Bab 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kalau di kamus ada kata lengkara, kalau aku dan kamu tidak ada kata lengkara karena kita tidak mustahil untuk bersama."

-Nehemia-

Pagi hari waktu yang tepat untuk memulai hari, mencari pundi-pundi rupiah untuk masa depan yang cerah. Ada yang sudah siap dengan setelan baju kantor, ada pula yang masih membangun mimpi di pulau kapuk.

Membiarkan alarm yang terus berbunyi teronggok persis di telapak kakinya. Pria itu merengut melihat ada cahaya yang masuk ke dalam kamarnya. Melihat ke sekelilingnya membuat keadaan semakin aneh.

"Sejak kapan kamarku ada bonekanya? Terus, kenapa hordennya udah terbuka?" monolognya sambil menguap beberapa kali.

Sambil mengembalikan nyawanya yang masih berkeliaran, pria itu bersedekap dan memeluk kedua lututnya. Menyandarkan kepalanya pada lutut sebagai sandaran. Begitu dia menoleh ke kiri, seketika matanya membulat dan nafasnya tercekat.

Pria itu berteriak keras melihat ada sosok yang memandangnya lekat. Sosok wanita dengan rambut panjang sepinggang. Rambut yang terurai dengan indah dan menambah pesonanya. Rambutnya agak bergelombang dan berwarna cokelat muda, dan warna bola mata hitam pekat membuatnya semakin menawan.

Wanita itu perlahan tersenyum, memperlihatkan lesung pipit di kedua pipinya. Namun, kemunculannya yang tiba-tiba membuat teriakan yang tidak bisa dicegah dari pria bernama Nehemia Amerta Kenes.

"AAAAA!" Pria itu langsung menutup kedua matanya dengan menggunakan telapak tangannya. Badannya gemetar, dia mulai keringat dingin. Pria itu takut dengan hal yang berbau mistis dan dia heran mengapa ada hantu dan sebangsanya yang muncul di pagi hari seperti ini. Apa mungkin mau menemaninya memulai hari?

"Woy! Berisik tahu!" omel wanita itu sambil menutup kedua telinganya. Teriakan yang melengking mebuat telinganya jadi agak sakit dibuatnya. Wanita itu jelas tahu kalau Nehemia mudah kaget, tetapi dia suka melihat ekspresinya itu, terlihat menggemaskan.

Wanita bernama Gayatri Iswara itu mengusap rambut pria itu pelan. Hal yang selalu dilakukannya setiap selesai mengerjai Nehemia, biasanya hal itu ampuh untuk menenangkan pria berwajah oval itu.

"Tenang. Tidak ada yang seram, kok, sayang. Cepetan bangun, kamu ada keperluan, kan, pagi ini?"

Mendengar nada suara yang dikenal, membuatnya merasa lebih tenang. Dia tahu kalau sosok yang mengajak bicaranya tadi adalah kenalannya. Pasalnya dia belum berkenalan dengan hantu dan sebangsanya, otomatis dia aman untuk kali ini. Dia belum mempersiapkan mentalnya, setidaknya setelah semua impiannya tercapai yaitu menikah dan punya penghasilan yang cukup untuk hidup berumah tangga kelak.

Pria itu menoleh menatap wajah wanita itu sekali lagi, menatap manik matanya selalu berhasil membuatnya merasa lebih tenang. Dia selalu merasa aman berada bersamanya. Wanita yang kerap dipanggil Gayatri, atau Aya. Satu-satunya orang yang berhasil menaklukan hatinya setelah sekian lama menyendiri.

"Kamu kok bisa ada di sini?" tanya pria itu heran.

Dia langsung melihat ke arah pakaian yang dikenakannya. Matanya membulat mendapati dirinya mengenakan pakaian tidur, padahal terakhir kali dia masih berada di kafe dan meneguk dua botol minuman keras.

"K-kok bisa pakai pakaian tidur? Emang aku pulang ke rumah ya? Dalam kondisi mabuk?"

"Apa-apaan mabuk? Kamu tuh kebanyakan minum orange juice. Mana berani kamu minum minuman keras kayak gitu? Yah, kalau mau aku mutilasi boleh sih."

Mendengar kata mutilasi membuatnya merinding. Nehemia mengelus dadanya, berusaha menetralkan perasaaanya. Wanita yang aneh dan menyeramkan, namun dia malah jatuh dalam pesonanya.

"Jahat amat jadi orang. Terus, gimana?" Wajahnya memerah, rasanya memalukan bisa kehilangan kesadaran karena kebanyakan minum orange juice.

"Kamu kecapean aja jadi pingsan di sana. Dasar, bisa-bisanya kamu terima tawaran Yunan untuk pergi pesta di kafe. Untung aja kamu masih jaga diri dan minum yang bener. Tidak ada kapoknya sih tuh curut, pantesan masih menjabat sebagai presiden jomblo sejagat raya. Modelan kayak gitu, suka minum-minuman keras gitu emang laku?" monolog Gayatri sambil berkacak pinggang. Lalu melotot ke arah Nehemia.

Merasa dipelototi membuat pria itu meneguk ludahnya dengan susah payah. "Yunan nggak seburuk itu lagi. Memang hobinya aja kayak gitu. Kamu kan nggak bisa ngatur-ngatur hidup orang."

"Emangnya siapa yang bilang mau ngatur hidup curut satu itu?" tanya balik Gayatri kesal.

"Nggak baik marah gitu, buang-buang energi dengan percuma. Mending buatin kita sarapan sambil siap-siap kerja."

"Bela aja terus curut temanmu itu. Dasar pria sama aja, sama-sama nggak peka!" gerutunya lalu berlalu keluar dari kamar.

"Tunggu bentar!" Nehemia langsung bangun dari tempat tidur dan membereskan kamarnya terlebih dahulu. Tidak, bukan kamarnya tetapi kamar tamu di rumah Gayatri. Rumahnya sepi, kedua orangtuanya tidak tinggal disini. Hanya ada nenek dan kakek Gayatri, tetapi mereka sudah berada di toko. Sekedar mengawasi pegawai yang bekerja dan menghabiskan waktu berduaan, umur boleh tua tapi kemesraan tidak berkurang sedikitpun.

"Ayaa--AAA!" pekik Nehemia keras.

Dia baru saja membuka pintu begitu wajah oval itu muncul di hadapannya. Lagi-lagi, dengan sumringah wanita itu tersenyum lebar.

"Hehe," tawanya tanpa rasa bersalah. "Satu- kosong! Nggak usah usilin balik. Peraturannya hanya aku yang bisa usilin kamu. Pokoknya aku, tidak boleh wanita lain. Kecuali curut."

"Sejak kapan Yunan jadi wanita?"

"Sejak kamu mengatakan kamu mencintaiku di bawah sinar rembulan saat kita berdua berdiri di jembatan," gumamnya sambil mengingat kembali kejadian itu. Kejadian yang menyelamatkan hidupnya, kenangan yang tidak terlupakan dan selalu berhasil menjadi penyemangat di saat dia lelah menjalani roda kehidupan.

Pria itu tersenyum lalu mengusap wajah Gayatri dari dahi hingga hidung lalu mencubit hidungnya. Membuat Gayatri pengap dan mencari pasokan udara melalui mulutnya.

"Tidak bisa napas, bego," ucapnya pelan.

Kalau Gayatri suka dengan ekspresi Nehemia ketika terkejut, maka Nehemia suka dengan ekspresi wanita itu ketika dicubit hidungnya, membuatnya terlihat seperti ikan yang mengap-mengap mencari pasokan udara. Agak menyeramkan jika kebablas hingga meregang nyawa. Tidak lucu, tetapi itulah kebiasaan Nehemia yang sulit diubah. Kebiasaan yang berkaitan dengan masa lalu yang tidak pernah diceritakan pada Gayatri. Suram dan mencekam, hingga sesak rasanya setiap kali mengingat masa itu.

Nehemia hanya tidak ingin membuat wanitanya jadi kepikiran, dia sudah baik-baik saja sekarang. Masa lalu yang dianggapnya hanya angin lalu, nyatanya masih mengikat dirinya. Untuk saat ini, dia berhasil menenangkan dirinya. Namun, tidak selamanya dia mampu mengabaikan masa lalu. Orang itu masih akan datang, membuat kekacauan di hubungan mereka. Entah bertahan atau berpisah, pertanyaan yang entah sudah keberapa kalinya berputar di kepalanya.

Langsung dilepas dan wanita itu terbatuk-batuk karena susah bernapas. Dia memukul lengan pria itu kencang. Wajahnya memucat karena sulit bernapas tadi.

"Jangan ikut-ikutan jadi menyebalkan, deh. Hobi kok bikin orang sulit napas. Nanti kamu yang nyesal kalau aku pergi. Jadi, jangan sia-siain aku. Limited edition."

Mereka tertawa bersama, melangkah mendekati meja makan dan menyantap dua tangkup roti bakar yang sudah dibuat Gayatri tadi sebelum membangunkan Nehemia. Hitung-hitung latihan jadi isteri, mengingat mereka akan masuk ke tahap yang serius, pernikahan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro