CHP 5: FITTING BAJU

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Bang, hari ini setelesai fitting gak ada schedule lagi, 'kan?" Livia yang tengah duduk di kursi belakang mobil bertanya kepada sang manager, Jina.

"Gak ada. Mau kemana?" Jina kembali bertanya, melirik Livia dari spion tengah mobil.

"Agensi Jesse. Aku sudah berjanji kepadanya untuk bermain ke sana. Aku harus melakukannya," jawab Livia untuk memberitahu kegiatannya. Jina kadang terlalu khawatir jika dirinya tidak memberi kabar seharian. Karena itu pernah terjadi, dan dia menemukan Livia tengah terbaring tidak sadarkan diri di ruang tamu rumahnya.

"Aku akan antar ke sana setelah fitting baju. Pulangnya mau aku jemput juga?" Jina menawarkan. Karena hari ini jadwalnya hanya fitting baju, Jina juga bisa beristirahat setelah tugasnya selesai. Itu merupakan salah satu keuntungan dirinya menjadi manager senior dan hanya menangani satu artis saja.

"Nanti aku kabari ya, Bang. Aku tidak bisa memastikannya sekarang," balasnya. Livia saat ini sedang memainkan ponselnya dengan tubuh yang bersandar ke belakang kursi.

"Kau harus mengabarimu, karena kau tidak membawa mobil sendiri."

"Iya, Bang," jawab Livia dengan patuh, tapi matanya masih fokus ke layar ponselnya yang memperlihatkan sebuah foto iconic yang akan mengguncang dunia musik Korea.

Livia Kwon, Taylor Lee, Kang Hana, Elvin Cha, dan Yuna Kim, kelimanya ada dala satu foto tersebut yang diambil di sebuah restoran. Mereka berlima datang karena undangan dari Kang Hana. Tapi siapa sangkah bahwa foto tersebut sangat bermanfaat bagi Livia sekarang.

"Kita sudah sampai. Kenapa kau tersenyum-senyum seperti itu? Apa ada yang menarik di handphone-mu?" Jina berbalik setelah mengecek dari spion mobil. Dia menatapnya ngeri, karena Livia tidak berhenti tersenyum. "Kau baik-baik saja?"

"Mmhhh... ."

Jina keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Livia. Tapi, orang yang dibukakan pintu hanya diam.

"Kenapa lagi? Tadi senyum-senyum, sekarang malah diem," Jina terheran dengan kelakuan sang artis yang satu ini. "Kau tidak sedang berakting, 'kan?"

"Bang," Livia bersuara pada akhirnya. Dia terdiam beberapa saat sebelum mengeluarkan ekspresi suramnya. "Perutku melilit."

"Melilit? Sakit perut?" tanyanya, mulai khawatir dengan keadaannnya.

"Sepertinya begitu. Boleh aku ke toilet dulu?" Livia meminta izin untuk pergi ke toilet sebelum mereka melakukan fitting baju untuk acara fashion week di Seoul yang akan diadakan dalam dua hari. Padahal, Livia belum kembali secara resmi. Tapi, event pertamanya setelah kembali adalah menghadiri acara fashion week.

"Ya sudah, ayo aku antar."

Livia akhirnya turun dari mobil dan mengikuti langkah Jina yang membawanya ke toilet.

"Aku akan menyapa mereka terlebih dahulu. Kau bisa menyusul setelah selesai dengan urusanmu," Jina berkata setelah mereka sampai di depan toilet yang berada di dalam butik tersebut.

"Oke." Livia dengan cepat masuk ke dalam toilet.

Jina bertemu dengan Yuri, perwakilan dari brand Filia. Mereka saling bersalaman dan menyapa.

"Dimana Livia Kwon?" Yuri menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan sang artis.

"Dia sedang ke toilet sebentar, sepertinya dia nervous karena ini merupakan penampilan pertamanya setelah sekian lama, " ucap Jina. Dia kenal betul ekspresi yang dibuat Livia tadi saat sebelum turun dari mobil.

"Saya bisa mengerti." Yuri menganggukkan kepalanya. Kemudian, kepalanya beralih ke pintu masuk. "Oh, Taylor. Kau sudah datang?"

"Mereka akan fitting bersamaan?" tanya Jina terkejut. Tidak ada berita dimana kedua artis akan melakukan fitting bersama. Jika tahu seperti ini, pasti Jina tidak akan datang di waktu yang bersamaan.

"Iya, benar. Kita akan melihat bagaimana penampilan mereka saat disatukan. Apa ada masalah, manager Jina?" Yuri bertanya, melihat ada yang tidak beres dari pertanyaan yang di sampaikan oleh Jina.

"Ya, ini bukan situasi yang kami harapkan. Ini hanya fitting baju saja, 'kan. Mereka juga bukan pendatang baru, mereka tahu caranya bersikap profesional dalam bekerja. Melakukan fitting baju bersama, mereka bukan pasangan yang akan menikah dan membutuhkan pandangan satu sama lain dan saya yakin tim anda sudah mempersiapkan segalanya dengan baik. Jadi, hal semacam ini seharusnya dibuat fleksibel, bukan?" Jina berkata.

Taylor yang berdiri di belakang sang manager menatap Jina dengan kening yang berkerut. Dia bingung kenapa respon manager Livia itu seperti orang marah, terutama kepada dirinya.

Melihat respon Jina yang begitu besar membuat Yuri merasa bersalah.

"Sepertinya Taylor ingin membuat konten. Kalau gitu biarkan dia fitting lebih dulu, Livia akan fitting setelahnya. Tidak masalah, bukan?" Jina bertanya kepada Yuri.

Yuri terlihat bingung untuk sesaat, tapi dia bisa dengan cepat mengendalikan situasi. Dia menganggukkan, menyetujui permintaan manager Jina.

"Kita bisa melakukan itu. Kalian tidak keberatan, 'kan?" kata Yuri, bertanya kepada Taylor dan manager-nya.

"Tentu tidak, kita bisa mengatur untuk kebaikan bersama. Jika fitting bersama menimbulkan ketidaknyamanan, kita bisa melakukannya bergantian," jawab Junho, menanggapi Yuri juga Jina yang merasa keberatan.

"Kalau gitu saya permisi." Jina membungkuk sebelum pergi ke toilet untuk menjemput Livia dan membawanya pergi sampai sesi Taylor selesai.

Tepat saat Jina sampai, Livia keluar dari toilet. Livia sempat terkejut melihat sang manager ternyata masih ada di depan toilet, tidak seperti apa yang dikatakannya.

"Bang Jina masih di sini?" tanyanya.

"Iya, kita jalan-jalan dulu, gimana? Kita akan melakukan fitting setelah Taylor selesai. Dia sedang bikin konten," Jina menjelaskan, melihat ekspresi bingung Livia.

"Oke," Livia setuju.

Mereka berjalan keluar dan berpapasan dengan Taylor yang tengah melihat-lihat koleksi pakaian di sana.

"Nona Kwon." Livia dengan spontan berhenti berjalan saat namanya dipanggil. Livia menoleh, menatap Taylor yang memanggilnya.

"Ya?"

Taylor mengulurkan sebuah kartu kepada Livia yang membuat wanita itu menarik alisnya kebingungan. Dia tidak mengerti maksud dari tindakannya ini.

Livia menatap pria itu lama. "Apa maksudnya ini?"

"Aku merasa bersalah karena telah mengambil sesi fitting milikmu. Pergilah dan beli sesuatu untuk di makan bersama manager-mu," ucap Taylor yang masih mempertahankan kartunya di udara. Livia menatap kartu itu lagi, kemudian dia tersenyum kecil.

"Tidak perlu," jawab Livia singkat. Lalu, dia berbalik untuk lanjut berjalan keluar dari butik.

Karena butik berada di area pusat kota, banyak sekali toko serupa dan di seberang jalan banyak sekali jajanan maupun cafe yang menjadi pusat atraksi di Seoul.

"Kita mau kemana?" tanya Jina yang mengikuti Livia.

"Restoran?" jawab Livia, tapi bernada seperti orang bertanya.

"Kau mau makan sebelum fitting?" Jina kembali bertanya.

"Kafe kalau gitu. Boleh?" Jina baru saja mengangguk, tapi Livia sudah berbicara lagi. "Kalau belanja, Bang?"

"Belanja apa?"

"Baju." Jina langsung menggelengkan kepalanya setelah mendengar jawaban Livia yang terdengar seperti sebuah kutukan untuk dirinya. Jangan pikir karena dia Livia Kwon, dia akan berbeda dari wanita lain saat shopping. Livia dan wanita lainnya sama saja.

"Tidak ada waktu untuk belanja baju sekarang. Kita ke kafe saja, ayo." Jina menarik tangan Livia agar bisa pergi dari depan toko baju yang mereka lewati saat ini.

Mereka masuk ke salah satu kafe random yang ada di sana. Sebelum mengantri, Jina bertanya apa yang Livia inginkan. Karena, pada akhirnya hanya Jina yang akan memesan.

"Scone, Bang, sama selai strawberry. Minumnya, chocolate smoothie," pesannya kepada Jina yang diangguki olehnya. Setelah itu, Livia pergi untuk mencari meja kosong.

"Oh, Sayang." Tangan Livia dicekal bertepatan saat seseorang memanggil nama panggilan itu. Livia hampir terkena serangan jantung. Tapi, saat dia berbalik, wajahnya langsung memperlihatkan ekspresi kesal.

"Papa! Jangan yang aneh-aneh, deh," ucapnya dengan kesal dan ada sedikit nada manja.

"Kenapa? Kamu lagi apa di sini? Katanya mau fitting baju," ucap sang ayah, Harold Kwon. Pria yang dirumorkan dengan dirinya karena sebuah foto yang memperlihatkan Livia duduk di pangkuan Harold dan bermanja dengannya.

"Papa yang ngapain di sini? Udah kayak abg aja nongkrong di kafe kayak gini," cecar sang anak yang merasa aneh mendapati sang ayah berada di sebuah kafe di siang bolong dan memakai pakaian santai.

"Kalau bukan karena mama-mu tercinta, Papa gak mungkin dateng ke sini sendiri," balasnya, membela diri karena sudah dikatai anak baru gede oleh anaknya sendiri.

"Mama? Apa mama lagi ngidam?" Livia mendekat dan berbisik agar tidak ada yang mendengar ucapannya barusan.

"Ngawur kamu tuh. Emangnya kamu mau punya adik di usia sekarang?" Harold bertanya balik pada sang putri.

Livia langsung mengeluarkan wajah suramnya dan syok bahwa ayahnya bahkan berpikiran seperti itu.

"Om Harold? Gak expect bakal ketemu di sini," ujar Jina yang baru datang menyusul Livia.

"Benar, 'kan? Aneh ngeliat Papa ada di kafe seperti ini," Livia menambahkan.

"Kalian itu," geram Harold dengan gemas. "Sudah, kerja saja sana. Hasilkan banyak uang biar masa tua bisa bersenang-senang." Harold melambaikan tangannya, pamit pulang setelah frustasi menghadapi keduanya.

"Aneh 'kan Bang, ngeliat papa ada di kafe?" tanya Livia kepada Jina.

"Namanya juga cinta, bisa melumpuhkan rasa malu kita dan melakukan hal aneh di luar dugaan."

"Abang juga jadi aneh," tutur Livia, lalu bergidik ngeri mendengar kata-kata tadi.

( ... )

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro