Chapter 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bruk!

Suara jatuh itu menginterupsi percakapan antara dua pria ini. Mereka pun melihat ke sumber suara yang mendapati sang gadis tengah terbaring.

Pingsan kah ia? Iya, dua pria itu merasa jika sang gadis tengah pingsan dan dengan sigap, Rei pun menggendongnya dan membawanya ke UKS. Meninggalkan sang lawan bicara seorang diri.

Sesampainya di UKS, Sagami sensei pun memastikan segalanya dan mengatakan jika sang gadis hanya kelelahan. Serta meminta agar sang gadis berada di UKS untuk beberapa saat.

Dan beberapa lama kemudian, sang gadis pun bangun dari tidurnya. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan dan mendapati Rei yang tengah menunggunya.

"Sakuma-san ...," panggil sang gadis yang membuat Rei menyunggingkan senyum lalu berkata, "Bagaimana kondisimu? Apa kepalamu terasa pusing?"

"Um, hanya sedikit," jawab sang gadis dengan nada lemah.

"Akan aku antar kau pulang, (Name). Karena ini sudah lewat dari jam pulang sekolah," ucap Rei yang membuat raut lemah sang gadis berubah menjadi tatapan tak percaya.

Rei pun tersenyum melihat sang gadis lalu berkata, "Lihat lah mataharinya, bahkan ia sudah ingin terbenam."

Sontak, sang gadis pun melihat ke jendela UKS yang memancarkan siluet jingga. "Berapa lama aku tertidur?" ucap sang gadis yang masih tak percaya atas pemandangan dihadapannya. Rei pun menjawab, "Tidak lama, hanya sebelas jam."

"SEBELAS JAM!?"

*****

Setelah mengemasi barang, sang gadis pun pulang bersama dengan seorang pria yang sedari pagi hingga sore ini bersama dengan dirinya. Keheningan pun tak mereka hiraukan, pasalnya tak satupun diantara mereka ingin bicara sama sekali.

Namun, saat mereka telah tiba di depan rumah Sakuma, mereka melihat Ritsu yang tengah kembali dari sekolah dengan arah berlawanan. Sang gadis hanya terkejut, sementara Rei hanya tersenyum.

"Konbanwa, Ritsu-san," sapa sang gadis dan lawan bicaranya pun menyapa balik dirinya.

"Darimana saja, Ritsu?" tanya Rei yang membuat Ritsu langsung masuk rumah tanpa berniat untuk menjawab pertanyaan Rei sedikitpun. Tentu saja Rei tahu jika hal itu membuat sang gadis merasa tidak nyaman.

"Tolong maafkan dia ya, (Name)," ucap Rei dengan senyuman yang telah terukir di wajahnya.

"Um, tak masalah. Kalau begitu, aku duluan. Sampai bertemu lagi, Sakuma-san," ucap sang gadis dengan senyuman lembut nya yang kemudian ia pun pergi memasuki rumahnya.

*****

Siang telah berganti malam. Mentari telah tergantikan rembulan. Manusia telah mulai mengistirahatkan serta memanjakan dirinya di rumah mereka. Bisa dengan menonton televisi, tidur awal, hingga berbicara dengan orang yang disayangi.

Namun, hal itu tidak berlaku untuk (Name). Kini, ia sedang keluar rumah untuk mencari udara segar.

'Lelahnya ...,' batin (Name) yang tengah menyusuri jalan yang sepi.

Dan tak lama kemudian, keheningan malam berubah menjadi sesuatu yang tak diinginkan. (Name) merasa jika dirinya terancam, karena ia merasa jika dirinya telah dibuntuti seseorang.

Rasa takut semakin mendesak diri (Name) dan pada akhirnya, (Name) pun berlari yang membuat orang yang membuntutinya harus ikut berlari. Sayangnya, tak ada keramaian disini. (Name) pun bingung, ia berlari tanpa arah hingga berhenti di sebuah lorong gelap.

'Sial,' batin (Name) yang sangat khawatir.

Drap

Drap

Drap

Suara langkah kaki itu semakin mendekatinya. Namun, (Name) tidak bisa sembunyi. Ia tidak bisa lari kemanapun.

"Mangsa yang bagus, kawan-kawan. Lihatlah, gadis manis terpojok disini," ucap seorang pria berhidung belang pada rekannya.

"Hehehehe, tentu saja. Rencana ku selalu berjalan lancar."

"Kemari lah, nona manis. Kau tak perlu takut. Kan ada om disini."

(Name) yang mendengarnya pun hanya bisa berjongkok, memejamkan mata dan menutupi telinganya sembari berharap jika seseorang menolongnya. Tapi, apakah ia boleh berharap begitu di jam tidur?

"Tapi, jika dia tidak mau, apa yang akan kalian lakukan?"

Suara yang sangat (Name) kenal pun membuatnya menatap tiga orang pria hidung belang dengan seorang pria remaja sepantarannya.

"Ritsu ...," gumam (Name) dengan mata terbelalak.

"Dasar bocah! Apa yang mau kau lakukan disini, hah! Ini bukan permainanmu!" bentak salah satu pria berhidung belang itu. Namun, Ritsu tampak biasa saja. Ia tak mempedulikan bentakan tersebut dan ia pun menjawab, "Apa untungnya jika menikmati seorang gadis yang entah darimana asalnya."

"Tahu apa kau!?"

"Bagaimana jika dia berteman dengan vampir?" ucap Ritsu dengan seringaian di wajahnya.

"Hah! Jangan bercanda! Kau kira kami adalah segerombolan anak kecil yang bisa kau bohongi begitu saja? Dasar bocah," ucap salah satu pria berhidung belang itu.

Ritsu pun tertawa. Dan sinar bulan menyinari dirinya lalu Ritsu pun membuat wajah seorang vampir yang haus akan darah.

"Ojii-san jika tidak ingin pergi, maka aku akan menghabiskan darahmu lho," ucap Ritsu. Namun, lawannya tak takut. Mereka justru mulai mengajukan tinju nya pada Ritsu.

"Ritsu!" teriak (Name).

Ritsu tidak berniat bertarung. Ia hanya menghindar terus-menerus dan mengalihkan perhatian lawannya. Namun, kondisi telah memaksanya. Ia pun menahan salah satu lawannya seraya berkata, "Vampir bukanlah dongeng, ojii-san."

Setelah berkata seperti itu, Ritsu langsung menancapkan taringnya pada leher lawannya dan mulai meminum darah lawannya. Sisa lawannya pun langsung lari terbirit-birit saat melihat Ritsu melakukan hal itu.

Sementara (Name), ia hanya syok hingga menutup mulutnya dengan tangan sembari mundur perlahan.

'Ritsu ...,' batin (Name).

"Daijoubu. Kau boleh takut padaku sepuasnya. Tapi, tolong rahasiakan ini," ucap Ritsu yang telah selesai minum. Dan ia pun lari begitu saja.

Sepeninggalan Ritsu, (Name) pulang dengan perasaan was-was. Ia masih syok, bahkan takut pada temannya sendiri.

'Kami-sama, lindungilah aku.' Perkataan itu terus diulang-ulang dalam benak (Name).

Hingga ia tiba di rumah dan langsung mengunci semua pintunya lalu beranjak tidur. Ia pun berharap agar apa yang ia lihat itu hanyalah mimpi semata. Namun, satu hal yang ia tahu, ia berhutang nyawa pada Ritsu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro