Pikiran Nakal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu minggu ternyata memang benar-benar terasa cepat berlalu. Hari ini Cia dan Leo akan menikah di sebuah gereja kecil yang cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Mereka memilih gereja tersebut karena mencari lokasi aman yang minim resiko orang mengenal mereka.

Bak seorang putri dalam negeri dongeng, Cia didandani begitu cantik pada hari itu, sebuah gaun berwarna putih tulang dengan ekor yang panjang menjuntai, menyapu lantai gereja begitu pas di tubuh Cia. Riasan make up ala korean look yang fresh membuat wajah cantik Cia semakin terpancar. Cia berjalan pelan menuju altar digandeng oleh sang ayah-Firman yang kemudian akan ia serahkan kepada calon suaminya yaitu Leo.

"Jangan gugup, Sayang. Santai saja," bisik Firman lembut yang diangguki oleh Cia.

Tidak jauh dari pandangannya, Cia melihat sesok pangeran tampan dengan tubuh tegap mengenakan jas berwarna senada dengan gaun yang ia kenakan sedang berdiri menatapnya. Dia adalah Leo, lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

"Ya Tuhan, tampan sekali," batin Cia yang tak bisa memungkiri mengagumi calon suaminya itu.

Firman menghentikan langkahnya tepat beberapa langkah di depan Leo, ia mengambil tangan Cia kemudian menyatukan dengan tangan Leo sembari tersenyum manis. "Leo, jaga Cia baik-baik ya? Om percayakan Cia padamu mulai hari ini," tutur Firman sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan Cia dan Leo.

"Iya, Om. Leo janji akan jaga Cia dengan baik."

Leo menggandeng Cia menuju altar, disana terlihat seorang pendeta tengah menunggu keduanya datang. Begitu keduanya berdiri di depan mimbar, sang pendeta langsung memulai upacara pemberkatan pernikahan Leo dan Cia. Tidak lama, hanya kurang dari satu jam mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri sekarang.

"Pasangkan cincin pernikahannya di jari Cia, Leo," ucap Dara memberikan aba-aba.

Leo mengambil sebuah cincin polos dengan satu berlian kecil yang menghiasi bagian tengahnya lalu memakaikannya di jari manis milik Cia. Pun sebaliknya, Cia juga mengenakan cincin di jari manis Leo. Tidak acara cium mencium seperti kebanyakan pasangan pada umumnya karena memang mereka berdua sepakat untuk tidak melakukanya.

Usai resmi menikah, Cia dibawa oleh keluarga Leo untuk tinggal di kediaman mereka yang memang aksesnya lebih dekat dari sekolah Cia dan juga kantor tempat Leo bekerja.

“Sayang, kamu baik-baik ya disini. Jangan sungkan untuk menelepon Mama jika kamu membutuhkan sesuatu," pesan Lia yang diangguki oleh Cia.

“Iya, Ma.” Cia memeluk ibu angkatnya itu dengan penuh rasa sayang.

"Sayang, sering-sering main ke rumah ya? Papa pasti sangat merindukanmu," tutur Firman yang tak kuasa menahan tangis haru. Maklum saja, Cia sudah ia anggap seperti putri kandungnya sejak ia membawa Cia ke dalam rumah ini lima belas tahun lalu.

Cia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Pasti, Pa."

“Leo, sekarang Cia adalah tanggung jawab kamu. Mama minta tolong sama Leo, jaga Cia dengan baik ya? Jangan buat Cia bersedih," pinta Lia lembut.

Leo tidak menjawabnya, ia hanya menganggukkan kepala dan tersenyum tipis. Ia kemudian memeluk kedua mertuanya secara bergantian. "Mama Lia dan Papa Firman jangan khawatir, Leo akan menjaga Cia dengan baik."

"Baiklah kami harus segera pamit pulang, lain kali kami akan berkunjung kesini lagi." Firman berpamitan kepada besan dan menantunya.

"Hati-hati di jalan, Ma, Pa," tutur Leo melambaikan tangan ke arah Firman dan Lia.

Usai kepulangan Firman dan Lia, mereka semua masuk ke dalam rumah lagi. Dara memanggil sepasang pengantin baru yang masih betah duduk di ruang tengah bersama keluarga lainnya, ia meminta Cia dan Leo untuk beristirahat.

"Leo, sebaiknya kamu ajak Cia masuk sana!"

"Hmm," sahut Leo.

“Sayang, mulai hari ini dan seterusnya kamu tidurnya di kamar Leo ya? Kalian satu kamar saja ya," tutur Dara kepada Cia.

Cia mendelik mendengar perkataan Dara. “Kita sekamar, Ma?” tanya Cia menunjuk dirinya dan Leo.

“Iya, Sayang sekamar saja tidak apa-apa. Kan kalian sudah resmi menikah.”

"Cie … cie, suami istri nih ye sekarang!" goda Nala yang membuat pipi Cia memerah.

"Hust! Jangan godain Kakak kamu kayak gitu, Nala!" Dara menghentikan Nala sebelum Nala mengatakan hal lainnya.

"Iya … iya!" Nala berjalan mendahului Cia dan Leo, menaiki anak tangga menuju kamarnya.

"Nah, Sayang. Bawa istrimu pergi beristirahat dulu." Dara mengulang kembali ucapan.

"Cia, Sayang. Kamu sama Leo ya? Maaf, Mama gak bisa antar kamu ke kamar kalian," imbuh Dara.

Cia menganggukkan kepalanya. Ia berjalan mengikuti langkah kaki Leo yang membawanya masuk ke dalam sebuah kamar, kamarnya berukuran separuh dari kamar miliknya di rumah Firman. Kamar tersebut terlihat sederhana tidak semewah kamar miliknya yang terdahulu. Namun perlu ia akui kamar Leo begitu rapi dan wangi. Berbanding terbalik dengan kamarnya yang selalu berantakan.

Cia berjalan mengitari setiap sudut ruangan kamar Leo. Ia membuka sebuah pintu yang kemudian ia tahu itu adalah kamar mandi, ia berjalan mendekat ke arah Leo menanyakan dimana letak walk in closet milik Leo tetapi Leo hanya menunjuk ke arah lemari yang berjajar di pojok ruangan.

"Jadi? A-aku akan ganti baju disini? Di depan Kak Leo?" tutur Cia memperjelas.

Leo menghembuskan nafas kasar. Ia memutar bola matanya malas, entah mengapa ia merasa sangat geregetan dan ingin sekali menyentil jidat sang istri yang terlewat berlebihan menurutnya.

"Kamu tidak lihat disana ada kamar mandi? Kamu tinggal ambil bajumu dan ganti di dalam sana! Jangan berpikir yang tidak-tidak!" tutur Leo dengan nada suara yang menurut Cia terdengar ketus.

"Asli! Nyebelin banget Kak Leo ini!" ucap Cia di dalam hati. Ia sungguh merasa kesal bukan main kepada Leo.

Perasaan dulu ketika mereka bertemu Leo sangat ramah kepada Cia, tetapi kenapa sekarang ketika mereka menikah malah terlihat cuek, ketus dan sangat menyebalkan begini batin Cia. Apa karena malam yang … Cia buru-buru menggelengkan kepalanya. Sepintas saja Cia mengingat kejadian malam panas mereka membuatnya bergidik ngeri. Ia sungguh tak menyangka dirinya bisa sedemikian bodoh malam itu.

"Astaga! Cia! Kenapa kamu malah bayangin malam itu sih? Huh!" desis Cia dalam hati.

Cia menepuk-nepuk pipinya yang terasa sangat panas, perlahan ia mulai menghilangkan bayangan adegan panasnya dan mulai menyadarkan dirinya sendiri. Begitu ia tersadar, Cia langsung mengatur nafasnya yang terasa pendek-pendek.

"Kamu kenapa?" tanya Leo mendadak panik melihat Cia seperti orang sesak nafas.

Cia menggelengkan kepalanya cepat, ia berjalan sedikit menjauh dari Leo. "A-aku haus, aku mau ke dapur dulu," ucap Cia berjalan meninggalkan Leo yang masih diam terpaku di tempat.

"Aneh!" gumam Leo.

Leo mengedikkan bahunya, ia lantas duduk di pinggiran ranjang dan menghembuskan nafas panjang. "Huh! Lelah sekali," keluhnya lirih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro