16. Frustrasi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ada anak yang suka berada di dekat Susan Muela. Sudah menjadi rahasia umum kalau Susan memiliki kemampuan sihir manipulasi pikiran dan hipnotis. Tidak ada rahasia yang bisa disembunyikan di hadapan putri sulung keluarga Marquis Muela itu. Karenanya, saat mendapati kakak tingkat mereka berdiri di depan pintu bilik ruang kesehatan, ketiga teman Talia sontak undur diri.

“Ka, kalau begitu kami akan pergi lebih dulu. Sampai jumpa besok, Talia,” kata Clara sambil mendorong dua temannya pergi.

Talia hendak mencegah kepergian Clara dan yang lainnya, tetapi mereka sudah melesat secepat kilat. Kini hanya tinggal Talia sendirian bersama Susan. Talia mengumpat dalam hati sambil memikirkan cara agar tidak terpengaruh sihir manipulasi Susan.

“Kau tidak perlu repot-repot enjengku, Lady Muela,” kata Talia kemudian.

“Sudah kubilang, aku ke sini untuk melakukan wawancara,” ujar Susan sembari berjalan masuk ke dalam kamar.

“Kurasa keadaanku belum terlalu baik untuk melakukan wawancara,” kilah Talia mencoba mencari cara untuk kabur.

“Tapi tadi kau sendiri bilang kalau kau baik-baik saja. Hanya beberapa pertanyaan saja, Ortega. Tidak akan memakan banyak waktumu. Aku cuma ingin kau menceritakan segala hal yang kau tahu tentang kasus penyerangan ini, termasuk keterlibatan Ludwig Gothe. Ah, satu lagi, alasan kenapa Kyle Gothe bisa berada di tempat dan waktu yang tepat untuk menyelamatkanmu. Apakah kalian sudah tahu tentang serangan Dirlagraun hari itu? Bagaimana kalian bisa mengetahuinya?” cecar Susan memberondong dengan banyak pertanyaan sekaligus.

Kepala Talia mendadak terasa berkunang-kunang. Rasanya ia ingin mengatakan semuanya pada Susan saat itu juga, termasuk fakta bahwa dia bisa melihat masa depan dan mencegah Dirlagraun itu menyerangnya. Di tengah-tengah keinginan kuat itu, Talia pun menyadari kalau Susan sudah mulai menggunakan kekuatan manipulasinya. Talia harus melawan. Tapi bagaimana?

“Bicaralah, Ortega,” sekali lagi Susan mendesak.

Kata-kata sudah nyaris keluar dari mulut Talia. Karena merasa begitu terdesak, Talia hanya bisa memikirkan satu cara untuk keluar dari situasi tersebut. Ia menyentuh tangan Susan begitu saja. Hal terakhir yang dilihat Talia sebelum ia memasuki dunia masa depan adalah wajah kebingungan.

Detik berikutnya, Talia sudah berdiri di sebuah ruangan klub surat kabar. Sebuah mesin cetak otomatis yang digerakkan dengan energi sihir membuat ratusan salinan dari sebuah artikel yang baru saja ditulis oleh Susan Muela. Susan sendiri berdiri di depan mesin cetak dengan mata berkilat-kilan dan ekspresi tertekan luar biasa. Ia menggigiti kuku ibu jarinya dan memandang cetakan surat kabarnya dengan intens.

“Ini gila. Ini berita luar biasa yang tidak akan bisa disembunyikan oleh akademi. Bahkan kerajaan akan runtuh,” gumam Susan pada dirinya sendiri.

Talia mencoba melongok ke arah mesin cetak dan membaca headline berita yang tengah diamati Susan dengan seluruh fokusnya.

 

Ledakan Energi Gelap:

Kyle Gothe Mengamuk dan Membunuh Nyaris Seluruh Siswa Akademi

 

Talia terpekik kaget dan menutup mulutnya begitu selesai membaca judul berita tersebut. “Tidak mungkin. Jadi Kyle menjadi penjahat karena ledakan energi gelapnya. Itu terjadi saat kami masih menjadi siswa. Aku harus mencari tahu tanggal berapa ini akan terjadi,” gumamnya sambil berusaha menguasai diri.

Sayangnya, belum berhasil dia melihat tanggal artikel itu dibuat, pandangan Talia sudah mulai menggelap. Ia mengerjap dan mendapati dirinya kembali berada di bilik gedung kesehatan bersama Susan. Satu tangannya masih menggenggam jemari Susan. Talia meringis canggung karena Susan kini tengah menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Bingung, kesal dan penasaran.

“A, aku hanya ingin menjadi lebih akrab denganmu, Lady Muela. Bolehkah kalau aku memanggilmu dengan nyaman. Aku ingin berteman denganmu,” kilah Talia dengan alasan konyol pertama yang terlintas di benaknya.

Susan tampak mengernyit ragu. Jelas ia curiga pada Talia. Lebih baik begitu daripada Talia harus terpengaruh dengan sihir manipulasi pikiran Susan. Kini sihir itu tampaknya tidak bekerja lagi setelah Talia mengunjungi masa depan Susan. Akan tetapi, bukan tidak mungkin Susan melancarkan sihir itu lagi setelah ini. Talia harus tetap berkelit.

“Maaf kalau membuatmu tidak nyaman. Sepertinya aku masih sedikit trauma gara-gara kejadian kemarin. Karena itu ucapanku melantur. Lupakan saja kata-kataku barusan. Sebaiknya aku kembali ke asrama dan beristirahat. Maaf karena tidak bisa berbincang denganmu lebih lama, Lady Muela,” ucap Talia sambil buru-buru kabur.

Susan masih terlihat bingung. Namun, tepat sebelum Talia menghilang di pintu keluar, Susan memanggilnya.

“Talia. Kau boleh memanggilku Susan,” ujarnya pendek.

Talia berbalik dengan canggung lantas menunduk sopan. “Terima kasih, eh … Susan,” jawabnya pelan lalu kembali berbalik dan pergi meninggalkan gedung kesehatan secepat mungkin.

Hari sudah sore. Malam hampir tiba dan Talia merasa waspada setiap kali melihat lapangan yang membelah akademi. Ia mengurungkan niatnya untuk kembali ke asrama. Baying-bayang Dirlagraun yang menyerangnya kemarin masih membuatnya bergidik. Ia tidak ingin menyeberangi lapangan sendirian. Kaerna itu, Talia pun memutuskan untuk sekalian saja makan malam di ruang makan. Toh sebentar lagi anak-anak lain juga akan berkumpul di sana. Ia bisa kembali ke asrama setelah makan malam, bersama teman-temannya yang lain.

Ruang makan belum terlalu ramai. Hanya ada beberapa anak yang terlihat menunggu makanan disajikan sambil membaca buku atau bergosip. Talia menyapukan pandangannya, tetapi tidak menemukan satu orang pun yang dia kenal. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk duduk sendirian di salah satu meja di ujung sudut ruangan. Beruntung ia membawa perkamen dan pena bulunya. Talia bisa menyibukkan diri dengan merunut informasi yang dia dapat dari masa depan, terutama tentang apa yang dia lihat di masa depan Susan. Ledakan energi Kyle mungkin akan terjadi dalam waktu dekat!

Talia mencoba tenang. Ia tidak boleh panik dan gegabah. Sambil mencatat ingatan-ingatannya, Talia memikirkan tentang banyak hal. Mulai dari kemungkinan penyebab Kyle menjadi brutal dan menyerang akademi hingga istana, sampai rencana-rencana jahat Ludwig terhadapnya. Lambat laun Talia dilanda frustrasi. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri sambil mendesah putus asa.

“Tunggu. Saat aku melihat Susan di gambaran masa depan tadi, Susan tampak berbeda. Rambut merah Susan yang sekarang hanya sepanjang bahu.

Sementara dalam penglihatan masa depan tadi, rambut merahnya dikepang menjadi dua sepanjang punggung. Itu artinya masih cukup lama waktunya sampai menunggu rambut Susan sepanjang punggung. Kecuali Susan menggunakan potionpenumbuh rambut, tentu saja. Talia berusaha mengesampingkan kemungkinan tersebut karena hanya membuat kepalanya semakin berdenyut-deyut pusing.

“Kenapa kau menulis banyak namaku? Apa kau merindukanku?” tanya sebuah suara membuyarkan lamunan Talia.

Ternyata Kyle sudah berdiri di sebelahnya sambil melongok dari balik bahu Talia dan membaca coretan-coretan di perkamen. Buru-buru Talia meremas perkamen itu agar Kyle tidak membaca lebih banyak. Beruntung tulisan cakar ayamnya sulit untuk ditelaah. Jadi Talia mengasumsikan Kyle mungkin belum sepenuhnya mengerti arti coretan-coretannya itu.

“Bagaimana kau tahu kalau aku ada di sini?” sergah Talia terkejut.

“Aku tidak tahu kau ada di sini. Aku cuma mau makan dan melihatmu duduk sendirian seperti orang depresi,” sahut Kyle sembari duduk di sebelah Talia. “Jadi kenapa kau memikirkanku sampai seputus asa itu?” lanjut pemuda itu bertanya.

“A, aku tidak memikirkanmu!” kilah Talia gugup.

“Lantas kenapa kau menulis namaku banyak sekali di situ?”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro