4. Namaku Aldo, dan Aku-

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Penulis: Yuma
Yumazthaqil

Prompt:
Aldo tidak sengaja membunuh seseorang.

🍀🍀🍀

14 September 2020

-Tulisan pertama, halaman pertama, lembar pertama

****

Aku ingin mati saja.

Kemarin, ketika hendak membeli makanan berat di salah satu restoran kecil dekat komplek perumahan, seseorang mengikutiku diam-diam. Niat awalku keluar rumah hanyalah untuk membeli nasi goreng, tetapi kala itu, aku hanya ingin cepat-cepat kembali ke rumah.

Ketika berjalan di gang sepi, aku bisa mendengar dengan jelas langkah kakinya yang berat menapak aspal basah dan deru napasnya yang kasar—kemungkinan besar perokok berat. Ketika aku berpapasan jalan dengan salah satu wanita tua penjual lotek dari ujung jalan, siapapun orang yang ada di belakangku tiba-tiba hilang entah ke mana. Namun, sekonyong-konyongnya Pak Arif yang meninggalkan acara sunatan salah satu anak komplek minggu lalu, pria di belakangku ini lebih bisa membuatku sakit jantung dadakan dengan kemunculan ulang suara berdehemnya yang berat setelah jalan sepi kembali.

Oh, sial.

Demi Tuhan, aku tidak tahu siapa pria dengan jambang berantakan seperti pasar ikan, kaki gemuk dan berbulu, kemeja lusuh kotak-kotak, dan wajah sangar seperti pedofil itu. Tidak pernah sekalipun aku melihat pria itu berjalan-jalan di lingkungan sekitar sini sebelumnya. Lagi pula, apa maunya mengikutiku malam ini?

Pendatang baru? Tidak mungkin sekali rasanya. Tidak ada mobil pengangkut barang yang mondar-mandir beberapa hari terakhir. Pun, ketua RT setempat tidak pernah mengumumkan kepada kos-kosan kami tentang orang yang baru pindah ke komplek ini.

Orang gila? Segila-gilanya Bi Juminten yang sering tertidur di dekat pos ronda komplek sambil mengigau tentang ayam bakar tiap tengah malam, aku yakin wanita itu tidak akan pernah memiliki pikiran yang sama gilanya dengan pria di belakangku kala itu. Mengikuti seseorang dengan napas memburu tidak akan bisa tidak dikatakan gila.

Aih ....

Malam itu, aku tidak akan bisa kembali ke rumah dengan tenang setelah berbelok di salah satu pertigaan gelap, dikunci dari belakang oleh tangan gendut pria yang mengikutiku sedari tadi, lalu secara tidak sengaja membunuhnya dengan menubrukkan bagian belakang tubuhku ke salah satu pohon dengan tunggul lancip. Kayunya menusuk jantung pria aneh tadi, membuat badannya menggelepar beberapa menit, kehabisan darah, lalu mati setelahnya.

Napasku terhenti. Rambutku acak-acakan ketika menyadari bahwa aku baru saja membunuh seseorang tanpa sengaja. Bukannya nasi goreng yang kudapatkan malam ini, melainkan darah kental segar yang mengalir dari lubang terbuka di punggung pria tadi. Malam kemarin sepi, tetapi kepalaku ingin meledak tiap kali teringat tentang teriakan menyayat telinga dari si pria aneh.

Setelah itu pun, seseorang mendatangi tempat kejadian sambil memasang tatapan ketakutan ke arah tunggul pohon dengan puncaknya yang berupa mayat pria gempal itu. Aku melempari orang itu dengan batu besar tepat di kepalanya. Dahinya berdarah, sedang tubuhnya lunglai hingga terjatuh di atas tanah. Orang itu mati dan darahnya merembes di tanah yang sama dengan tanah tempat pria tadi meregang nyawa.

Aku sudah membunuh dua orang secara tidak sengaja.

Pikiranku kalut luar biasa kala itu. Susah payah aku berjalan dengan pincang demi keluar dari belokan anyir terkutuk itu. Badanku mandi keringat, satu kuku tangan kananku patah karena sempat terseok-seok hanya untuk beranjak dari posisi terjatuhku, pun kepalaku pusing bukan kepalang.

Aku ingin pulang.

Aku ingin pulang.

Aku ingin pulang.

Perduli setan dengan perkataan orang lain. Aku ingin pulang.

Seorang anak laki-laki yang baru pulang dari mengaji tiba-tiba bertegur sapa denganku di perjalanan pulang. Bocah bau kencur itu menanyakan noda darah di pipiku serta perangaiku yang sama sekali berbeda dari biasanya. Ibunya tak lama mendatangi kami berdua dan serta merta berteriak sembari menarik anaknya menjauh ketika melihatku. Beberapa menit setelahnya, ubun-ubun dua orang itu sama-sama berdarah seperti pipi dan jari tanganku.

Aku sudah membunuh empat orang secara tidak sengaja.

Ketika hampir mencapai gerbang kos, seorang wanita paruh baya penjual siomay menanyakan perihal bau anyir yang muncul mendadak saat aku melewati lapak dagangannya. Aku membekap mulut wanita bermulut lebar itu kuat-kuat, menyeretnya ke belakang gerainya yang sepi, lalu memukul-mukulkan penggiling batu yang kutemukan di dapur berkali-kali ke pelipis wanita itu.

Aku sudah membunuh lima orang secara tidak sengaja.

Malam tadi, lima orang mati secara tidak sengaja.

Besok, aku harus cepat-cepat pindah dan mencari tempat kos baru. Saat tengah menulis ini, toa masjid terdekat sedang gencar-gencarnya mengumumkan kabar duka tentang lima penduduk yang bermukim di komplek ini dan lingkungan sekitar.

Namaku Aldo, dan aku suka membunuh orang secara tidak sengaja.

Tertanda,
Aldo

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro