Eps. 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Terlalu banyak kenangan yang tercipta, hingga sakitnya pun masih terasa."

-🖤-

LAHAN seluas satu hektar ditanami beberapa jenis sayuran, diantaranya seperti kol, wortel, brokoli, cabai, sawi, dan juga tomat. Udara yang masih segar dan asri semakin menambah kenyamanan. Rasanya sangat betah berlama-lama di tempat seperti ini.

Zayyan memetik tomat dan cabai untuk dijadikan sebagai bahan masakan, sebelumnya dia sudah lebih dulu mengambil brokoli serta sawi. Dia terlihat sangat antusias, hal baru yang sangat menyenangkan.

"Pak Hartawan keren, selain memiliki resort beliau juga ternyata memiliki perkebunan yang luas," ungkap Zayyan berdecak kagum.

"Papa emang suka bercocok tanam, jadilah dia mendirikan lahan perkebunan ini, yang letaknya nggak jauh dari resort. Tujuannya simpel, supaya bisa menyuplai kebutuhan sayur dari hasil kebun sendiri. Dan perkebunan ini juga dijadikan sebagai agro wisata," jelas Nayya seraya memetik cabai hijau dan memasukkannya ke dalam keranjang.

Zayyan manggut-manggut. "Enak yah, Mbak jadi pewaris, kalau saya, kan perintis. Kalau nggak berusaha sendiri ya, nggak akan bisa jadi apa-apa. Sebuah keuntungan yang wajib Mbak syukuri."

Nayya memilih untuk duduk di sebuah bangku kayu yang berada tak jauh dengan mereka. "Justru ini beban buat gue. Gue nggak punya basic di bidang ini, tapi mau nggak mau gue harus meneruskannya."

"Kalau Mbak Nayya keberatan untuk mengelola bisnis Pak Hartawan, mungkin calonnya Mbak Nayya yang nanti akan meneruskan usaha ini," sahut Zayyan.

Nayya tertawa hambar. "Calon? Hubungan gue kandas dengan akhir yang memiriskan."

Zayyan meringis dan meminta maaf, karena ternyata perkataannya malah membuat Nayya tidak nyaman.

Nayya bangkit dari duduknya lantas kembali melanjutkan perjalanan untuk memanen jenis sayur lain. "Santai aja, lagian gue juga udah move on."

"Hari ini Mbak Nayya mau saya masakan apa?" tanya Zayyan mengalihkan pembicaraan, dan berusaha untuk kembali mencairkan suasana yang mendadak hening.

"Terserah lo, apa pun yang lo masak gue suka."

"Kecanduan masakan saya nih ceritanya?" kelakar Zayyan.

Nayya tertawa kecil lantas berujar, "Masakan lo mengandung nikotin sih."

Zayyan ikut tertawa. Ternyata Nayya cukup humoris juga.

"Ngadem bentar di saung, kalau balik ke resort sekarang panas. Kaki gue juga pegel," katanya.

Zayyan hanya menurut saja. Lagi pula menikmati udara yang masih asri dengan pemandangan para petani, yang tengah memanen sayur bukanlah hal yang buruk, justru sangat mengasikan.

"Ternyata lo nggak semenyebalkan yang gue pikirkan. Cukup nyambung kalau diajak ngobrol," tutur Nayya dengan pandangan menerawang ke depan.

"Syukurlah kalau gitu, seenggaknya kontrak kerja saya aman dan bisa diperpanjang," canda Zayyan berhasil membuat tawa Nayya kembali menguar.

"Nggak usah ngejilat kalau lagi butuh uang banyak," sahut Nayya ikut larut dalam candaan.

Hanya sebuah kekehan ringan yang Zayyan berikan sebagai respons. Candaan Nayya cukup menohok juga, tapi dia tak ingin ambil pusing akan hal tersebut.

"Live seru kayaknya, bikin konten masak," katanya berhasil membuat kepala Zayyan sontak menoleh ke arah Nayya.

Zayyan menggeleng tegas. "Saya nggak mau ikut-ikutan, Mbak Nayya."

Nayya mendelik. "Kalau live bareng lo penontonnya tambah banyak, dan pasti viral. Yakin nih nggak mau?"

Zayyan tetap teguh akan pendirian.

Semenjak dirinya muncul di beberapa vlog Nayya, orang-orang jadi mengenalnya. Zayyan tak nyaman akan hal itu, lebih parahnya mereka sampai menjodoh-jodohkan segala.

Ada hati yang harus Zayyan jaga, meskipun kondisi Zalfa tengah koma. Tapi, jejak digital takkan pernah bisa hilang dengan mudah, maka dari itu dia ingin menyudahi semuanya.

"Nggak asik lo!"

"Maaf, Mbak, saya kurang nyaman."

Nayya berdecih. "Nggak nyaman tapi duitnya lo embat juga."

"Bukan saya yang meminta, tapi Mbak Nayya yang memberikannya, bahkan memaksa," ralat Zayyan.

"Ya, ya, ya, terserah lo," sahutnya malas.

Ternyata sisi menyebalkan Zayyan masih ada.

"Tiap libur lo balik ke Jakarta? Nggak capek emangnya?" tanya Nayya agar tidak berkawan geming. Dia tak suka kebisuan.

"Itu udah jadi risiko kerja di luar kota, ada Ibu yang harus saya kunjungi dan lihat keadaannya," terang Zayyan seraya tersenyum tipis.

"Bokap lo ke mana?"

"Sudah meninggal saat saya masih SMA," jawab Zayyan sedikit tersenyum getir.

"Nyokap gue juga udah meninggal, bedanya dia meninggal saat ngelahirin gue."

"Apa itu yang menyebabkan Mbak Nayya nggak suka hari kelahiran?"

Nayya mengangguk singkat. "Ada kegiatan tukar-menukar nyawa di hari itu."

Zayyan terdiam, kalimat yang Nayya ungkapkan singkat tapi bermakna dalam. Dia tahu betul bagaimana sakitnya ditinggalkan.

"Oh, ya jangan panggil gue dengan sebutan 'Mbak'. Gue nggak setua itu yah," pinta Nayya.

"Sebutan itu sebagai tanda hormat, bukan bermaksud mengatai Mbak Nayya tua," sela Zayyan.

"Panggil Nayya aja, nggak usah pake embel-embel apa pun. Gue nggak suka!"

Zayyan tak lagi berkomentar, mengiyakan adalah opsi paling benar untuk mengakhiri perdebatan.

Nayya menyalakan gawainya untuk melihat jam lalu berujar, "Balik resort yuk. Udah kelamaan kita di sini."

Zayyan mengangguk dan berjalan menunduk di belakang Nayya, sebagaimana biasanya. Untuk jalan di samping jelas itu tidak mungkin, berjalan di depan anak atasannya pun rasanya tidak sopan. Alhasil mengintil di belakang adalah opsi terbaik, walaupun Zayyan kurang nyaman.

Mereka menaiki sepeda masing-masing dan meletakkan sayuran hasil panen di keranjang depan. Nostalgia masa kanak-kanak, lebih tepatnya memanfaatkan fasilitas resort.

"Balapan, yang nyampe resort duluan harus masakin sarapan selama seminggu," ujar Nayya.

"Setiap hari, pun saya selalu memasakan sarapan untuk kamu, Nay. Lengkap dengan makan siang, malam, dan juga camilannya."

Nayya tertawa mendengar keluhan Zayyan. "Itu, kan udah jadi jobdesk lo. Kalau sekarang lo menang, gue akan gantian masakin lo, sarapan doang tapi."

Zayyan mengangguk setuju. "Oke."

Belum sempurna hitungan, Nayya sudah curang dan melajukan sepedanya cukup kencang. Zayyan tentu tak ingin kalah, meskipun kecolongan start.

"Kejar gue kalau bisa!" teriak Nayya sesekali melirik ke belakang.

Zayyan hanya geleng-geleng. Kelakukan ajaib Nayya memang selalu ada-ada saja.

"Rem gue blong! Awas! Minggir!" teriak Nayya kesulitan mengendalikan sepedanya, sebab berada di turunan, parahnya ada sepasang insan yang tengah berjalan.

BRUKKK!

Suara hantaman cukup keras terdengar, pekikan nyaring Nayya pun menguar. Dengan cepat Zayyan menghampiri Nayya dan menolong perempuan itu untuk berdiri.

"Telapak tangan kamu berdarah, Nay, harus segera diobati. Bagian mana aja yang sakit?" tanya Zayyan cukup panik.

"Cuma luka kecil, nggak usah berlebihan."

"Bukan berlebihan, saya takut Pak Hartawan marah karena saya tidak bisa menjaga putrinya."

Nayya tersenyum tipis. Zayyan cukup perhatian juga ternyata. "Orang sesantai Papa nggak akan membesarkan masalah kecil. Tenang aja, ini salah gue kok. Gue nggak akan ngadu macem-macem."

"Kalau bawa sepeda hati-hati dong, Mbak. Kecerobohan Mbak tadi bisa mencelakai orang lain," tegurnya.

Nayya memutar tubuh, dan dia membatu kala kembali dipertemukan dengan Angga, parahnya di samping lelaki itu ada seorang wanita bergamis serta berkerudung cukup lebar.

"Dokter Angga? Ketemu di sini kita," ungkap Zayyan mengikis keheningan yang tercipta.

Angga tersenyum kikuk. "Kerja di sini?"

Zayyan mengangguk.

"Masya Allah, Nay. Ini Nayya Shafa, kan? Udah lama banget kita nggak ketemu," tutur Shareefa, secara spontan langsung memeluk Nayya yang justru diam membisu.

"Kok lo bisa di sini?" tanya Nayya saat pelukannya sudah terlepas.

"Aku mau lihat venue buat acara pernikahan aku sama Mas Angga. Ini salah satu resort milik Papa kamu?" sahut Shareefa begitu senang dan antusias, karena bisa kembali bertemu dengan kerabatnya pada masa sekolah dulu.

Kaki Nayya rasanya lemas bukan main. Sebisa mungkin dia berusaha untuk tenang. "Oalah, lo ternyata yang sewa. Gue kira siapa, ya udah yuk gue anter ke dalam. Lihat-lihatnya nanti ditemenin pegawai Bokap gue."

Shareefa menggandeng lengan Nayya. "Sama kamu aja, Nay, sekalian kita ngobrol-ngobrol. Udah lama banget nggak ketemu, aku juga mau kenalin kamu sama calon suami aku, Mas Angga."

Nayya meneguk ludah susah payah, sebisa mungkin dia tersenyum ramah. "Gue ada pekerjaan yang harus diurus. Iya, kan, Yan?"

Zayyan terbengong-bengong karena secara mendadak dilibatkan. "Ah, iya, benar." Jawaban itu akhirnya Zayyan berikan setelah mendapat sebuah injakan serta pelototan tajam dari Nayya.

Nayya melepaskan diri dari Shareefa dan tanpa izin langsung menyeret Zayyan masuk. Dia tak mengindahkan protesan Zayyan yang meminta untuk dilepaskan.

🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤

Bandung,
Sabtu, 27 Mei 2023

Hai ... Hai ... Akhirnya Nayya ketemu Mantan yang lagi bawa gandengan 😂✌️ . Kalau kalian yang ada di posisi Nayya, gimana perasaannya?

Oh, ya mau ikhtiar daily update. Semoga aja berhasil 🤭

Next or No?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro