Bab 24: Past and future

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ngomongin soal hipertensi. Ada namanya hipertensi emergensi dan urgensi. Hipertensi emergensi itu peningkatan tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg dan berhubungan dengan kerusakan organ, kalau hipertensi urgensi itu peningkatan tekanan darah seperti hipertensi emergensi, tetapi tanpa kerusakan organ akut. Ada juga hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer itu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, kalau hipertensi sekunder itu hipertensi yang diketahui penyebabnya."

"Iya, tahu. Aku capek mikir. Kita bahas yang lain bisa nggak?" tanya Yefta pelan. Dari suaranya terdengar gadis itu sudah letih, lesu dan berbeban tidak berat. Jelas tidak berat, daritadi yang menjelaskan itu Frey bukan dirinya. Namun, dia capek mendengarkan dan berpikir.

"Oke, kamu mau bahas apa?"

"Bahas masa lalumu dan masa depan kita. Gimana?"

Frey terdiam dan menghela napas seraya berharap pembahasan ini tidak berakhir pada pertengkaran.

Ada semburat merah di pipi Yefta, topik membahas mengenai masa depan membuatnya membayangkan kehidupan rumah tangga dengan Frey dan anak-anak mereka kelak, indah sekali.

"Kenapa senyum-senyum gitu? Nyeremin tahu," ujar Frey sambil bergidik ngeri. Bahkan bulu kuduknya sampai berdiri karena hal itu.

"Ih, apanya yang ngeri? Aku cantik gini, emang kamu kira aku hantu apa?"

Frey tertawa, wajahnya terlihat puas menggoda gadis itu.

"Malah ketawa, kamu nyebelin," gerutunya sambil menghentakkan kaki.

"Ututu, udah jangan manyun. Kamu makin gemesin kalau kayak gitu. Oke, ayo bahas masa depan. Kamu pengen kita langsung nikah? Udah ngebet mau punya anak, ya?"

Yefta terdiam untuk beberapa saat lalu tersenyum. "Kalau iya, kenapa? Nggak boleh?"

"Hah? Serius?"
Niatnya Frey mau menggoda gadis itu sekali lagi, nyatanya malah dia yang dibuat kaget oleh ucapannya.

"Ya iya. Aku pengen punya anak," ujarnya sambil mengelus perut dan tersenyum.

"Aku pengen hamil, tapi bapaknya siapa? Itu yang jadi pertanyaan sebelumnya. Kalau sekarang, kan, udah jelas bapaknya kamu. Jadi, aman."

"Astaga, pikiranmu nggak sepolos itu ternyata. Liar, ih."

"Yah, daripada aku ke club terus buat aneh-aneh demi hamil. Gimana coba? Lebih gila lagi, kan?"

Gantian Frey yang kesal. "Yefta, ih! Nggak ada ya ceritanya kamu boleh ke club malam. Aku nggak ijinkan. Bahaya tahu, kamu juga nggak ngerti di sana kayak gimana, kalau ada yang niat jahat sama kamu bisa bahaya."

"Nah, itu dia. Kamu bisa temenin aku. Kalau ada kamu, perasaanku tenang karena aku percaya aku aman bersamamu."

"Iya, kamu aman sama aku. Tapi, tetap aja nggak boleh ke sana. Jangan, ya?" pinta Frey berulang-ulang. Dia tahu gadis di hadapannya keras kepala dan bertindak tanpa dipikir lebih dahulu, padahal keselamatannya sendiri yang dipertaruhkan. Mana mau Frey membahayakan gadis kesayangannya itu.

"Iya, aku juga nggak berani, kok. Apa yang kamu khawatirkan, Frey?"

Frey menghela napas dan menunduk lesu.

"Kamu tahu aku masih belum mencintaimu seutuhnya, kamu tahu aku penuh kekurangan. Tapi, aku mohon, jangan pergi, ya? Jangan hilang dari hidupku. Aku butuh kamu," ujarnya sambil menggenggam erat jemari Yefta.

Dia takut gadisnya akan menyerah untuk tetap berada bersamanya. Entah apa yang akan terjadi kedepannya, dia membutuhkan dampingan gadis itu.

Yefta tersenyum tipis. "Iya, Frey. Tenang aja, ya? Kita lalui semuanya sama-sama, hingga maut memisahkan kita."

Frey mengelus kepala Yefta dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih sudah mengerti."

"Idih, kayak sama siapa aja. Udah yuk bahas yang lain. Yang lalu itu kita baru persetujuan buat tunangan, ya? Terus, mau diadakan acara lamaran resminya? Sama bahas kapan nikah gitu?"

"Kamu mau nikah sambil kuliah jalan?"

"Hmm, memangnya kenapa?" tanya balik Yefta. Dia tidak merasa keberatan dengan hal itu.

"Nggak ada masalah, sih. Kita hadapain semua sama-sama. Kamu nanti akan jadi isteriku, bukan pembantuku. Jadi, bukan berarti kamu harus masak, cuci piring, cuci baju dan hal lainnya lalu aku mencari nafkah. Kita kerjakan sama-sama, saling membantu. Kalau kamu nggak suka dengan sikap atau tindakanku, tolong bilang aja ya. Kita bahas sama-sama, jangan dipendam sendirian."

"I know, babe. We will pass this together. Please, don't go to another woman, ya."

Frey tersenyum. "Cukup kamu aja udah cukup, kok."

"Iya. Kamu tahu? Dulu aku sempat nggak mau nikah, karena aku takut ditinggalin. Aku takut sakit hati dan kecewa lagi. Janji manusia  itu meragukan, karena bisa saja khilaf dan berpaling ke wanita lain yang jauh lebih segalanya dari aku. Kalau kamu pergi, aku nggak akan sanggup bertahan. Aku butuh kamu di hidupku. Jadi, aku harus percaya sama kamu. Aku juga akan jaga kepercayaanmu ke aku."

"Okay, babe. Kita bisa ke rumahku buat ketemu papa, atau nanti atur tanggal buat diskusi lagi bahas acara lamaran dan pernikahan. Sekarang kita bisa menikmati dulu waktu santai, lalu kita cicil lagi tugas akhir kampus. Kamu udah bimbingan sama pembimbing satu dan dua, kan?"

"Beres, sayangku. Udah diterima untuk diajukan maju sidang. Kamu daftar sidang juga, kan, di periode nanti?"

"Iya, dong. Harus ngejar target karena mau lanjut studi profesi jadi apoteker. Kita belajar bareng bisa, sih."

"Nah, itu dia. Bagus banget buat kebutuhan otak aku. Ajarin biar aku ikut pinter kayak kamu! Semoga nanti kecerdasan anak kita ngikut kamu aja, kasihan kalo ngikut mamanya," ujar Yefta sambil cengengesan.

"Dasar. Ya udah, habis ini kita ke rumahmu aja. Di ruang tamu kita kerjain revisian dan persiapan sidang. Kalau masih ada waktu, kita bisa persiapan ujian masuk apoteker."

"Astaga, pelan-pelan, sayang. Otak aku juga punya kapasitas, bisa lemas aku nanti."

"Ih, alesan. Iya, kia fokus ke sidang aja dulu. Kamu jangan malah fokus main ponsel, nggak kelar-kelar yang ada."

"Ish, cerewet."

"Ngambek mulu."

"Nyebelin."

"Manyun mulu."

"Apa, sih, Frey?" tanya Yefta kesal. Mereka saling balas membalas dengan ujaran kekesalan hingga Yefta berada di puncak kekesalannya, sementara Frey malah tertawa senang lalu mengelus kepala gadis itu lagi. Kelihatannya ini aktivitas yang mulai disukainya.

"Udah, kita nyari makan aja yuk. Nanti perutmu sakit kalau telat makan. Tante pesenin ke aku biar ngawasin dan ingetin kamu minum air putih hangat. Kamu, sih, bandel sukanya minum minuman kemasan. Udah tahu gulanya banyak banget itu."

"Kamu makin cerewet, sayang. Tapi, aku suka. Daripada kamu diem kayak kulkas, mending kamu kayak gini," ujar Yefta sambil tersenyum. Gadis itu menggenggam erat jemari Frey, hatinya bahagia.

"Kuharap kamu bisa mencintaiku, sayang. Kuharap kamu tidak mencintai wanita lain selain keluargamu. Semoga kita bisa bersama selamanya," ucapnya pelan. Sepelan itu, tetapi didengar olehnya. Perkataan itu diaminkan juga oleh Frey seiring langkah mereka menuju warung gado-gado kesukaan mereka.

1028 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro