maap om

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Bunuh gue aja, yuk. Cape temenan sama saudara Daqjal!”

Arzani menatap kedua temannya ini dengan tatapan ingin berhenti jadi temen tapi tar kasian gaada yang mengadopsi teman begonya kebangetan ini.

“Kalo gak tau tuh nanya!” marah Arzani pada kedua temannya yang langsung menunduk ketakutan ini.

“Ini lagi pake visi-misi. Mana Cuma sebiji, mau jadi caleg lo pake visi-misi segala?” tanya Arzani saat kesabarannya sudah dibatas ingin menangis saja.

“Ini juga lo, bikin surat letaknya salah-salah. Bahasa Indonesia ngapain aja lo?!” tanya Arzani pada Fakhri.

Secara polos, Fakhri malah menjawabnya.  “Merhatiin Lidya, Ja.” Fakhri menjawab dengan tatapan polos.

“Masih aja ngejawab! Mau gue buang dari daftar temen lo?!” teriak Arzani frustasi. Fakhri menggeleng lucu.

“Gue ajarin kalian lagi dari awal, kalo masih nilai lo pada gak nyampe tujuh, balik sana ke TK!” ucap Arzani final dan mereka mengangguk paham.

Tanpa mereka sadari, Mami cenara, Umi Fauziah dan Mimi Aluna cekikikan di dapur karena ngeliat tiga serangkai tobat dan belajar bener-bener.

“Anak lo keren juga nih Lun,” ucap  Mami Cenara sambil ngacungin jempol yang diangguki juga oleh Umi Fauziya.

“Galak banget heran, kalo punya pacar juga dimarahin gitu gak ya?” tanya Umi Fauziah pada kedua temannya.

“Aduh gue belom siap ngeliat si Ari punya cewe. Cemburu gue sebagai emaknya.” Cenara menggelengkan kepalanya mengingat sebentar lagi pasti akan ada interaksi Fakhri pada gadis yang ia sukai.

“Sama. Ican kurus-kurus begitu aja masih ganteng. Berasa pengen aku kurung aja di rumah biar gak ada yang naksir Cabe-cabean jaman sekarang agresif banget. Takut aku,” cerocos Umi Fauziah pada kedua temannya.

“Semerdeka lo aja dah Fau, gue bahagia liat lo bahagia kok,” ucap Mami Cenara sambil geleng-geleng kepala. Selain lola binti galak, Umi Fauziah juga paling ngaco diantara para ibu.

Mami Aluna hanya diam tanpa mau mengeluarkan aspirasinya tentang bagaimana anaknya itu kedepannya. Dia masih takut untuk berperan sebagai ibu secara penuh Karena Arzani masih tidak bisa menerima kehadirannya secara penuh.

“Tenang aja Lun, anak lo bukan gak sayang ama lo, gengsi doang dia...” Mami Cenara selain ceriwis juga bisa menjadi penenang teman-temannya.

***
Balik lagi ke dunia yang sekarang, dimana tiga remaja mau gede ini masih dilemma tentang nilai mereka. Masih takut kalau nilai mereka di bawah tujuh dan tidak bisa masuk SMA yang sama dengan Arzani.
“Gue gatau lagi kalau nilai lo pada ga nyampe tujuh sumpah.” Ucap Arzani dengan banyak penekanan. Dia sudah mati-matian merangkumkan materi segampang mungkin untuk dicerna kedua temannya ini.

Sampai-sampai pas UN mereka bertiga tidur di rumah Fakhri karena lagi-lagi Mami Cenara gak percaya mereka belajar. Bukan hanya Cetta dan Arzani, Umi Fauziah dan Mimi Aluna juga ikutan tidur disana. Untung aja Papinya Fakhri lagi dinas diluar kota jadi mereka ramai-ramai tidur di ruang tamu setelah belajar.

“Gue yakin nilai gue tujuh kalau Bahasa Inggris,” Cetta membuka suaranya dengan percaya diri. Fakhri hanya menatapnya dengan tatapan jengah.

“Yaiya lo bakal dapet tujuh kalo bahasa inggris, orang Abi lo aja punya bapak orang sono. Dapet enam malah gue kata-katain lo, dasar norak!” teriak Fakhri kesal.

“Santai dong bos...” Cetta menatap Fakhri kesal juga. Hanya Arzani yang normal di antara mereka berdua.

“Liat aja besok.” Ucap Arzani pada kedua temannya. Cetta yang lemot menatap Arzani serta Fakhri yang tadi mengangguk-angguk bingung.

“Emang besok ngapain dah?” tanyanya bingung.

“Ambil nilai UN bego! Ya Tuhan, tinggal di goa mana si lo?” tanya Fakhri kesal. Arzani juga mengernyit kesal dalam diam.

Mereka berdua lantas meninggalkan Cetta sendiri dalam kebingungan menyadari bahwa besok adalah hari penentuan kehidupannya. Tentunya jika tidak diberi tahu ia takkan tahu hingga besok pun.

“Tungguin napa woi!” teriak Cetta setelah ditinggal beberapa langkah oleh Arzani dan Fakhri.

“Ogah nungguin manusia lola kaya lo!” teriak Arzani sambil berlari menjauh dari Cetta yang hampir saja menghampirinya. Dan akhirnya mereka berlomba lari-larian sampai ke rumah Cetta karena mau main music bareng.

Bego-bego gini, mereka jago banget main musik. Kalau kata Fakhri “Kita emang bego banget sama pelajaran, tapi kalau di suruh mainin not balok, kita jagonya.”

Kesombongannya memang berbuah hasil karena dia berhasil memenangkan beberapa perlombaan antar sekolah. Sebenarnya tanpa nilaipun, Fakhri bisa masuk ke dalam sekolah yang mereka tuju dengan sertifikat yang ia miliki.

***
Hari dengan cepat berlalu, mereka sudah berada di antara lautan teman mereka di lapangan sekolah kesayangan mereka. Wajah pucat terpampang jelas pada Cetta dan Fakhri. Yang biasanya mereka aktif sekali berbicara, mendadak berganti menjadi Arzani yang gemar berbicara.

“Woi pucet amat kaya mau sunatan!” sekali Arzani meledek mereka berdua sambil tertawa jahanam melihat kedua temannya ketakutan.

“Woi ini bukan waktu buat nimbang dosa kok, tenang aja. Masih aman di dunia. Gatau kalau abis terima nilai kalian langsung ketemu Tuhan. Kan gak ada yang tau,” Arzani tersenyum dengan tengilnya.

Cetta beserta Fakhri yang saat ini panik hanya dapat menghela napas berat mereka. Mencoba untuk sabar mempunyai teman setidakpengertian Arzani. Saat ini Arzani bertingkah biasa saja karena sudah yakin nilainya akan aman karena memang, nilai Arzani tak pernah kurang dari tujuh. Berbeda dengan kedua temannya itu.

“Berisik banget sih, Ja.” Ucap Fsakhri pasrah. Cetta menatap kedua temannya dalam kedamaian. Tak ingin merusak ketenanga hatinya yang akan membuat Tuhan marah dan akan merendahkan nilainya.

“Baikah anak-anak...” tiba-tiba suara seorang guru menginterupsi keguugupan setiap insan yang ada saat ini.

Guru yang berdiri itu ialah kepala sekolah mereka dengan senyuman yang merekah miliknya. Pertanda bahwa nilai rata-rata sekolah pasti tidak teralu buruk.

“Saya mau berterima kasih kepada kalian semua selaku siswa-siswi yang sudah berkerja keras kemarin...” masih banyak lagi ocehannya yang berterima kasih kepada seluruh siswa maupun siswi yang sudah berkerja keras selama ini dan diakhiri oleh pembagian kertas nilai di kelas oleh wali kelas.

Kebetulan kelas mereka berbeda dan mereka masih belum membukannya disaat teman-teman mereka sudah membuka nilai mereka. Alasannya karena mereka ingin memperlihatkan nilai mereka pada satu sama lain.

“Ayo buka sama-sama!” seru Cetta dengan semangat.

“Dah lo buka ya nilainya?” tanya Fakhri heran karena Cetta begitu semangat.

“Sok tau banget lo!” teriak Cetta pada Fakhri

“Ya maaf, gue kira lo udah buka gitu...” ucap Fakhri sambil nyengir. Cetta menatapnya tak senang sambil bersungut.

“Musuhannya tar aja, pas buka kertas. Ini kalo nilai lo pada gak nyampe tujuh, beneran gue gak mau bergaul sama lo pada lagi!” ucap Arzani menjadi penengah perdebatan kedua sahabatnya ini.

“Jangan gitu dong, Ja. Masa lo tega buang gue ama Ican?” muka Fakhri dan  Cetta mendadak melas. Arzani hanya menatap keduanya sebal.

Akhirnya setelah perdebataan yang panjang Karena Cetta dan Fakhri enggan membuka nilai milik mereka, Arzani lah yang  membukakan kertas mereka berdua dengan serentak, sementara mereka berdua membuka nilai milik Arzani yang sudah pasti bagus itu.

Cetta dan Fakhri melihat nilai Arzani dengan gelengan kepala mereka berdua. Gemas dengan salah satu nilai Arzani yang delapan, diantara nilai sembilannya.

“Lo bego banget sih, Ja. Masa nilai Bahasa Inggris lo Cuma dapet lapan enam. Abis tinggal di goa mana si lo?” cerocos Fakhri tanpa sadar nilainya sendiri mungkin lebh buruk.

“Heh kutil! Yang bego disini tu lo! Bukan gue atau Ican. Masa Bahasa Indonesia malah dapet lapan puluh. Nh liat Ican. Dapet lapan lima!” Arzani tak mau kalah memaki Fakhri yang mengatainya dahulu.

“Mana sini liat, gak percaya kalau gue lebh bego dari Cetta!” Fakhri langsung mengambil kertas miliknya. Betapa terkejutnya melihat nilainya yang bisa dikatakan bagus ini.

“Anjir ini beneran gue sepintar ini?” tanya Fakhri sambil berkaca-kaca. Berbeda dengan Cetta yang sudah menangis melihat angka delapan ada di dua nilainya.
“Umi gak sia-sia ngegedein gue woi!” ucap Cetta penuh haru.

“Sukur nilai lo berdua bagus, kalo kaga gue udah nyari kandidat temen baru.” Arzani menatap kedua temannya dengan tatapan sinis dan senang kemudian karena kerja keras kedua bocah nakal ini berbuah manis.

***

“Gimana nilai lo heh?!”  tanya Mami Cenara pada anak semata wayangnya ini. Fakhri datang dengan senyuman sombong dan menunjukkan nilainya pada Maminya.

“Astaga Fakhri Kairafan!” teriak Mami Cenara saat melihat nilainya dengan mata yang melebar sempurna. Fakhri langsung menunduk takut.

“Gak sia-sia gue nikah sama bapak lo yang bule, ngeliat nilai Bahasa Inggris lo Sembilan enam begini. Bangga gue, gak apa nilai matematika lo enam, gue bangga lo dah mau berusaha dapet enam. Makasih ya sayangnya gue,” Mami Cenara bersorak dengan gembira sambil memperihatkan nilai anaknya ini pada ayahnya yang kebetulan tidak bersama mereka saar ini karena harus mengurus beberapa pekerjaan di Negara tempatnya lahir.

Lain halnya dengan Mami Cenara yang bahagia, Umi Fauziyah malah menangis terharu melihat nilai IPA Cetta yang mencapai angka delapan puluh dua ini. Pasalnya dulu, orang tua Cetta sempat di panggil oleh guru IPA mengenai nilai Cetta yang tak ada perkembangannya.

“Cetta mau apa? Umi beliin,” ucap Umi Fauziyah pada anak semata wayangnya ini.

“Nanti aja Mi, aku mau pikir-pikir dulu.” Ucap Cetta yang langsung diangguki oleh Uminya saat itu juga.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro