita berusaha bersama-sama, ya? Jangan pergi."

"Semuanya tergantung sama kamu. Selama kamu tidak mengkhianatiku, kamu jujur dan terbuka sama aku, kita akan cari jalan keluar sama-sama. Aku percaya sama kamu, semoga semuanya lancar dan semoga saja kamu akan menyukaiku nanti."

"Aku mau belajar untuk mencintaimu, Ta. Kita berusaha sama-sama, saling mendukung satu sama lain, kita harus fokus sama karir kita masing-masing dan tetap mendukung satu sama lain. Kurasa tidak ada salahnya mencoba."

Yefta berdehem menyetujui ucapan Frey barusan. Besar harapnya jika mereka akan bertahan. Namun, dia tidak punya kuasa akan masa depan. Lagi dan lagi, dia hanya bisa berusaha dan berserah karena dia tahu rancangan Tuhan bukanlah rancangan kecelakaan, melainkan rancangan penuh damai sejahtera.

-Bersambung-

Jumlah kata : 1109 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro