Bab 9: Sendu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perasaan yang bercampur aduk menemani Yefta malam ini. Gadis itu sudah siap dengan balutan dress biru muda. Rambutnya ia kuncir kuda, membiarkan helai-helai itu tergerai bebas. Baju ini adalah baju pemberian Frey. Hubungan mereka unik, hanya beralaskan status berteman. Namun, perhatian yang diberikan cowok itu membuatnya terus jatuh hati. Sesuai permintaan mamanya, dia sudah berdandan seadanya. Entah apa yang akan terjadi nanti, Yefta sudah pasrah. Banyak hal yang dipikirkannya, kemungkinan yang akan terjadi. Gadis itu berpikir, mungkin mamanya akan bertemu rekan kerjanya dan hanya akan makan malam, tetapi siapa yang tahu perihal masa depan?

Yefta mengambil tas selempangnya, hadiah dari mamanya setelah dia menyelesaikan sidangnya. Tas yang selalu digunakannya ketika keluar, hadiah yang berarti baginya. Termasuk baju yang digunakannya ini juga berarti teramat dalam baginya. Yefta melirik ke arah ponselnya, gadis itu tersenyum melihat notifikasi panggilan tidak terjawab dari Frey. Belum lagi notifikasi chat dari cowok itu sudah berjibun jumlahnya.

"Mungkin ini akhirnya, Frey. Kalau memang feeling-ku bener, aku akan dikenalkan kepada anaknya temen mama dan itu berarti aku pasti bisa merelakanmu." Dadanya terasa sesak, matanya mulai berkaca-kaca. 

"Ternyata merelakanmu memang seberat ini, Frey," ujarnya lagi sebelum menuju ke ruang tamu. Mamanya pasti sudah menunggunya. Setiap langkah menjadi berat, hingga dia melihat mamanya sudah rapi dengan kemeja dan celana hitam panjangnya itu.

"Hai, Ma. Aku udah siap, nih."

Wanita paruh baya itu masih mengetik pesan di ponselnya sebelum menengok ke arah anak gadisnya itu.

"Wah, bagus. Gini dong, rapi. Jadi enak dilihat, kan?" Wanita itu puas dengan tampilan anaknya. Biasanya Yefta terlampau cuek dengan penampilannya sendiri. Membiarkan rambutnya dikuncir asal-asalan, wajah tidak dibedak biar terlihat lebih menarik. Terbiasa tampil apa adanya hingga dia menuai cibiran teman seangkatannya karena rambutnya tidak rapi padahal dia sedang berada dalam kegiatan formal bersama orang-orang penting di kampusnya.

Namun, butuh waktu lama baginya untuk mengendalikan dirinya, mengingat untuk tampil menarik dan merapikan bajunya. Butuh waktu baginya untuk belajar berdandan. Sekarang pun dia merasa belum tampil menarik, buktinya sederhana saja. Dirinya yang lama dan sekarang tidak sedikitpun membuat Frey tertarik padanya. Akhir yang mengesalkan, tetapi dia tidak punya kuasa apapun terhadap perasaan Frey. Dia tidak berhak marah juga, karena dia bukan siapa-siapa Frey. 

"Haduh, malah melamun. Ya udah, ke mobil aja. Takut di jalan macet, bahaya," ujar wanita itu lalu meneguk secangkir air putih hangat dan bergegas ke mobil.

Yefta mengangguk dan mengikuti mamanya keluar. Tidak butuh waktu lama, mereka sudah keluar dari kompleks perumahan dan memasuki ke jalan raya. Sepanjang jalan mereka ditemani oleh lantunan musik dengan judul If dari Bread. Ponselnya dia pegang erat sementara pandangannya tertuju pada pemandangan di luar. 

"Yefta, ponselmu itu nyala mati mulu daritadi. Cek gih," ujar mamanya tanpa memandang ke arah Yefta. Wanita itu masih fokus dengan mobil yang dikendarainya, dia tidak ingin mereka berakhir di rumah sakit karena kelalaiannya dalam berkendara. Masih banyak target yang ingin dilakukannya di hidup ini, salah satunya melihat Yefta mengucapkan janji pernikahan dengan pasangannya kelak.

"Hah? Oh, iya." Gadis itu tidak mengira mamanya akan menyadari hal itu, padahal pandangannya tetap terfokus ke depan. Namun, hal itu tetap saja diketahuinya. Mungkin mengganggunya dalam melihat ke depan, cahaya yang menyilaukan mungkin.

Gelagat aneh Yefta membuat kening wanita itu berkerut. "Kamu kenapa? Kok lesu gitu?"

Yefta meneguk ludahnya dengan susah payah. Naluri seorang ibu selalu bisa mengetahui jika ada yang salah dengan anaknya. Selalu tahu kapan dia merasa tidak baik-baik saja. Namun, Yefta tidak ingin membahas hal itu sekarang. Kalau diceritakan, dandanannya akan luntur karena tangisannya. Lebih baik hal ini disimpannya sendiri, lagipula tidak penting juga perihal cinta bertepuk sebelah tangan.

Gadis itu tersenyum tipis. "Nggak kenapa-kenapa, kok. Lagi capek aja karena banyak yang dikerjain. Biasa, deh. Mahasisa akhir ya gini, Ma."

"Ya udah. Kalau mau cerita, nanti cerita aja. Jangan mikir kamu sendirian. Kamu selalu punya mama di sisimu."

Kalimat yang simpel, tetapi sanggup membuat hatinya tersentuh. Rasanya seperti disiram air dingin, menyejukkan. Dia tidak sendirian, ada orang lain di sisinya. Meskipun Frey tidak mencintainya balik, tetapi dia selalu punya kasih sayang dari mamanya. Hal kekal yang tidak akan hilang darinya.

"Iya, Ma. Makasih ya."

Yefta menatap erat ke layar ponselnya. Sesuai tebakannya, Frey yang menelponnya sedaritadi. Yefta langsung mengirimkan foto dia sedang di jalan raya.

Yefta

Lagi di jalan. Berisik kamu tuh.

Frey si bawel

Akhirnya kamu bales juga. Are you okay?

Tidak, gadis itu tidak berniat membalas pesan dari cowok itu lagi. Lagipula dia tidak baik-baik saja dan penyebabnya adalah dia sendiri. Tindakan yang bodoh. Tidak seharusnya dia membalas pesan darinya, yang ada perasaannya malah semakin amburadul acak-acakan tidak karuan. Perhatian dari cowok itu membuat harapannya semakin melambung tinggi ke langit paling atas, membuatnya lupa jika dia tidak pernah ada di dalam hati Frey. Cowok itu tidak pernah menyukainya, selama ini usahanya tidak membuahkan hasil. 

Frey si bawel

Kamu mau kemana btw? Udah malem lho. Nggak baik jalan sendirian. Share location, kabarin biar aku tahu kamu aman. Please.

Semua pesan itu hanya dibaca saja olehnya, rasanya gadis itu ingin mencabut kartu di ponselnya dan mengganti nomor telepon saja. Namun, pertanyaannya adalah apakah dia sanggup lost contact dari Frey? Pertanyaan yang dia sudah tahu jawabannya adalah tidak. Sekesal apapun Yefta padanya, dia tidak sanggup mengabaikan Frey jika mereka berhadapan secara langsung. Cowok itu terlalu menarik perhatiannya. Apalagi perhatian seperti itu, kenapa cowok itu mau repot-repot mengirimkan pesan seperti itu jika dia memang tidak ada di hatinya? Buat apa semua perhatian itu? Pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa gadis itu jawab, hanya cowok itu yang mempunyai jawabanya. Jawaban dari semua keresahan hatinya.

Tanpa disadari gadis itu, dia sudah diamati daritadi oleh mamanya. Dia sudah menduga ada yang salah dengan anak gadisnya. Namun, dia tahu jika anaknya sedang tidak ingin menceritakan keluh kesahnya. Mungkin nanti dia akan terbuka padanya. Tidak perlu ada paksaan, jika memaksa hanya akan membuat situasi semakin runyam. Wanita itu menghela napas lalu fokus pada hal yang bisa dihadapinya sekarang, yaitu berkendara.

Lantunan lagu November Ultra dengan judul The Winner Takes It All membuat suasana semakin sendu. Yefta hanyut dalam lamunannya hingga mobil berhenti dan tangannya digenggam oleh mamanya.

"Kita sudah sampai, Nak."

-Bersambung-

Jumlah kata: 1015 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro