35. Jatuhnya Korban

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Detik demi detik terus merangkai hari, malam itu Biryu melangkah menyusuri lorong rumah sakit setelah ia membeli kopi di cafetaria yang ada di lantai dasar rumah sakit tersebut.

Malam ini adalah malam ke-2 Nara di rumah sakit dan malam ini Biryu diminta oleh gadis itu untuk menemaninya. Setelah rengekan Nara yang menyebalkan tapi ia sukai,ia berhasil untuk menggeser posisi Dani yang awalnya menawarkan diri untuk menemani Nara.

Meski begitu kekesalannya pada Dani masih begitu besar, pasalnya Dani tak sedikit pun peduli atau pun percaya bahwa semua hal buruk yang menimpa Nara disebabkan oleh Myesha sang mantan kekasih yang sudah berbeda dunia dengannya.

" Aku tak ingin mendengar tentang hal apapun yang tak masuk akal, lagipula Myesha tak mungkin melakukan hal itu, dia sudah tenang di dunianya jadi jangan mengkambing hitamkannya!" Itulah yang diucapkan Dani pada mereka saat Hani mencoba meyakinkan yang sesungguhnya terjadi pada Nara.

" Ish dia benar-benar munafik!, Jelas-jelas semua ini terjadi karena mahkluk itu tapi dia malah membelanya dibanding tunangannya sendiri!" rutuk Biryu kesal.

🍁🍁🍁

Biryu terus menyusuri lorong gelap yang menuju kamar perawatan Nara sambil sesekali menyesap kopi yang dibawanya. Namun di menit berikutnya langkahnya terhenti karena ia baru saja melihat sosok Nara yang keluar dari kamar perawatannya. Biryu merasa ada hal aneh yang terjadi pada Nara, pasalnya ia melihat Nara berjalan keluar tanpa ekspresi dan alas kaki. Infus yang terpasang di tangannya pun tak ada. Sekejap Biryu menyadari bahwa Nara mungkin saja di bawah kendali makhluk halus bernama Myesha tersebut.

Biryu berlari mengejar Nara yang entah sudah kemana. Malam telah menunjuk pukul 11 malam saat Biryu mencari keberadaan Nara. Ia cukup kesulitan karena banyak lorong di rumah sakit tersebut. Biryu bahkan tak tahu ia harus berjalan ke mana karena sosok Nara lenyap dengan cepatnya.

Tak ingin terjadi apapun pada Nara,Biryu pun segera berinisiatif untuk meminta bantuan petugas keamanan dan juga perawat untuk memastikan keberadaan Nara saat ini.

Setelah mendapat bantuan dari beberapa petugas, Biryu pun melanjutkan pencarian. Entah sudah berapa lama ia mencari Nara hingga akhirnya Biryu pun melihat Nara yang tengah berjalan keluar rumah sakit. Tak ingin kehilangan jejak Nara lagi , Biryu pun segera berlari mengejar Nara yang sudah semakin jauh. Gadis itu melangkah menuju jalan raya dengan tatapan yang begitu kosong dan tak terarah.

🍁🍁🍁

Biryu mencengkeram pergelangan tangan Nara begitu ia berhasil mendapatkan gadis itu lalu mendorongnya ke tepi jalan sebelum sebuah mobil yang melaju kencang menabrak tubuhnya.

Bruaaaakkkk

Seketika suara dentuman besar dan suara teriakan dari orang-orang yang berada di sekitar rumah sakit terdengar dan segera menyadarkan Nara. Ia terkejut dengan sekelilingnya. Ia sendiri bahkan bingung mengapa ia bisa berada di luar rumah sakit tanpa alas kaki dan tangan yang bercucuran darah karena infus yang tercabut paksa.

Sejenak ia melempar pandangan ke arah depan, terlihat sebuah mobil menabrak tiang listrik yang ada di tepi jalan. Kap mobil tersebut ringsek dan mengeluarkan asap yang mengepul di udara. Beberapa orang bahkan berlarian untuk membantu pengemudi mobil tersebut untuk keluar, ada pula yang membantu seseorang yang tergeletak di tengah jalan dengan tubuh berlumur darah dan beberapa lainnya berlari ke arahnya termasuk para perawat.

Mata Nara berhenti pada sosok yang berada di tengah jalan tersebut. Hatinya tiba-tiba terasa dicubit dengan begitu keras hingga ia mengerang saat melihat Biryu tergeletak tak berdaya di sana.

" Biryu!!" Pekik Nara sambil berlari ke arah Biryu. Laki-laki tampan itu nampak tengah sekarat tapi ia masih bisa tersenyum pada Nara.

" Untunglah kamu baik-baik aja, aku senang kamu baik-baik aja Ra," ucapnya lirih sambil mengusap pipi Nara yang sudah dibanjiri air mata.

" Apa yang terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi?" suara Nara terdengar tak jelas diiringi dengan tangisnya yang pecah saat petugas rumah sakit membawa tubuh Biryu ke brancard.

" Tolong selamatkan dia!, Aku mohon tolong selamatkan dia!" pinta Nara pada seorang petugas.

🍁🍁🍁

Nara tak bisa menghentikan tangisnya saat ia melihat beberapa dokter dan perawat melakukan RJP ( resusitasi jantung paru) pada tubuh Biryu.

Di menit berikutnya, tubuh Nara melemah seakan tak bertulang saat dokter menyatakan bahwa nyawa Biryu tak lagi bisa diselamatkan. Perdarahan hebat yang menyebabkan henti jantung padanya tak teratasi.

" Biryuuuuuu!!!!, Please jangan tinggalin aku Yu!, Jangan bercanda kayak gini!, Bangun Yu!!, Aku mohon bangun Yu!!!" pekik Nara frustasi sambil menguncang tubuh Biryu.

🍁🍁🍁

" Ahhhhhh !!!!" Pekik Hani saat ia terbangun dari mimpi buruknya. Napasnya tersengal dengan keringat yang mengucur di keningnya setelah ia bermimpi mengenai kematian Biryu. Entah kenapa mimpi itu terasa begitu nyata hingga membuat hatinya nyeri.

Hani menatap jam dinding di kamarnya yang sudah menunjuk angka 3 pagi. Ia menghela napas perlahan dan mencoba menetralisir ketegangan ditubuhnya. Setelah merasa tenang ia pun melangkah turun dari tempat tidur dan berniat untuk mengambil segelas air mineral di lantai bawah namun baru saja ia membuka pintu kamarnya, ia dikejutkan oleh sosok Aska yang sudah berdiri tepat di depan pintu.

" Kita harus segera ke rumah sakit." Aska berkata dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.

" Kenapa?, Ada apa dengan Nara??" tanya Hani dengan nada khawatir.

Aska diam sesaat sambil menatap Hani. " Kamu akan tahu setelah kita tiba di sana, Lenka dan yang lain juga sudah berada di sana."

Aska melangkah meninggalkan Hani setelah berkata demikian. Hati Hani mendadak tak karuan. Pikirannya berkecamuk hal-hal buruk tentang Nara.

🍁🍁🍁

Guguan terdengar memenuhi rumah duka. Hani yang berdiri tepat di depan sebuah peti berwarna putih dengan foto diri Biryu sudah tak bisa lagi menangis. Air matanya seakan telah habis setelah mendapati bahwa kejadian yang ia impikan semalam bukan sekedar mimpi namun sebuah pemberitahuan yang Tuhan kirim padanya.

Air mata Hani luruh kembali saat melihat sosok Biryu yang tersenyum padanya tengah berdiri tepat di sebelah peti matinya sendiri.

" Maafin aku Biryu, aku sungguh-sungguh minta maaf, aku gak tau kalo semua ini akan terjadi."

Hani terduduk lemas dan kembali menangis sejadi-jadinya. Hatinya bukan hanya terasa dicubit-cubit namun dipukul hingga terasa sesak dan sulit untuk bernapas. Tak hanya Hani yang merasakan hal demikian, Lenka yang berdiri di samping Hani pun sama histerisnya. Mereka sungguh tak menyangka hal ini akan menimpa Biryu.

Lalu bagaimana dengan Nara?
Gadis itu tak bisa hadir karena pihak rumah sakit melarangnya untuk keluar. Kondisi Nara semakin tak stabil apalagi saat ia tahu bahwa Biryu tewas karena berusaha menolongnya.

Berbeda dengan Nara, Baryu sang kembaran terlihat duduk di pinggir peti sambil tertunduk dalam, bahunya naik turun karena masih menangisi kepergian kembarannya. Rasa bersalah karena tak menjaga sang adik pun terlintas di pikirannya dan membuatnya semakin terpukul.

Aska yang berdiri tak jauh dari sana hanya bisa terdiam namun tak bisa di pungkiri bahwa kali ini ia merasa cukup kesal akan tingkah jiwa yang hilang. Ide mencelakai manusia yang dilakukannya benar-benar di luar batas.

🍁🍁🍁

Menjelang sore hari para pelayat masih memenuhi kediaman si kembar. Hani pun masih berada di sana namun ia memilih untuk menjauh dan berdiam diri di halaman belakang rumah tersebut.

Hani berdiri mematung sambil menengadahkan kepalanya. Ia berusaha mencegah air matanya untuk turun namun hal itu hanya berhasil beberapa saat, selanjutnya ia kembali terisak pilu. Hani bahkan sempat menyalahkan dirinya sendiri karena tak lebih awal menyadari tanda-tanda kepergian Biryu. Andai ia bisa lebih peka mungkin saja kejadian ini tak akan menimpa Biryu dan tentu saja Biryu masih bersama mereka saat ini.

Hani mengutuki dirinya sendiri, ia merasa kelebihan yang dimilikinya tak berguna sama sekali. Seharusnya ia bisa mengerti dan mencegah kejadian itu saat ia melihat potongan-potongan kejadian yang terlintas di penglihatannya. Namun lagi-lagi karena kedatangan Evilden dan fakta mengenai siapa diri Aska terungkap, membuatnya mengabaikan pertanda itu. Ia larut dalam pikirannya sendiri mengenai banyak hal yang tengah terjadi pada dirinya.

Gendra yang sudah sejak tadi berdiri di belakang Hani hanya terdiam. Ia tahu betul bagaimana perasaan Hani saat ini. Sedikit pun ia tak menginterupsi tangisan pilu Hani akan kehilangan seorang teman baiknya itu.

Sadar akan kehadiran Gendra, Hani segera memutar tubuhnya ke arah Gendra, tatapan matanya bahkan sudah sangat berbeda. Ada ungkapan kecewa dan marah di manik coklatnya.

Gendra masih berdiri dengan tenang saat Hani melangkah mendekat ke arahnya. Gadis itu tak lagi bisa menahan diri dan air matanya saat melihat Gendra " Kenapa kamu melakukan ini pada Biryu?"

Gendra menautkan kedua alisnya "apa maksud pertanyaanmu?"

Masih sambil tersedu, Hani berusaha mengatur suaranya yang bergetar " kenapa kamu lakuin ini ke Biryu! Kenapa?" pekiknya seakan mengeluarkan sesak yang terselip di hati.

" Kenapa kamu cabut nyawa Biryu dengan cara seperti ini?, Kenapa harus Biryu?,kenapa sedikit pun kamu gak mau membantuku? Semua ini terjadi karena jiwa yang hilang itu tapi kenapa kamu membiarkan Biryu kayak gini Gendra!!" racaunya sambil berteriak dan menangis di hadapan Gendra. Ada rasa ngilu yang tiba-tiba saja masuk ke hati Gendra. Tangisan Hani sungguh membuatnya lemah. Gendra membuang pandangan ke arah lain mencoba tak terbawa suasana sedih serta kehilangan yang amat kuat dari sosok Hani.

Sikap diam Gendra ternyata tak cukup membuat Hani tenang, ia malah semakin menjadi-jadi dengan terus menanyakan pertanyaan yang sama pada malaikat maut itu.

" Kamu bahkan gak sedikit pun melindungi teman-temanku dari jiwa yang hilang itu. Kamu sengaja membiarkan dia asik bermain dengan dendamnya!" Hani terdiam sesaat, ia tengah mengatur napasnya yang semakin terasa sesak dan mencekat tenggorokan.

" Kamu benar-benar tercipta untuk membawa kesedihan!, Kamu memang tercipta untuk membawa tangisan!, Harusnya aku sadar hal itu sejak awal !!"

Degg

Lagi dan lagi ngilu menyerang hati Gendra tapi kali ini rasanya lebih sakit dari sebelumnya karena Hani baru saja menarik kata-katanya yang dulu pernah menyebutnya sebagai pencipta bahagia. Memang benar apa yang dikatakan Hani tentang dirinya tapi entah kenapa Gendra merasa hatinya terlukai.

" Mulai saat ini aku akan melindungi teman-temanku tanpa meminta bantuanmu atau teman-temanmu, aku akan membuat mahkluk itu berhenti mengganggu teman-temanku meski nyawaku sendiri sebagai taruhannya karena bagiku kamu bukan lagi sosok yang bisa aku percaya atau aku andalkan! kamu hanya malaikat maut yang tak pernah berniat untuk menyelesaikan tugas! Kamu juga malaikat yang tak punya hati!! " ucap Hani membuat hati Gendra terasa dicubit-cubit dengan keras hingga sakitnya terasa begitu nyata. 

Gendra sang malaikat maut masih membatu saat Hani melangkah melewatinya .

" Kau bahkan tak tahu bagaimana  payahnya aku saat mencemaskanmu, apa itu masih bisa dikatakan bahwa aku tak memiliki hati?" suara Gendra terdengar amat lirih yang kemudian hilang terbawa angin.

Gendra masih tak menyangka bahwa Hani akan mengatakan hal demikian padanya. Sungguh tak menyangka bahwa ucapannya begitu menancap di hatinya.

🍁🍁🍁

Yandra terlihat membatu saat Nandra menyampaikan kabar mengenai tingkah jiwa yang hilang berusaha mencelakai gadis bernama Nara.

" Karena ulahnya seseorang menjadi korban." Nada bicara Nandra terdengar lirih. Yandra menoleh sesaat. Ia sudah tahu siapa korban yang dimaksudkan Nandra barusan.

" Dia sudah keterlaluan, kita harus segera menangkapnya bagaimana pun caranya!!" sergah Vendra yang saat itu bertugas menjemput jiwa Biryu.

" Semakin lama kita bertindak maka ia semakin sesuka hatinya melukai manusia-manusia itu!" sambung Jundra pada Yandra. Yandra menghela napas keras, ia sungguh harus putar otak untuk menangkap jiwa yang hilang dan melawan Evilden. Jika ia salah langkah akan lebih banyak korban yang berjatuhan karena ulah mereka.

🍁🍁🍁

Gendra masih membatu saat Gafin dan Galen datang dengan kepakan sayap mereka. Wajah tampannya terlihat tak berekspresi tapi hatinya sungguh tengah merasakan berbagai macam ekspresi rasa.

" Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau harus segera mencari cara untuk menangkap jiwa yang hilang itu?" tanya Gafin membuat Gendra menoleh ke arahnya. Ekspresinya sungguh sangat sulit diartikan terlebih Gendra tak merespon ucapan Gafin sama sekali.

" Heh Gendra, apa yang sedang kau lakukan sih?, Kami bahkan sudah mendengar bahwa tingkah jiwa yang hilang itu telah memakan korban kenapa kau malah berdiam diri di sini?" sambung Galen dengan wajah keheranan.

Gendra hanya melirik Galen sekilas lalu beranjak pergi begitu saja.

" Ada apa dengannya sih? Kenapa dia seperti manusia yang sedang patah hati!" celetuk Galen. Gafin pun merasakan hal yang sama, meski Gendra tak berekspresi tapi kepiluan hatinya begitu jelas kentara.

" Biarkan dia begitu, biarkan dia pulihkan perasaannya sendiri. Sebaiknya kita membantu para malaikat maut itu untuk mencari jiwa yang hilang, itu akan lebih bermanfaat ketimbang kita memikirkan apa yang sedang terjadi pada Gendra," ucap Gafin yang diikuti anggukan dari Galen. Tak berapa lama keduanya pun kembali mengepakkan sayap mereka dan bergegas pergi.

12 Juli 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro