seis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


「 私たちは友達...ですよね? 」

« kita kan teman? »


DARA SUDAH TAHU kalau ia akan dipermalukan. Ia juga tahu kalau ia baru akan dihukum agit sepulang sekolah, karena mereka jelas terlalu pengecut untuk mengambil risiko dikenakan sanksi oleh guru BK jika berani melakukannya di jam sekolah. Meskipun agaknya guru BK juga nggak akan peduli-peduli amat. (Ironis, memang. Untuk sekolah yang katanya menerapkan kebijakan zero-tolerance terhadap tindakan bullying dalam bentuk apapun, SMA Seruyan tampaknya lebih peduli akan rok yang setengah senti terlalu ketat dibandingkan murid yang dianiaya sampai hampir mati.)

Malahan, tahu kalau ia akan jadi bahan omongan, ia jadi semakin nekat. Saat utas biasanya cuma boleh datang ke sekolah dengan rambut dikuncir dan tanpa riasan wajah sama sekali, Dara sengaja bangun ekstra pagi untuk mencatok rambutnya. Saat ditanyai Ibu kenapa ia bangun pagi untuk berdandan cantik, Dara hanya menjawab, "Ada event penting."

Event penting yang dimaksud, tentu saja, adalah dipermalukannya dirinya secara publik di lapangan sekolah untuk yang kedua kalinya. Tepat saja, begitu Dara memasuki gerbang SMA Seruyan, ia langsung mengundang perhatian. Teman-temannya yang sesama utas bingung kenapa ia bisa berani banget, terutama setelah segala sesuatu yang terjadi padanya—se-enggaknya di internet—beberapa hari belakangan. Kakak-kakak kelasnya, di sisi lain, barangkali membicarakannya di belakang. Dara yakin akan hal itu, meski ia berusaha untuk tidak begitu peduli.

"Lo nggak takut apa?" tanya Nindya, suaranya sedikit berbisik, saat mereka berdua tengah menikmati ayam geprek Bu Tini di kelas. (Tadinya Dara ingin mengajak Nindya ke kantin, tapi sahabatnya itu agaknya lebih takut pada hukuman yang akan ia terima daripada dirinya sendiri.) "Ntar kalo mereka nyariin kita di kelas gimana? Udah gue bilang, lo mending ngumpet di perpus atau gimana, kek, gitu."

"Emang berani, gitu, mereka?" tanya Dara retoris. Ia membuka botol minumnya dan menenggak sebagian isinya. "Kak Debbie dkk gitu-gitu masih takut, tahu, sama Bu Ingrid." Bu Ingrid adalah kepala sekolah mereka yang tempo hari memberi Dara dan Kak Debbie sanksi gara-gara berantem terkait tempat duduk di kantin.

Kendati demikian, nggak bisa dipungkiri kalau Dara sangat khawatir. Sepanjang hari ia habiskan dengan mengira-ngira hukuman apa yang akan diberikan para agit padanya. Apakah ia akan disiram air dan disuruh jalan jongkok keliling lapangan lagi? Apakah ia akan diceburkan ke kolam ikan koi, kayak Anna dari kelas 10-5 kemarin? Apakah Awan akan dibawa-bawa?

Begitu bel pulang sekolah berbunyi, tepat saja, Kak Debbie dan kedua temannya sudah menunggu di depan kelas. Mereka langsung menerobos masuk pintu dan berteriak, "ADARA WIDYA SAPUTRA MANA?" seakan-akan mereka Satpol PP yang menggerebek pasangan mesum di hotel murah.

Tentu saja, semua mata terarah ke Dara. Yang dipanggil, dengan begitu pedenya, langsung bangkit berdiri dan berjalan menghampiri ketiga kakak kelasnya itu. Se-enggaknya, dari luar ia terlihat pede. Teman-teman sekelasnya nggak tahu sama sekali kalau sebenarnya Dara sama takutnya—atau bahkan lebih takut. "Ya, ada apa, Kak?" Sengaja ia beri penekanan di kata "kak", seakan-akan memaki rasa gila hormat mereka.

Kak Debbie dan kawan-kawannya langsung menarik kerah seragam Dara dan menyeretnya menyusuri koridor sekolah. Dara, tahu kalau sebenarnya ia jauh lebih kuat dari mereka bertiga, semestinya bisa melawan dengan mudah. Namun, entah kenapa, saat itu ia sama sekali nggak bisa melawan. Ia pasrah saja begitu mereka melemparkannya ke dalam kolam ikan koi, membuat baju seragamnya basah dan nyeplak hingga dalamannya kelihatan, dan ia pasrah saja saat dahinya ditulisi kata "LONTE", huruf kapital semua, menggunakan spidol permanen.

Bahkan saat Kak Debbie menyuruhnya untuk melepas tiga kancing teratas kemeja seragamnya, Dara mencopot seluruh kancingnya dan melepas kemeja, membiarkan bagian atas tubuhnya terbuka dan hanya ditutupi bra. Seakan-akan ingin mengatakan, Ini, kan, yang kalian mau? Puas?


「 私たちは友達...ですよね? 」


Awan, yang (sialnya) dianggap sudah bisapulang kemarin sore dan hari ini harus kembali ke sekolah, nggak ngerti kenapa ia dipaksa untuk menonton Dara berjongkok di tengah lapangan sekolah sambil nggak pakai baju, sementara agit-agit cewek melemparinya dengan telur. Tahu-tahu, sepulang sekolah, Yudhis entah kenapa menghampirinya dan memberitahu, "Cewek lo lagi dikeroyok, Cak."

"Cewek apaan?" tanya Awan yang bingung. Seingatnya, ia nggak punya cewek, deh?

"Wah, parah lo, Cak." Yudhis tahu-tahu merangkul Awan, yang membuat Awan agak kesal. "Masih sakit hati, ya, lo, gara-gara diselingkuhin?"

"Selingkuh?" Lalu Awan teringat akan rumor yang berseliweran kemarin-kemarin, dan segala sesuatu mulai masuk akal. "Gue sama Dara nggak pacaran, kok?"

"Anjir, langsung lo putusin?"

"Nggak gitu!" teriak Awan, yang mulai frustrasi. "Kita memang nggak pacaran."

Namun agaknya konfirmasi dari Awan nggak berpengaruh sama sekali, karena sekarang Awan didudukkan di tengah kerumunan, di atas bangku yang entah diambil dari kelas mana, layaknya raja di singgasana. Kedua tangannya ditahan oleh Yudhis dari belakang, bahkan tangan kirinya yang masihdiperban, supaya kalau "pacar"-nya kenapa-kenapa, ia sama sekali nggak bisa menyelamatkannya. Sesuatu yang nyatanya nggak efektif, karena alih-alih berniat menolong Dara, Awan malah menatap kosong segala sesuatu yang ada di depan mata bulatnya sambil berusaha memahami keadaan di sekitarnya.

Awan sendiri nggak terlalu ngeh, sebenarnya, mengenai aturan yang diberlakukan agit ke utas cewek. Apakah Dara habis melanggar sesuatu? Apakah ia harus melalui ini agar ia punya teman? Kenapa Dara jadi atraksi satu sekolah, membuat semua orang dari utas hingga agit berkumpul di sekitar lapangan, cuma karena ia ngonser bareng cowok?

Sembari Dara berjongkok dan dilempari telur, ia diteriaki dari berbagai sisi. Beberapa yang menonton mengeluarkan ponsel mereka dan merekam segalanya. Yang utas hanya bisa menatapnya iba, meski nggak berani untuk menolong. Cowok-cowoknya bersiulan dan menyoraki Dara, sementara cewek-cewek yang nggak melempari telur padanya meneriakkan hal-hal nggak mengenakkan padanya.

"UTAS BELAGU!"

"DARA LONTE!"

"NGGAK PUAS, YA, PUNYA DUA COWOK, SAMPAI BUKA-BUKAAN DI DEPAN SEMUA ORANG?"

"LEMPARIN! LEMPARIN SAMPAI MAMPUS!"

Berisik. Semuanya, mulai dari melihat teman barunya dipermalukan di tengah satu sekolah, bau amis telur mentah, hingga teriakan-teriakan dan siulan para agit, membuatnya pusing. Awan memejamkan matanya, berharap supaya dengan demikian se-enggaknya indra penglihatannya nggak merasa terlalu diterjang. Yang ada, teriakan dan siulan itu menjadi semakin keras di telinganya.

Awan sudah nggak tahan lagi. Ia membuka matanya, melepaskan tangannya yang dicengkeram Yudhis secara paksa, dan berlari menuju agit-agit cewek yang mengerubungi Dara. "DIEM!" teriaknya, putus asa. Ia mendorong paksa satu-satu agit yang mengerubungi Dara, menyebabkan mereka kabur ketakutan. "BISA PADA DIEM, NGGAK?" Ada tiga butir telur tersisa di kotak telur yang terletak di samping Dara, yang kemudian Awan lempar asal ke kakak-kakak kelasnya yang kabur. Nggak ada yang kena. Yang ada, ketiga telur tersebut pecah dan tercecer di lapangan.

Sebelum Awan sempat menolongnya, Dara langsung melarikan diri ke kamar mandi terdekat, di mana ia segera mengunci dirinya di balik salah satu bilik dan menangis. Dara bohong waktu ia bilang ia nggak peduli dengan perkataan orang lain. Pada kenyataannya, ia sangat peduli. 


「 私たちは友達...ですよね? 」


Entah apa yang membuat Awan ikutan lari menyusul Dara ke dalam kamar mandi cewek, membuat dua cewek yang tengah nongkrong di wastafel kabur ketakutan. Yang ia tahu, Dara, teman barunya, terluka. Teman sudah semestinya saling membantu, kan? Kemarin Dara sudah membantu Awan. Logikanya, seharusnya sekarang ia yang berbalik menolongnya.

"Dara?" tanya Awan, memanggil teman barunya sembari menyusuri lorong toilet. "Dara dimana?"

"Pergi," isak Dara dari bilik tengah. Alih-alih menurutinya, Awan malah mendorong bilik tersebut, yang rupanya nggak dikunci. Tepat saja, di sana Dara tengah berjongkok di atas kloset, rambutnya lepek karena air dan telur, sekujur tubuhnya basah.

Yang pertama kali Awan rasakan adalah bau amis. Meski Awan nggak punya masalah sama sekali dengan aroma satu atau dua telur mentah—lagipula, ia dan ibunya sudah cukup sering membuat cookies bersama—bau dari selusin telur pecah begitu menusuk hidungnya. Rasanya, Awan ingin muntah. Sembari Awan menutup hidungnya, ia masuk ke dalam bilik tersebut, hanya untuk didorong keluar oleh Dara. "Lo nggak papa?"

Pertanyaan retoris memang. Dara jelas jauh dari nggak papa. Maka, jawaban yang gadis itu berikan juga sama retorisnya: "Menurut lo?"

Sambil menangis, Awan memperhatikan kalau Dara kedinginan. Ujung bibirnya membiru, dan tubuhnya yang separuh telanjang menggigil. Awan menduga kalau ia disuruh agit melepas bajunya. Tanpa berpikir panjang, Awan langsung melepas kemeja seragamnya, meninggalkan kaus Joy Division yang selama ini ia pakai sebagai dalaman.

"Nih, pakai aja baju gue," ujar Awan sambil menyerahkan kemeja seragamnya beserta gulungan tisu yang entah kenapa tergeletak di samping wastafel. Dara menerimanya, meski ia agaknya masih enggan untuk keluar. Maka Awan hanya terduduk di lantai di depan bilik kamar mandi, menunggui Dara hingga isak tangisnya usai. Di kepalanya, ia memutar kembali percakapannya dengan Dara di rumah sakit Jumat kemarin. Waktu itu, Dara bangga sekali memproklamirkan dirinya sebagai "utas paling problematik" yang nggak suka budaya senioritas yang sudah begitu mengakar di sekolah. Cewek ini sampai rela berteman dengan Awan yang aneh, meski mereka hingga kini bahkan nggak banyak mengenal satu sama lain, supaya Awan nggak perlu berurusan dengan Surya dan kroco-kroconya itu.

Padahal, nyatanya Dara dan Awan nggak jauh beda. 



a/n; yha this chapter is quite intense ahahaha. also rupanya gue nggak bisa upload on time lagi gara-gara sibuk psikotes (yha gue sedang sibuk nyari kerja). anyways, here's another interaction between dara and awan!

kalian tim ngeship mereka atau tim jadi temen aja? 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro