Eps. 21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Pacar halal jauh lebih menenangkan, walau sekadar mata bertemu mata, tapi buat jantung berdebar-debar."

—🖤—

ZALFA mengobati luka di wajah sang suami dengan sangat hati-hati. Sesekali terdengar ringis kesakitan dari sela bibir Zayyan. Banyak sekali luka memar dan lebam, terlebih di sudut bibir yang agak robek akibat bogeman.

"Tahan yah, Mas," pintanya.

"Pelan-pelan, Fa," sahut Zayyan menahan gerak tangan Zalfa. Ngilu dan sakitnya cukup terasa.

Zalfa mengangguk. "Iya, Mas, maaf. Ini juga pelan-pelan kok," katanya masih fokus mengobati.

Kini Zalfa beralih pada luka di telapak tangan kanan Zayyan. Dia meringis saat melihat darah segar yang sudah mengering. Dengan pelan dan hati-hati Zalfa membersihkan luka tersebut.

"Ini harusnya diobati ke klinik, Mas, sih, bandel. Kalau kenapa-kenapa gimana?" omel Zalfa saat membungkus lukanya dengan kasa dan perban.

"Mas punya istri yang multi peran di rumah, nggak usah jauh-jauh ke klinik," balasnya seraya terkekeh pelan.

"Bukan begitu, Mas, kalau di klinik, kan ditangani sama ahlinya. Kalau aku nggak ngerti apa-apa, cuma bisa kayak gini doang," oceh Zalfa.

Zayyan malah tertawa kecil. Gemas sekali kalau melihat istrinya tengah merajuk sekaligus mengomel.

"Malah ketawa, ada yang lucu?"

Zayyan mengangguk semangat. "Ada, kamu...,"

Zalfa hanya geleng-geleng kepala.

"Besok Mas nggak usah kerja dulu, istirahat di rumah. Nggak bisa masak juga kalau tangannya masih diperban gini," saran Zalfa.

"Mas udah kebanyakan libur, Fa. Nggak enak sama Pak Hartawan, apalagi Mas kerja di resort atas rekomendasi beliau."

"Lo nggak usah khawatir, urusan itu biar gue yang handel. Makanya lain kali nggak usah sok jadi pahlawan kesiangan. Kalau nyawa lo hilang, berabe gue," sembur Nayya yang baru saja datang dari arah ruang makan.

"Mbak Nayya ini aneh, ditolongin malah ngomel-ngomel," ujar Zayyan heran.

"Bukannya ngomel-ngomel gue nggak mau sampai lo kenapa-kenapa. Ehmm..., mak..., maksud..., gue kalau lo celaka, kan gue juga yang harus tanggung jawab. Mana lo ada istri lagi, kasian istri lo. Lain kali nggak usah kayak gitu lagi!" Nayya merutuki mulutnya yang hampir lepas kendali.

"Ya udah kalau gitu gue pamit pulang, Ibu lo mana?" imbuh Nayya.

"SMP banget lo, Nay," komentar Syaki.

"Ngaca! Lo, kan yang numpang makan. Malu-maluin gue aja lo bisanya!"

"Sudah, Mbak, sudah. Jangan ribut. Nggak, papa, kan nggak tiap hari juga. Malah baru pertama kali makan di sini. Jangan dimarahi Mas Syakinya," lerai Zayyan.

"Ada apa ini, kok ribut-ribut?" seloroh Harini yang baru saja keluar dari kamar.

"Mbak Nayya sama Mas Syaki mau pamit pulang, Bu," jawab Zalfa.

Harini mengangguk. "Ya udah hati-hati di jalan. Semoga selamat sampai tujuan. Fii amanillah, Nak."

Akhirnya Nayya dan Syaki benar-benar pergi. Kini hanya menyisakan mereka bertiga saja.

"Mbak Nayya cantik yah, Mas," katanya tiba-tiba.

Zayyan mengangkat salah satu alisnya. "Cemburu? Mas nggak ada apa-apa sama Mbak Nayya."

"Enggak, aku cuma bilang Mbak Nayya cantik. Udah itu aja. Mas nggak usah kepedean," kilahnya.

"Ampun-ampun ni anak dua, bucinnya emang udah menahun. Puyeng Ibu, mending tidur. Kalian juga jangan lupa istirahat, udah malam ini," cercanya lalu kembali masuk ke kamar.

"Bilang aja kalau cemburu, nggak usah bohong. Dosa tahu," ledek Zayyan berhasil membuat wajah Zalfa seketika berubah menjadi merah layaknya kepiting rebus.

Zalfa pura-pura menguap. "Ngantuk, Mas, aku mau tidur," katanya.

"Ya udah ayo." Zayyan bangkit dari duduknya, dan segera membawa tubuh Zalfa dalam gendongan.

"Naik kursi roda aja, tangan Mas masih sakit," pinta Zalfa.

"Tanggung, lagian deket juga," tolak Zayyan, dan Zalfa tak bisa berbuat apa-apa selain mengalungkan tangannya di leher Zayyan.

"Makasih yah, Mas," tanpa aba-aba Zalfa mendaratkan sebuah kecupan singkat di pipi Zayyan.

Tubuh Zayyan seketika panas dingin. Dia tak bisa menggerakkan kakinya, malah mematung di ambang pintu, dan menatap penuh rasa tidak percaya pada Zalfa, yang kini menyembunyikan wajahnya di dada Zayyan.

"Maaf..., Mas refleks. Ucapan terima kasih kok itu," gumam Zalfa berhasil menarik kesadaran Zayyan.

"Lebih juga nggak papa kok, Sayang."

Kini Zalfa yang terbengong-bengong dan spontan menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Ampun, Mas. Ampunnnn."

Zayyan menutup pintunya dengan kaki, lalu merebahkan Zalfa di atas ranjang. "Buka matanya, nggak usah sok ngintip-ngintip gitu."

Zalfa meringis dan tersenyum kaku. Posisi Zayyan yang belum menyingkir di atas tubuhnya membuat Zalfa semakin deg-degan, tapi dia tak bisa berbuat banyak hal.

"Tidur yah, Mas, udah malam," cicitnya seraya menggigit bibir bagian bawah.

Zayyan tak kuasa untuk menahan tawa, dia terbahak-bahak dibuatnya. "Ya Allah, Fa, muka kamu tegang banget itu. Mana merah semua lagi, alergi?" godanya.

Zalfa mendesis pelan. "Apaan sih, Mas? Becandanya nggak lucu!"

Zayyan meringsak masuk ke dalam ranjang. "Yang lucu, kan calon anak-anak kita nanti."

Zalfa menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Kejahilan Zayyan makin menjadi, dan dia malu setengah mati.

Zayyan menarik selimut yang Zalfa gunakan. "Ganti baju dulu, pakaiannya, kan kotor abis dari luar."

Zalfa menggeleng tegas. "Nggak usah, aku nggak mau bangunin Ibu yang lagi tidur."

"Mas yang bantu."

"Mas jangan buat sekujur tubuh aku lemes dong," bisiknya.

Zayyan geleng-geleng seraya tertawa pelan. "Kamu ini mikirnya kejauhan. Mas nggak akan macem-macem, lagian emangnya kamu nyaman tidur pake gamis? Gerah pasti."

"Ya udah iya, tapi atasannya aja. Celananya gak usah, aku pake legging kok," pasrahnya.

Zayyan mengangguk dan bangkit untuk mengambil pakaian Zalfa. "Yang ini nggak papa?"

"Iya udah itu, ganti di sini aja kasihan Mas kalau harus gendong-gendong aku lagi. Tapi Mas harus merem sambil ngadep belakang, jangan ngintip. Kalau pake atasan doang aku bisa," titah Zalfa yang dibalas anggukan serta salam hormat.

Zalfa melepaskan resleting gamis yang berada di bagian depan. Mengeluarkan satu tangannya lantas segera memasukkan piyama, lalu mengeluarkan tangan sisanya dan segera mengancingkan baju tidur tersebut. Dia menarik gamis ke bawah, tapi tertahan di pinggul karena bokongnya yang tidak bisa digerakkan. Biasanya Harini yang akan membantu, tapi dia malu jika harus meminta bantuan Zayyan.

Zalfa memang mengalami kelumpuhan dari bagian panggul ke bawah. Itulah mengapa dia belum bisa berganti pakaian sendiri, terlebih kala memakai celana. Kalau ke kamar mandi pun masih harus dibantu. Gerak tubuhnya saat ini memang sangat terbatas, bagian bawah tubuhnya sama sekali tidak bisa digerakkan.

"Sudah belum?" tanya Zayyan karena Zalfa tak kunjung buka suara.

"Dikit lagi, Mas, susah," lirih Zalfa.

Zayyan langsung membalik badan, dan Zalfa langsung bersembunyi di balik selimut.

"Aku belum pake kerudung, Mas, nggak papa gitu Mas lihat rambut aku?" tanyanya polos.

Zayyan menarik selimut tersebut dan menjauhkannya dari Zalfa. "Lebih dari itu juga nggak papa. Nggak papa banget malah."

Zalfa meneguk ludah susah payah, terlebih saat dengan hati-hati Zayyan melepaskan gamisnya. "Mulai sekarang Mas yang akan bantu kamu. Kalau perlu apa-apa bilang sama Mas," katanya sebisa mungkin terlihat tetap stay cool dan tenang.

Padahal dia sudah sangat deg-degan, terlebih saat melihat surai Zalfa. Rambutnya yang hitam lebat sengaja diikat, membuat leher jenjangnya terlihat. Ini adalah kali pertama bagi Zayyan.

"Mas jangan lihatin aku kayak gitu," lirih Zalfa.

Zayyan menggeleng pelan. "Udah sana tidur," tutur Zayyan seraya membantu Zalfa untuk kembali merebahkan tubuhnya.

🖤SEE YOU NEXT CHAPTER🖤

Bandung,
Rabu, 07 Juni 2023

Maafkan pasutri halal ini yang ada aja tingkahnya 🙈😂✌️ ... Awas baper!

Next or No?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro